23 Hueekk

9.5K 1.3K 10
                                    

"Seharusnya aku tidak keluar dari istana." Rune kembali mengeluh dengan memeluk kedua lututnya.

Venezio terkekeh, sedangkan Aaron tersenyum tipis mendengar gerutuan dari adik bungsunya yang terlihat murung di ujung kursi panjang.

'Imut,' batin mereka berdua.

Aaron meneguk sedikit anggur tersisa, lalu menghilangkan gelas serta botol anggur yang sempat dia minum. Mengusap bibirnya untuk menghapus bekas anggur merah.

Aaron menoleh ke arah Venezio yang membuat mereka berdua saling melihat sejenak, kemudian dia bangkit dari posisinya dan berjalan mendekati tempat adik bungsunya.

"Ada yang ingin ku tanyakan."

Suara dingin yang berbisik terdengar di telinga Rune membuat tubuhnya sedikit menegang. Dia menelan ludah, lalu menoleh ke samping yang terlihat Aaron sudah berada di dekatnya.

Rune memasang wajah tabah, meskipun dirinya merasa tertekan. "Apa aku memiliki pilihan?" tanyanya.

"Tidak ada," jawab Aaron santai. Dia meraih tangan Rune lalu mengangkat tubuhnya dan menaruhnya di atas pundak.

"Ck." Rune mendecakkan lidahnya, saat tubuhnya kembali di gendong seperti sayuran layu.

Aaron menoleh ke samping. Di balik kain hitam, netra matanya melihat ke arah botol anggur yang berada di tangan Venezio.

"Aku tidak ingin melihat benda itu," ucap Aaron datar. Lingkaran sihir muncul di lantai, dan mereka berdua menghilang dari ruangan tersebut. Pindah ke ruangan lainnya yang terdapat makanan.

Venezio meneguk anggur dari botol hingga habis, dia menyimpan botol tersebut di ruang penyimpanan. Dan mulai melakukan sihir teleportasi menyusul kakak dan adik bungsunya.

Rune membuka matanya. Indra penciuman miliknya mencium aroma makanan yang manis dan lezat.

Aaron tersenyum tipis merasakan pergerakan dari adik bungsunya begitu mereka tiba di ruang makan. Dia mengangkat tubuh Rune dan menaruhnya di atas kursi.

Netra mata indah di balik kain hitam melihat tatapan berbinar Rune saat melihat makanan di atas meja. Aaron memberikan tali sihir untuk mengikat tubuh Rune dengan kursi.

Sudut mulut Aaron berkedut melihat kening adik bungsunya mengkerut saat di ikat ke kursi. Dia mencoba mengabaikan hal itu dan duduk di kursi terdekat dengan kursi Rune.

"Mengapa aku di ikat?" tanya Rune.

"Mengapa kau bertanya?" sahut Venezio yang baru saja tiba di ruang makan. Dia duduk di kursi lainnya yang dekat dengan tempat duduk adik bungsunya.

"Aku telah membawa mu kesini-" Venezio menjeda ucapannya, lalu menatap wajah Rune dengan ekspresi serius. "Maka, aku akan menyiksamu dengan membiarkan mu melihat bagaimana aku memakan makanan lezat di meja ini," lanjutnya.

"Huh ...."

Venezio terkekeh geli melihat Rune menundukkan kepalanya dengan lesu, setelah mendengar ucapannya.

Aaron menggelengkan kepalanya. Dia memotong daging di piring, lalu memberikan potongan tersebut pada adik bungsunya.

Di balik kain hitam, netra matanya melihat Rune yang menatapnya dengan bingung. Aaron tersenyum tipis, lalu berkata, "Buka mulutmu."

Rune membuka mulutnya, dia menerima suapan daging yang diberikan. Netra matanya menatap wajah Aaron yang terlihat tenang dan damai. Seperti melihat air.

'Aneh,' batin Rune.

Meski mereka berdua memiliki usia yang sama, mungkin lebih tepatnya usia jiwanya. Tapi entah bagaimana, Rune merasa bahwa Aaron terlihat lebih bisa di andalkan di banding dirinya.

'Ini benar-benar menyebalkan,' pikirnya.

Venezio melihat adik bungsunya yang terlihat diam saja saat di suapi oleh Aaron, kakaknya. Sebuah ide terlintas di benak Venezio yang membuat seringai kecil terlihat di wajahnya.

