Différent ; 52. Justice For Jung Rora

668 127 31
                                    

HAPPY READING

Hujan sangat identik dengan kesedihan, setidaknya itu yang Jungwon tahu. Entah memang kebetulan atau takdir, langit Singapura pagi ini begitu pekat. Dan baru beberapa detik ia membatin, Ibukota telah habis diguyur oleh hujan yang begitu lebat.

Langkah lebarnya membawanya menjauh dari kantin rumah sakit dengan satu tangan yang menenteng plastik berisi makanan. Sedikit mempercepat langkahnya agar segera sampai, karena ada seseorang yang mungkin telah menanti untuk makan.

Cklek

Jungwon terdiam di tempat setelah membuka pintu ruang VIP. Tak lama, suara helaan napas terdengar dari belah labium miliknya. Jungwon segera menutup pintu kamar inap itu lalu berjalan mendekat pada sang kekasih di kursi sofa.

"Aku sudah membeli makan. Ayo, aku suapi." ucap Jungwon sembari membuka isi plastik yang ia bawa. Laki-laki itu mengeluarkan satu-persatu isi makanan di dalam sana, menatanya agar lebih mudah untuk disajikan.

Pharita tak menggubris, gadis itu justru lebih menyibukkan dirinya dengan melamun. Sampai tak sadar jika lagi-lagi air matanya kembali tumpah.

Jungwon hanya bisa menghapus air mata sang kekasih sebagai bentuk kepeduliannya. Tak ingin menegur ataupun menasehati, dan lebih memilih diam sembari melakukan hal yang mungkin tak sempat Pharita lakukan.

Pharita menoleh, menatap Jungwon yang kini tengah sibuk menyendok makanan untuk dirinya.

"Kenapa? Aku tidak akan melarang mu untuk menangis. Tapi harus makan, agar kamu tetap memiliki tenaga. Hm?" ucap Jungwon lembut.

Pharita kembali menangis. Rasanya dia begitu jahat sekarang. Jungwon sangat mengkhawatirkannya, tapi dirinya justru larut dalam kesedihan.

"Maaf,"

Jungwon menggeleng, "tidak salah menangis. Kamu memiliki alasan logis untuk hal ini."

Pharita terisak sembari menunduk. Ia bisa merasakan dekapan hangat dari Jungwon. Hatinya begitu sakit, rasa bak di tusuk ribuan pisau seperti hujan di luar sana, sangat lebat.

"Maafkan aku, hiks... kamu begitu baik dan perhatian, tapi aku-- hiks... aku justru terlalu sibuk menangis."

Jungwon menggeleng dan semakin mempererat pelukannya. Tak menyetujui ucapan dari Pharita yang terkesan seperti menyalahkan diri.

"Sudah aku katakan, tidak masalah untuk menangis. Kamu memiliki alasan untuk itu," Jungwon memegang kedua sisi wajah Pharita yang penuh dengan air mata, "tapi, tolong jangan terlalu larut."

"Maaf, hiks..."

Jungwon menggeleng, "tidak apa-apa. Sekarang makan, kamu belum makan sedari kemarin."

Tak bisa membantah, dan Pharita hanya menurut meskipun hanya memakan beberapa suap saja. Jungwon tak henti-hentinya mengajak dirinya untuk berbicara, entah membicarakan hal yang begitu random.

"Terimakasih,"

"Hm."

Pharita tersenyum saat melihat Jungwon yang dengan lahap memakan sisanya. Dalam hati sangat bersyukur, meskipun sedang dalam keadaan yang kurang baik, laki-laki yang merangkap sebagai kekasihnya ini tak pernah sedikitpun mengabaikan dirinya.

"Bagaimana keadaan Rora?"

Jungwon mengangguk kecil, "tidak semakin memburuk. Dia anak yang kuat."

"Tentu," Pharita tersenyum kecil, "dia adikku. Jung Rora yang kuat."

Setelah sampai di Singapura dini hari tadi, Pharita benar-benar belum mengunjungi ruangan sang adik. Ia membiarkan Asa dan Ruka untuk menunggu di bangku tunggu bersama kedua orangtuanya.

Différent [✓]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt