Ephemeral Love 2

58.6K 3.2K 4
                                    


"Flora, ada operasi mendadak," ucap Hans.

"Apa, dok? Ada apa?" Flora yang baru melakukan pemeriksaan terhadap pasiennya langsung mengikuti Hans.

"Penggantian katup aorta, pasien mengalami kecelakaan barusan. Kita harus bergerak cepat," ujar Hans.

"Apa? Kalian semua sudah gila! Ini operasi yang besar dan tidak boleh dilakukan dengan tergesa-gesa, dibutuhkan persiapan yang baik! Apa yang sedang kalian semua pikirkan?" Flora dengan kesal menahan Hans.

"Pasiennya Glen Ricardo, dia sangat berpengaruh besar untuk rumah sakit ini."

"Apa dokter pikir uang bisa membeli nyawa? Kalian menolong pria tua itu karena uangnya, 'kan?" Flora menggeleng.

"Diamlah selagi aku masih sabar! Berdebat denganmu tidak akan ada gunanya. Ikut aku!" Suara Hans meninggi pada juniornya yang membangkang itu.

Di dalam ruang operasi, semua terlihat fokus dengan bagiannya.

Seorang perawat membantu Hans dan Flora menggunakan sarung tangannya. Dalam operasi kali ini Flora akan membantu sebagai asisten Hans.

"Pasien sudah diberikan anestesi general dengan resiko besar," ucap dokter anestesi.

Penggunaan anestesi general dengan resiko yang besar ini digunakan untuk operasi besar yang sulit. Makanya diperlukan persiapan yang benar-benar matang.

Operasi jantung, penggantian katup aorta adalah prosedur operasi untuk membuang katup aorta yang bermasalah dan menggantinya dengan katup baru.

"Glen Ricardo umur 57 tahun. Operasi penggantian katup aorta, dimulai."

"Suction!" Perintah Hans pada Flora untuk membersihkan darah akibat sayatan barunya.

Dengan telaten Flora pun membereskan darah dari awal pembedahan itu.

"Tekan ini!" Pria berumur lima puluh tahun itu kembali memberi perintah saat dia memulai beroperasi dengan gunting dan pisau bedahnya.

Dalam momen menegangkan itu, keberuntungan kembali berpihak pada mereka yang berusaha.

Operasi telah selesai dengan baik dan lancar.

Setelah memeriksa kembali keadaan pasien pasca operasi, Flora memutuskan untuk mengistirahatkan tubuhnya yang lelah.

Wanita itu berjalan menuju resepsionis. Matanya tertuju pada seorang pria yang menggunakan pakaian tertutup. Pria itu terlihat diam-diam menarik beberapa berkas yang ada di meja resepsionis saat pegawai lengah.

"Ahk, sudah lama aku tidak berolahraga," gumam Flora. Dia langsung menghampiri pria itu dan menahan tangannya.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Flora.

Merasa dalam bahaya, pria itu langsung menepis tangan Flora dan pergi. Dia memasukkan sebuah kertas ke kantongnya dan mempercepat langkahnya saat Flora mengejarnya.

"Hey, berhenti!" Flora mengejarnya dan langsung menahan tangannya.

Pria itu menepis Flora. Dia memutar tangan Flora dan langsung mendorongnya.

"Apa yang kamu lakukan? Sialan! Berhenti di sana!" Flora mengejarnya sampai ke jalanan besar.

Suara klakson membuat Flora menoleh. Truk dengan kecepatan tinggi itu menabrak tubuhnya sampai terpental jauh.

Teriakan histeris dari orang-orang di sana memenuhi area sekitar. Mereka menatap tubuh yang tertabrak itu diantara puing-puing kaca dan darah yang mengalir diantaranya.

Riuh bising yang kian panik itu mulai terdengar pelan dan matanya perlahan-lahan tertutup.

--o0o--

Suara ketukan pintu membuat Flora terbangun. Wanita itu langsung duduk dan memegangi tubuhnya.

"Sialan, mimpi buruk." Dia menghela nafasnya.

"Di mana ini?" Flora melihat ruangan sekitar. Kamar yang tidak dia kenali itu nampak asing dan besar. Nuansa putih yang sangat berbanding terbalik dengan kamar abu-abunya.

"Non? Non Flora sudah bangun?" Seseorang kembali mengetuk pintu.

Flora mengerutkan keningnya. Dia berdiri dan melihat sekitar. Kemudian pergi ke balkon dan menatap keluar.

"Rumah ini seperti..., rumah Flora. Hah? Apa aku sudah gila?" Flora memukul-mukul kepalanya.

"Flora, kamu sudah bangun sayang?" Seorang pria paruh baya langsung membuka pintu dan menghampiri putrinya.

Flora terbelalak melihat pria itu. Tommy, pria berambut pirang dengan netra coklat yang gelap.

"Tommy? Ayahnya Flora?" Wajah yang Flora kenali lewat komik Adelle itu membuatnya benar-benar terkejut.

"Hmm? Ada apa? Kenapa kamu menyebut nama ayah?" Tommy menghampiri putrinya yang berjalan mundur sambil menggeleng.

"Apa aku di dalam..., ahk! Tidak mungkin," Flora tersenyum simpul sambil menggeleng tidak percaya.

"Kamu baik-baik saja, Flora?" Tommy khawatir.

"Apa nama kota ini?" tanya Flora. Dia langsung memegang dadanya yang tiba-tiba sakit.

"Flora kamu baik-baik saja? Jika begini, bagaimana ayah akan pergi?" Tommy menghampiri putrinya dan membawanya duduk ke kasur.

"Sialan! Aku punya penyakit jantung?" Flora menatap Tommy yang memberikan obat dan air pada Flora.

"Kamu akan sembuh, putriku kan kuat." Bukannya menjawab, Tommy malah tersenyum menunggu Flora meminum obatnya.

Flora meringis dan menekan dadanya yang terasa ngilu. Merasa tidak ada pilihan, tangannya gemetar mengambil obat itu dan langsung meminumnya.

"Apa yang terjadi pada ku?"

"Apa kamu baik-baik saja, sayang? Kita ke rumah sakit saja. Ayah akan menunda keberangkatan hari ini, ayo."

Mereka pun berangkat ke rumah sakit dan tiba di sana.

Flora menatap sekitar dan kemudian mengikuti langkah Tommy.

"Bloermy City, aku benar-benar di kota ini? Apa aku sedang bermimpi?" Flora bergumam dan menggeleng-geleng.

Langkahnya berhenti melihat para dokter yang berlari menuju IGD, bersamaan dengan itu suara sirene ambulan juga semakin mendekat.

"Ayo Flora." Tommy menarik lengan putrinya dan membawanya masuk ke lift.

Mereka pun tiba di ruangan dokter Yogi, seorang dokter ahli bedah jantung yang menangani Flora sejak dia kecil. Dokter itu langsung memeriksa keadaan Flora dan kini sendang mengobrol bersama Tommy.

"Ahk, syukurlah! Aku sangat panik. Sejak kemarin dia tidak ingin keluar dari kamarnya dan menangis tanpa alasan," ucap Tommy menghela nafasnya.

"Tapi kita perlu waspada. Seperti biasanya, dia harus mengurangi aktivitas berat dan yang terpenting adalah kebahagiaannya," jelas Yogi.

Mereka pun memutuskan untuk kembali pulang.

"Ayah akan pergi juga malam ini, maaf," ucap Tommy pada putrinya yang hanya diam menatap ke luar jendela mobil.

"Ada apa, Flo? Kenapa kamu menjadi pendiam sejak kemarin?" tanya Tommy khawatir.

Flora menatap pria itu tanpa ekspresi. Banyak hal yang sedang dia pikirkan jadi dia tidak mendengarkan apapun perkataan Tommy sejak tadi.

"Aku ayahmu, kamu bisa menceritakan apapun padaku. Apa kamu sedang bertengkar dengan Adrian?" tanya Tommy lagi.

"Adrian?" Mendengar nama pria itu membuat Flora semakin terkejut. Dia benar-benar tidak mengerti mengapa dia berada di sana, atau dia hanya bermimpi, atau sesuatu yang tidak dia ketahui sedang terjadi.

"Sepertinya kamu memang bertengkar dengannya. Dengar Flo kesayangan ku, ujian memang wajar terjadi saat menjelang pernikahan. Kalian harus saling memberi ruang dan percaya pada perasaan masing-masing," jelas Tommy.

EPHEMERAL LOVE Where stories live. Discover now