Dia mencondongkan tubuhnya ke depan, sedikit lebih dekat dengan tempat Rune. "Bagaimana menurutmu, rasa daging manusia yang kau makan? Enak 'kan?" ujar Venezio tersenyum jahat.

Rune mengedipkan matanya beberapa kali, "Huh? daging ... manusia?" tanyanya.

Venezio menggigit bibirnya agar tidak tertawa melihat ekspresi wajah adik bungsunya. "Benar, bagaimana? enak 'kan rasanya?" Venezio memainkan alisnya dengan seringai kecil.

Seluruh tubuh Rune menegang. Memikirkan bahwa daging yang baru saja dia makan adalah daging manusia, membuat ekspresi wajahnya berubah menjadi aneh.

"Hueekk ... hueekk." Rune mencoba memuntahkan semua daging yang dia makan sebelumnya.

"Pfftt ... Bwuhahahaha ...." Venezio tertawa terbahak-bahak, dia tidak mengira kalau adik bungsunya sangat polos. Dia mengusap sudut matanya yang terdapat air, lalu melihat Rune yang masih berusaha memuntahkan makanannya.

"Hueekk."

"Hahahaha." Venezio kembali tertawa dengan memegangi bagian perutnya.

Aaron menghela napas panjang.

Bugh.

Bugh!

Bugh!!

Rune meminum teh hangat secara perlahan. Netra matanya melirik ke samping, terlihat wajah Venezio yang babak belur setelah di pukuli oleh Aaron.

Rune mengalihkan pandangan dari wajah Venezio. Tubuhnya masih terikat, mungkin dia perlu berhati-hati dalam bertindak atau nasibnya akan sama seperti Venezio.

Aaron menaruh gelas begitu adik bungsunya selesai minum. Dia menjentikkan jarinya dan tiga kotak muncul di telapak tangannya.

"Sudah lama aku ingin memberikan hadiah ini pada mu dan Rhys, tapi aku tidak sempat melakukannya." Aaron membuka salah satu kotak kecil yang berisi anting warna hitam di dalamnya.

Dia telah membuat anting ini dengan energi magis miliknya. Terdapat sihir perisai dan teleportasi pada anting tersebut, itu akan melindungi adik kembarnya dari bahaya.

Aaron juga membuatkan berbagai macam benda yang terdapat sihir serupa, lalu di berikan kepada semua adiknya. Hanya tinggal dua kotak tersisa untuk Rhys dan Rune yang belum menerimanya.

"Aku ingin kau memberikan satu kotak ini untuk Rhys, karena dia tidak akan menerimanya bila aku yang melakukannya."

Aaron tersenyum tipis. Dia sudah menebak penolakan seperti apa yang akan Rhys lakukan untuk tidak menerima hadiah darinya. Itu seperti yang di lakukan adiknya yang lain.

"Kalau begitu, aku akan memasangkan satu kepada mu." Venezio mengambil satu anting hitam dari dalam kotak, lalu memasangnya ke telinga Rune.

[ Aku merasakan mantra sihir perisai dan teleportasi dari anting itu. ]

Suara Eros terdengar di kepala Rune. Dia juga merasakan ikatan yang mengikat tubuhnya sudah terlepas, tangannya menyentuh anting yang terpasang di telinganya.

Ini pertama kalinya dia menerima sebuah hadiah. Rune menatap wajah Aaron. "Terima kasih, Kak Aaron."

Ekspresi wajah Aaron menjadi kaku. Itu adalah kalimat yang tidak pernah terpikirkan bahwa dia akan mendengarnya. Sederhana, namun dia merasa semua usahanya selama ini di hargai.

Seulas senyuman terlukis di wajah Aaron. Untuk pertama kalinya dia tersenyum sesuai suasana hatinya. Telapak tangannya terulur mengelus kepala Rune dengan lembut.

Venezio hanya tersenyum melihat interaksi mereka berdua. Keputusannya untuk membawa adik bungsu kesini sepertinya tepat. Kebahagiaan yang singkat namun bermakna.

Tentu saja, momen langka seperti ini harus di abadikan. Venezio telah merekam adegan Aaron yang tersenyum tulus dengan mengelus kepala Rune, menggunakan bola cristal.

'Hehehe.' Venezio tertawa dalam hati.

"Baiklah, sudah saat aku mengajukan pertanyaan pada mu," ucap Aaron dengan ekspresi serius.

* * *

Danaus Plexippus Where stories live. Discover now