Ephemeral Love 30

32.2K 2K 10
                                    

“Adrian, berhenti!”

“Berhenti, sialan!”

Adrian pun langsung menginjak rem.

“Kamu benar-benar gila! Bagaimana jika kita menabrak sesuatu, hah?”

“Apa yang ada di pikiran mu, Flora?! Apa yang sudah kamu lakukan?” Adrian menatap tajam wanita itu.

“Apa? Aku tidak melakukan kesalahan.”

“Apa maksud mu menerobos ke sana, hah?! Bagaimana jika pelakunya masih di sana dan menyerang mu?!” Adrian melotot. Dia menunjuk wanita yang benar-benar menguji emosinya itu.

“Kamu tidak berpikir sampai ke sana, kan?! Kamu bodoh, Flora! Dimana letak otak mu?! Kamu ingin mempercepat kematian mu meski nyawamu hanya sebentar?!” Adrian langsung mendorong kursi Flora samapi ke belakang.

Flora mulai menatap takut pria itu. Kecewa dan takut benar-benar bercampur aduk di dalam hatinya. Tanpa diundang, airmata langsung membanjiri wajahnya.

“Menangislah, wanita bodoh! Menangis lah!” bentak Adrian. Dia langsung meraih wajah Flora dan mencium bibirnya dengan kasar.

Flora mendorong tubuh Adrian namun tidak bisa. Pria itu langsung menahan kedua tangannya dan menciumnya kembali. Adrian menyesap bibir Flora dan menggigitnya.

Beberapa menit kemudian, Adrian menyelesaikan ciuman kasarnya. Dia menatap Flora yang ketakutan itu.

Adrian menarik kursi Flora agar kembali tegak. Tanpa mengatakan apapun, Adrian melajukan kembali mobilnya.

Flora menyeka airmatanya. Dia menatap jalanan dengan airmatanya yang tidak kunjung berhenti. Tangan kanannya meremas dadanya yang terasa ngilu dan berdetak lebih cepat dari biasanya, benar-benar sakit.

Mereka pun tiba di kediaman Flora.

Wanita itu langsung keluar dan berlari masuk ke rumahnya.

Sementara Adrian hanya diam. Berpikir sejenak namun tidak bisa, dia pun memutuskan untuk pulang dan melampiaskan semua kemarahannya.

--o0o--

Hari ini suasana sudah kembali normal.

Meski beberapa orang mulai takut dengan parkiran luar itu, tapi mereka percaya bahwa pelaku sudah ditemukan. Tidak ada yang bisa lolos dari pengawasan seorang Adrian. Kasus itu mungkin sudah selesai.

Crish mengetuk pintu Adrian. Saat pria itu menyahut, dia pun langsung masuk.

“Kasus ini sedikit sulit. Pasti pelakunya salah satu musuhmu," ucap Crish.

Adrian menoleh. Lalu matanya tertuju pada benda yang Crish pegang. “Kenapa itu ada di tangan mu?”

“Oh, bunga ini. Ini milik Flora, kan? Aku menemukannya saat kamu menyeretnya pulang. Flora menjatuhkannya sebelum membanting tubuh pengawal mu itu.” jawab Crish.

“Berikan padaku!" Adrian langsung menghampiri dan mengambil alih pot itu.

“Kamu kasar, Adrian. Bagaimana pun, Flora adalah seorang dokter. Itu yang membuatnya panik saat melihat tubuh yang tergeletak itu,” ujar Crish.

“Kamu membentak dan memarahinya di depan semua orang. Dan apa yang terjadi setelahnya? Flora mengurung diri di kamarnya dan tidak mau keluar. Apa yang kamu lakukan padanya, sialan? Tidak puas kah kamu melukai perasaannya?”

“Apa? Kenapa dia mengurung diri?” tanya Adrian.

“Dasar pria brengsek! Bahkan temannya itu tidak bisa mengajaknya mengobrol. Kamu memang gila, Adrian!” Crish menggeleng.

“Apa maksudmu?!”

“Setelah kamu mengantar Flora, dia tidak ingin berbicara pada siapapun. Dia bahkan tidak membaca pesanku.” Crish menggeleng. Dia pun langsung pergi dari sana.

Adrian mengusap wajahnya. Dia meletakkan bunga itu di mejanya dan langsung mengambil jasnya. Dia memutuskan untuk menghampiri Flora.

Perjalanan itupun selesai. Adrian masih sibuk dengan semua yang bercampur aduk di kepalanya. Dia benar-benar marah pada Flora, tapi kini dia mulai merasa bersalah.

Saat mobilnya masuk ke halaman itu, dia berpapasan dengan Vian yang hendak keluar.

Adrian mencengkram kemudi. Dia menggertakkan giginya dan mencoba menenangkan diri. “Ini tidak akan berhasil. Tapi aku tidak ingin kedatangan ku sia-sia,” ujarnya. Dia masih mencoba menenangkan dirinya.

Adrian pun memarkirkan mobilnya.

“Selamat siang, tuan,” sapa pengawal yang berjaga itu.

Adrian mengangguk. Dia pun langsung masuk ke dalam.

Helma yang sedang membawakan makan siang untuk Flora, tersenyum sopan menyambut pria itu. “Selamat siang, tuan,” sapanya.

“Dimana Flora?”

“Non Flora sedang di kamarnya. Maaf tuan, tapi non Flora tidak ingin menemui siapapun,” ucap Helma.

“Tidak ada yang bisa melarangku bahkan Flora sekalipun. Aku adalah calon suaminya, dan aku berhak tahu bagaimana keadaannya! Biar aku yang memberikan ini,” ucap Adrian tegas. Dia mengambil alih nampan yang Helma bawa itu.

EPHEMERAL LOVE Where stories live. Discover now