Ephemeral Love 21

34.2K 2.3K 7
                                    

Mereka berada di dalam mobil.

Diperlakukan kasar begitu, tentu Flora tidak tahan. Dia ingin memberontak dan menampar pria itu, tapi seolah kelu, hatinya melarang dan tubuhnya melemah. Ucapan Adrian membuatnya menurut dan tidak berani membantah.

“Flora, berbicara lah!” ucap Adrian yang mengemudi.

“Maaf,” gumam Flora.

Tiba-tiba Flora teringat jika dia sering membawakan bunga untuk orangtua Adrian. Dia dan Ghina begitu dekat.

“Adrian, bisakah kita berhenti di toko bunga? Aku ingin me ...” Flora tidak melanjutkannya karena Adrian menatapnya tajam walau hanya sebentar.

Sepuluh menit kemudian, mereka berhenti di toko bunga.

“Tidak lebih dari lima menit,” ucap Adrian.

Flora menoleh dan akhirnya mengangguk. Dia pun keluar dari sana.

Flora mulai memilih. Sesuai yang diketahui, Ghina menyukai bunga tulip.

Setelah memilih, Flora langsung membayar. Tapi perhatiannya tertuju pada bunga yang  ada di meja kasir. Bunga mawar putih itu nampak kecil dan tumbuh sehat dalam potnya.

“Aku ingin ini juga. Tolong," ujarnya. Sang pegawai pun segera menuruti permintaan itu.

Setelah selesai, Flora kembali ke mobil. Dia meletakkan bunga dalam pot itu ke dashboard, sementara tulip yang dirangkai indah itu masih di pangkuannya.

Tanpa mengatakan apapun, Adrian kembali melajukan mobilnya.

Kini mereka tiba di kediaman orang tua Adrian. Mansion mewah itu terlihat di jaga begitu ketat. Tidak ada bedanya dengan mansion Adrian.

“Bunga ini?” tanya Adrian pada Flora yang hendak keluar.

“Oh itu, aku membelinya untuk mu," jawab Flora seraya keluar dari mobil.

“Sudah ku duga. Tidak mungkin dia akan berubah secepat itu,” gumam Adrian. Dia pun langsung keluar dan berjalan senada dengan wanita itu.

Felix dan Ghina terlihat sudah lama menunggu. Ghina berlari menghampiri mereka dan langsung memeluk Flora.

“Ini untuk mama?” tanya Ghina.

Flora mengangguk dan tersenyum. Dia menyerahkan bunga itu pada Ghina.

Felix pun ikut memeluk Flora. Hal itu sudah biasa, tapi bagi Flora mereka sangat asing.

Adrian melipat tangannya menatap mereka. Dia bingung, sebenarnya siapa anak dari kedua orang tua kandungnya itu?

“Mama juga sangat merindukanmu,” ujar Ghina. Akhirnya dia memeluk putra semata wayangnya itu.

Felix adalah pria yang tegas. Dia tidak pernah memanjakan Adrian, meski istrinya selalu memenuhi permintaan putranya. Dia hanya menepuk bahu pria itu.

Mereka pun duduk di sofa.

Merasa tidak nyaman duduk diantara kedua orang tua Adrian, Flora hanya mengangguk saja menanggapi percakapan mereka.

“Jadi mama benar-benar sangat bosan menunggu papa mu selesai dengan pekerjaannya. Untungnya dia membayar kebosanan ku dengan menyisakan waktunya,” ujar Ghina.

Flora tersenyum dan mengangguk.

“Mama tidak mau tahu, Flora. Kamu harus memakai semua oleh-oleh yang mama bawa,” ucap Ghina.

“Iya, m-ma. Nanti Flora pakai,” balas Flora.

Felix melihat putranya yang menatap Flora serius. Tidak sedetikpun perhatiannya teralihkan dari calon menantunya itu. Felix tahu maksud tatapan itu, sifatnya dominan diwariskan kepada putranya.

“Sebenarnya papa tidak setuju kamu bekerja di rumah sakit," ucap Felix pada Flora.

Flora menengadah menatap pria itu.

“Tapi tidak apa-apa karena kegiatan mu dibatasi. Papa tidak mau saja menantuku kelelahan,” ucap Felix.

“Mm, mama pun tidak setuju. Tapi Tommy dan Yogi mengatakan jika keadaan mu mulai membaik saat bekerja di rumah sakit. Kamu senang karena bisa berkumpul dengan teman-teman mu, ya?” tanya Ghina.

Flora mengangguk antusias. Mendapatkan dukungan dari kedua orang itu, Flora pun mulai merasa nyaman.

Tibalah malam.

Flora dan Adrian pun memutuskan untuk pulang. Orangtua Adrian melambai pada mobil mereka yang mulai menjauh.

Flora tersenyum. Rindunya pada mommy Stella terobati karena Ghina begitu menyayanginya.

“Ahkk, aku rindu sekali pada mommy,” gumamnya.

Adrian menoleh sekilas. “Ingin berkunjung ke mana sebelum pulang?" tanya Adrian.

“Aku ingin pulang. Aku benar-benar lelah dan ingin istirahat,” jawab Flora.

“Ingin tidur di rumahku?" tanya Adrian lagi.

“Tidak!” Flora langsung menolak dengan segera.

“Kalau begitu kita ke danau saja.”

Mereka pun tiba di danau. Sekarang masih pukul delapan, jadi masih banyak orang di sana.

“Angsanya menggemaskan,” ucap Flora. Dia langsung memotret angsa-angsa itu. Kegiatannya tidak luput dari perhatian Adrian.

“Lihat? Ini sangat menggemaskan, anak-anaknya mengikuti dari belakang. Tapi bukankah ini anak bebek?” tanya Flora menghampiri Adrian yang duduk di kursi. Dia menunjukkan gambar di ponselnya.

“Ini sudah malam dan mereka masih di luar. Kasihan,” gumamnya lagi.

Adrian menatap bibir Flora yang mulai berbicara  kembali padanya. Tentu saja dia merindukan Flora yang selalu membicarakan apapun padanya meski dia mengacuhkannya.

“Lucu kan?” tanya Flora lagi. Dia benar-benar menyukai tempat itu.

“Ya, Flora. Mereka sangat lucu. Tapi makhluk apa yang ada di sini?” Adrian menunjuk ujung gambar itu. Tepat di bawah jembatan kecil yang berada di pinggir danau.

“Mm, mana? Tidak ada,” tanya Flora bingung.

“Rambutnya panjang dan wajahnya pucat,” jawab Adrian.

Flora melemparkan ponselnya dan langsung memeluk lengan pria itu. “Jangan bercanda, Adrian!” Dia panik.

Adrian tersenyum miring. “Apa ada dokter yang penakut?” tanyanya.

Ya, sebenarnya Flora penakut. Adelle membuat sifat karakter itu mirip seperti dirinya.

“Dokter juga manusia. Aku tidak takut melihat mayat, tapi jika hantu ....” Flora bergidik dan mengeratkan pelukannya.

“Dia mendekat, Flo. Sudah di samping mu," ucap Adrian pelan.

Flora naik ke pangkuan pria itu dan memeluknya erat. “Jangan tinggalkan aku, katakan padanya aku tidak bermaksud memotretnya. Aku akan membuang ponselku, cepatlah Adrian! Aaarkk!”

Adrian menahan tawanya. Dulu dia menganggap Flora hanya berpura-pura ketakutan agar mendapatkan perhatiannya, tetapi dia merasa senang karena wanita itu sebenarnya penakut.

“Tidak ada hantu, Flora. Memangnya kamu pernah melihat mereka?”

Flora menggeleng. Dia mengangkat kepalanya dan melihat sekitar dengan takut-takut.

“Aku ingin pulang. Dia tidak akan mengikuti kita, kan?" tanyanya. Dia mendongak menatap pria itu.

“Tunggu! Aku kan bisa bela diri. Kenapa aku takut pada hantu? Hantu tidak ada! Mommy bilang hantu itu ada, agar aku tidak mau menjadi dokter!” Batin Flora.

Sadar dengan perbuatannya, Flora langsung turun dari pangkuan Adrian. “Kita pulang saja," ucap Flora bergerak lebih dahulu.

Adrian mengambil ponsel Flora yang tergeletak di tanah, dia pun mengikuti wanita itu. Dia menatap langkah kecil Flora yang seolah menunggunya.

“Flora, dia ada di ...”

“Berhentilah bercanda, Adrian! Aku tidak takut!” ucap Flora. Tapi dia menghampiri pria itu agar mereka berjalan bersama. Dia memegang ujung jas Adrian karena takut ditinggalkan olehnya.

EPHEMERAL LOVE Where stories live. Discover now