Ephemeral Love 68

23.3K 1.7K 69
                                    

Flora begitu lelah sore ini. Kakinya malas untuk melangkah keluar dari lift. Dia akan shift malam padahal dirinya baru saja pulih.

Dokter Hans mungkin hanya pencitraan saja dengan pura-pura peduli. Sebenarnya dia cukup rugi saat Flora sekarat karena pekerjaannya menjadi lebih banyak dan sulit, sementara dia sudah mulai menua dan butuh bantuan orang yang lebih muda.

Flora menguap. “Ini melelahkan. Aku ingin istirahat dan berdiam diri di rumah, sungguh.” Dia bergumam menuju resepsionis lalu meminta data beberapa pasien.

Flora terdiam saat melihat poster didepannya. Disegala penjuru kota yang dibahas adalah Ephemeral Love. Penulisnya menghilang lantaran karyanya semakin naik daun.

Dia menatap gambar wajah pria itu. Dia terdiam untuk sesaat dan menghela nafasnya. “Aku merindukan, Adrian.”

“Eh? Dokter Flora punya Adriannya, ya? Tapi Bu Stella selalu datang dan mengatur jadwal kencan mu, dok,” kekeh pegawai di sana.

Flora menghela nafasnya karena godaan itu. Dia menarik berkas itu dengan tidak hati-hati sampai semua berkasnya tercecer di lantai.

Flora dengan segera memungutinya.

Satu detik... dua detik...

Suasana yang tiba-tiba lebih hening membuat semua bisa mendengarkan derap langkah berirama itu.

“Permisi, apakah kamu melihat adikku, Adelle? Dia seorang dokter juga di sini.”

Deg.

Tubuh Flora menegang. Dia memutar badannya untuk melihat siapa gerangan yang berbicara itu. Kenapa suaranya begitu sama dengan pria yang dia rindukan setengah mati?

Jantung Flora semakin dipacu tak karuan. Dia berdiri pelan menatap wajah pria di depannya. Adrian?

“Permisi?” Pria itu menggerakkan tangannya tepat di depan Flora. Wanita itu hanya diam dan menatapnya penuh dengan luka, rindu, sakit, cinta? Tatapan itu membuatnya tidak nyaman, tatapan itu seolah dia baru saja menyakiti atau mengakhiri hubungan dengannya.

Tidak mendapatkan jawaban dari Flora, lantas pria itu bergerak menuju resepsionis. Flora berbalik menatap kemana perginya dia.

Tubuhnya kaku dan mulutnya kelu. Hatinya begitu merindukan Adrian yang menatapnya sebagai orang asing.

“Permisi, adikku seorang dokter di sini. Namanya Adelle, apa dia sudah kembali bekerja?” tanya pria itu.

Sontak kedua pegawai itu berteriak histeris.

“Astaga! Adrian benar-benar nyata!”

“Aku penggemar mu, aku begitu mencintaimu, Adrian!” Salah satunya meraih tangan Adrian dan menyalaminya.

Pria yang tidak merasa nyaman itu menarik tangannya lalu menggeleng. “Tolong beritahukan pada Adelle jika kakaknya datang berkunjung.”

Dia pun berlalu pergi. Dia menatap sekilas Flora yang masih menatapnya. Kenapa tatapan wanita itu begitu sendu? Kakinya melangkah pergi meninggalkan rumah sakit tersebut.

Airmata mengalir deras membasahi pipi Flora. Dia langsung berjongkok, meringkuk memeluk lututnya. Dia menangis sesegukan tanpa peduli dengan sekitar.

Hatinya terasa begitu sakit, tubunya dan otaknya lelah. Kenapa rasanya begitu sakit saat melihat sosok pria itu? Dia begitu mencintai Adrian, dan siapa pria berwajah dan raga yang sama itu? Kenapa dia menatapnya dengan tatapan asing seolah mereka tidak saling tahu?

Tangisan pilu terdengar memenuhi ruangan itu.

Semua orang menatapnya iba, namun sebagian lagi langsung mengabadikannya. Ini akan menjadi berita panas, lantaran sosok Adian dan Flora muncul di dunia nyata dengan cara seperti itu.

Seorang dokter wanita langsung menghampiri Flora yang menangis sejadi-jadinya. Dia memeluknya dan menepuk-nepuk punggungnya. “Tenanglah, Flora. Ada apa?”

Flora semakin menangis. “Sakit, Ra! Hati ku rasanya sakit sekali! Kenapa Adrian muncul dan tidak mengenaliku? Apa dia membenciku? Apa aku sudah gila? Kenapa rasanya sangat sakit saat aku melihatnya yang menatap asing diriku?” Isakan pilu itu membuat semua orang terdiam. Bahkan beberapa orang yang merekam mulai tidak tega.

--o0o--

Flora menghela nafasnya siang ini. Dia begitu lelah, benar-benar lelah. Kakinya terarah menuju IGD dengan buru-buru. Baru saja wanita itu menyelesaikan operasi, sekarang dia harus ikut andil menangani pasien di sana.

Setelah selesai dengan kegiatannya, dia berbalik dan hendak meninggalkan ruangan itu. Kotak yang Flora pegang terjatuh karena dia terkejut melihat sosok Adelle yang menatapnya sambil tersenyum.

“Sudah bangun, ya Flo? Aku begitu merindukan mu,” ujarnya. Adelle langsung memeluk Flora dengan erat.

Flora mendorong wanita itu dan menatapnya tajam. “Sebenarnya apa yang sedang terjadi, Adelle? Kenapa semua yang kamu tulis ku alami saat aku sekarat?”

Adelle mengerutkan keningnya, lalu dia tersenyum seperti biasanya. “Jangan disini, dong. Aku masih mau menjaga rahasia ku.” Dia pun bergerak menuju taman belakang dan Flora segera mengikutinya.

“Bagaimana kabarmu?”

“Jangan basa-basi, Del!" Flora menatap wanita itu. “Ini tidak masuk akal,” ujarnya.

“Mana aku tahu, Flora. Semuanya berjalan diluar kendali ku. Bahkan sebenarnya kamu yang mengubah cerita itu dengan berkelana ke sana. Terdengar mustahil, bukan? Namun kamu sendiri yang mengalaminya,” ucap Adelle.

Flora menghela nafasnya dan menggeleng. “Bagaimana kamu tahu semua tentang ku? Termasuk bekas operasi di dada ku?” Dia menatap wanita itu penuh curiga. Mereka mulai berteman sejak menjadi dokter, dan bekas operasi itu sudah ada sejak enam tahun yang lalu.

  Adelle tersenyum. Dia bergelayut manja pada wanita itu dan memeluknya. “Apa, sih? Kita kan sahabat,” ucapnya gemas.

“Adelle! Ini aneh! Ku rasa semua perasaan itu masih ada padaku. Dan yang paling buruk, hatiku selalu sakit saat mengingat semuanya. Meski terkadang di sana ada saja perasaan yang menguasai pikiran dan tubuhku, semua itu benar-benar mengubah hatiku!”

Adelle melepas pelukannya dan menatap Flora. Dia pun bersandar di kursi menunggu wanita itu melanjutkan perkataannya.

“Adrian tidak nyata dan aku mencintainya! Apa kamu tahu aku sampai berhalusinasi melihatnya kemarin sore? Dia menatapku seolah tidak pernah mengenal ku!”

Adelle masih diam dan menatapnya, lalu dia tersenyum.

“Tapi ini benar-benar aneh, Adelle!”

“Ingin menanyakan lagi tentang bagaimana aku tahu bekas operasi mu?” tanya Adelle.

Flora menoleh menatap wanita yang tersenyum manis itu. “Kamu gila, sepertinya karena kamu terobsesi pada ku!”

Adelle mengangguk. “Aku hanya ikut-ikutan saja, sebenarnya bukan aku yang terobsesi padamu.” ujarnya membuat Flora menatap bingung wanita itu.

“Apa?”

“Dari semua karyaku, hanya Flora dan Adrian lah yang murni bukan ciptaan ku. Aku menjadikan manusia nyata sebagai visualnya, kamu dan kakak ku,” ujar Adelle santai.

Wanita di sampingnya mendadak terdiam dengan semua perkataannya. Dia menggeleng menatap Adelle yang selalu memasang senyuman khasnya.

Sementara itu, di sebuah ruangan yang besar dan megah, seorang pria terlihat duduk di kursi kebesarannya.

Tangan kekar pria itu memegang daun bunga yang dia rawat begitu telitinya. “Aku begitu gugup, padahal perasaan ku selalu menggebu padanya. Kapan Flora menjadi milikku? Semoga dengan segera, Adrian! Kamu tahu itu akan terjadi dengan segera!”


EPHEMERAL LOVE Where stories live. Discover now