36 Tamu

8.5K 1.2K 54
                                    

Keith mengepalkan tangannya erat. Dia menggeser tubuh Sora, lalu melayangkan pukulan tangan ke arah pangeran ke-lima.

Tap.

Telapak tangan besar menahan kepalan tangan Keith yang ingin memukul tubuh Rune.

"Menjauh dari adik bungsu," ujar Aaron dengan suara dingin. Dia memberikan tekanan pada beast people ras kucing yang berniat memukul adik bungsunya.

"Argh." Keith meringis kesakitan. Dia tidak menduga ada manusia yang bisa membuatnya kesakitan seperti ini.

"Tuan, saya mohon tolong lepaskan adik saya. Saya benar-benar minta maaf atas tindakan tidak sopan yang dilakukan oleh adik saya," ucap Sora menggigit bibirnya khawatir.

Aaron tidak bergerak sedikit pun atas permohonan yang diajukan oleh Sora, justru dia tetap mencengkeram tangan Keith dan berniat mematahkan tangannya.

Puk puk.

Aaron menoleh ke samping saat merasakan tepukan ringan di pundaknya, dia melihat wajah Rune yang sedang menatapnya.

"Lepaskan dia, mereka tamu di sini," ucap Rune datar.

Aaron menghempaskan tangan Keith hingga membuatnya jatuh tersungkur. "Tamu harus bersikap layaknya tamu, bukan pemilik rumah," ucap Aaron dingin.

Aaron melepaskan sarung tangan yang membungkus kedua tangannya, lalu mengambil sarung tangan lainnya dan mulai memakainya. Kemudian membakar sarung tangan yang tadi.

Rune menghela napas panjang. "Himne panggil dewan Ophir kesini untuk mengobati lukanya, dan antarkan mereka ke kamarnya. Aku akan bicara dengan mereka setelah urusan ku selesai," ucap Rune memberikan perintah.

Himne membungkuk hormat. "Baik, Pangeran." Himne membimbing para beast people kembali ke kamarnya. Lalu menutup pintu kamar pangeran ke-lima.

'Rencana tidur siangku benar-benar gagal,' batin Rune sedih.

Kini hanya ada mereka berdua di dalam kamar. Aaron menyentuh dagu Rune, lalu mendekatkan wajahnya. "Mengapa kau tidak memakai anting yang ku berikan?" tanya Aaron.

"I-itu ... hilang," ucap Rune menghindari wajah Aaron. Rune menyimpan anting pemberian Aaron di sakunya saat ingin melakukan aksi penculikan, dan dia kehilangannya.

Rune menelan ludah. Jantungnya berdetak kencang, Rune merasa tegang. Dia takut Aaron marah lalu meremukkan tulangnya.

Aaron menghela napas. Dia merogoh sakunya, dan mengeluarkan anting warna hitam dan kembali memasangkan anting tersebut ke telinga Rune.

"Jangan di hilangkan lagi," ucap Aaron memperingati.

"Baik." Rune mengangguk patuh. Dia menghela napas lega, karena Aaron tidak meremukkan tulangnya.

Aaron meraih tangan adik bungsunya, lalu menuntunnya ke kursi panjang. Sedangkan dia duduk di kursi tunggal yang berada di sampingnya.

"Aku sudah mendapatkan beberapa informasi dari pria yang merupakan penculik," ucap Aaron datar.

Dia mencondongkan tubuhnya ke depan. "Bisa kau jelaskan, bagaimana kau di culik?" tanya Aaron tersenyum tipis.

Tubuh Rune menegang. Dia tidak tahu bahwa Aaron akan menanyakan hal itu padanya, setahunya sebagai putra mahkota tugasnya sangat banyak.

Dari sekian banyak tugas, kenapa Aaron datang padanya dan mengajukan pertanyaan itu?

"Itu ... kak Aaron-" Rune menggigit bibirnya. "Itu, Yang mulia memanggil ku ke istana dan memberikan ku hukuman," ucap Rune memulai penjelasannya.

Danaus Plexippus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang