Ephemeral Love 12

39.1K 2.6K 1
                                    

Flora dan Tommy memasuki sebuah gedung besar. Keadaan begitu ramai, semua orang nampak menikmati acara yang diadakan.

“Ayah sama teman-teman dulu. Kamu bisa menunggu dimana saja. Pengawalmu tetap berjaga, dan jika butuh sesuatu langsung beritahu saja.” Tommy mengelus kepala Flora dan pergi setelah putrinya tersenyum dan mengangguk.

“Ya, ini bagus. Hanya saja bagaimana aku bisa menendang pria dengan pakaian seperti ini?" gumam Flora. Dress-nya sedikit ketat, namun Flora benar-benar menyukai penampilannya itu. Jarang sekali dia memakai pakaian bagus.

Wanita itu pun duduk di kursi yang disediakan. Di sana dia bisa melihat semua kesibukan itu.

Mata tak luput darinya. Ada beberapa orang yang mulai menatapnya dan membicarakannya.

“Astaga, dia yakin dengan itu? Maksudku, badannya bagus sekali.”

“Tunangan Adrian benar-benar menggoda. Tapi kenapa mereka masih belum menikah? Apa masalah mereka belum selesai?”

“Lihat leher dan paha mulus itu!”

“Jika pernikahan mereka tidak jadi, aku akan maju yang paling depan!”

“Baiklah, jika Flora untukmu, maka Adrian untuk ku saja.”

“Kamu yakin? Dia punya penyakit jantung.”

Tidak tahan dengan semua itu, Crish yang berdiri tak jauh dari sana menghampiri Flora.

“Ini,” ucapnya. Dia memberikan jasnya untuk menutupi paha Flora. Belahan dress itu sedikit menampilkan pahanya.

Flora menoleh dan tersenyum. “Kebetulan aku kedinginan. Terimakasih, Crish.”

“Kamu bosan, ya?” tanya Crish.

“Ya, tapi tidak masalah. Aku hanya ingin menemani ayah saja.”

Hening. Crish tidak mengajak Flora mengobrol lagi. Pria itu mulai sibuk dengan ponselnya sementara Flora hanya menatap sekitar dengan tatapan malas.

“Hey, Flora. Lama tidak melihatmu. Kamu begitu menggoda malam ini," ucap seorang pria menghampiri. Tampilannya begitu sempurna, tato pada lehernya mengintip dibalik kerah kemejanya. Pria itu bernama Elang. Salah satu kolega sekaligus rival Adrian.

“Mm... terimakasih," balas Flora sedikit bingung. Tapi akhirnya dia tersenyum padanya.

“Ingin keluar? Di sini membosankan," ucap Elang.

Flora mengangguk. Saat hendak pergi, Crish menahan tangannya. “Tidak boleh, Flora.”

“Kenapa?" Elang tersenyum miring menatap pria itu.

Flora yang merasa bosan tentu saja memilih ajakan Elang. Lagipula dia mulai jenuh dengan keadaan yang semakin ramai.

“Dia sudah bertunangan, jika kamu lupa.” Crish langsung berdiri dan melepaskan tangan Flora.

Elang melipat tangannya. “Mereka hanya tunangan, belum menikah! Lagipula siapa yang tidak tahu tentang penundaan berulang kali dari si brengsek itu?”

Merasa tidak nyaman dengan kedua pria itu, Flora langsung mengambil tasnya. “Aku ingin ke toilet. Silahkan lanjutkan urusan kalian," ucapnya dan langsung pergi.

Kedua pria itu menatap punggung Flora yang menjauh. Crish langsung mencekal Elang yang ingin mengikuti wanita itu.

“Jangan mengacau, sialan!"

Sementara itu, Flora sudah duduk di salah satu kursi taman. Beruntung jas Crish masih ada padanya. Dia memakai itu karena hawa diluar jauh lebih dingin.

“Heh, penyakitan!" Seorang wanita menghampirinya.

“Aku?” Flora yang bingung menunjuk dirinya sendiri.

“Kenapa kamu selalu menggunakan penyakit mu sebagai senjata? Kamu hanya menghalangi wanita lainnya! Sekarang kamu malah mendekati Crish dan Elang! Dasar gatal!” ucap Minna.

“Apa?”

“Hidupmu singkat! Kenapa kamu egois? Aku bahkan menunggu giliran untuk mendekati Adrian, tapi dia justru terikat pada wanita yang hampir mati seperti mu! Jauhi mereka, sialan!”

Flora langsung berdiri. “Perhatikan dirimu sendiri. Apa yang kamu punya dan apa kelebihan mu sampai bibir mu panas dan berapi-api begitu?”

“Apa?! Berani sekali kamu! Yang penting aku sehat dan umurku panjang! Tidak seperti mu yang bergerak sedikit sudah hampir mati. Kuingatkan kembali, jangan mendekati mereka!” Minna pun langsung pergi bersama kedua temannya.

Flora mengerutkan keningnya. Dia bergidik melihat mereka. Bukan karena takut, hanya merasa jijik saja dengan perkataannya.

Crish menatap interaksi mereka. Hal yang sama dilakukan oleh pengawal yang bertugas menjaga Flora, baik pengawal dari ayahnya dan juga dari tunangannya. Flora merupakan sasaran empuk bagi kedua musuh pria-pria itu.

Tidak ingin ambil pusing, Flora langsung duduk santai kembali.

“Jalan ramai. Apa ku coba sekarang, ya?” Dia bergumam. Pandangannya jauh menelusuri jalanan besar dari taman lantai dua itu.

“Pekerjaan ku sangat banyak. Aku pun merindukan mommy dan Adelle. Tapi aku takut mati, astaga! Aku tidak mau mati!” Dia benar-benar pusing sendiri.

Sebuah tangan kekar menyentuh bahunya. Flora terperanjat kaget dibuatnya.

“Kenapa sendiri?” tanyanya.

Flora tidak menjawab. Dia fokus menatap wajah ramah dan tampan itu. Dia benar-benar tidak mengenalinya.

“Vian. Sepertinya kamu hanya mengingat Adrian saja. Mati-matian aku mencari mu, kamu malah melupakan ku," ucapnya.

Flora mengangguk. Vian adalah teman kecilnya. Wanita itu benar-benar malas berbicara apalagi dengan orang-orang baru.

“Bagaimana pernikahan kalian? Kudengar Adrian menunda lagi. Apa tidak sebaiknya kamu menyerah saja? Maksudku masih banyak pria lain yang akan mencintai mu," ucapnya terus terang.

“Hm?” Flora menatapnya bingung.

“Maaf, aku terlalu buru-buru padahal ini adalah pertemuan pertama kita setelah kepulangan ku. Apa kamu punya waktu besok? Kita bisa bermain-main seperti biasanya," ujar Vian.

Flora tersenyum dan menggeleng.

“Flora, ada apa denganmu? Kenapa kamu  sedikit pendiam? Biasanya kamu akan memelukku dan menceritakan banyak hal. Apa ada masalah? Adrian memarahi mu lagi?”

Flora tersenyum lagi. “Terimakasih sudah khawatir. Itu benar-benar tidak cocok untuk wajahmu," ucap Flora kemudian.

EPHEMERAL LOVE Where stories live. Discover now