Ephemeral Love 39

26.9K 1.8K 2
                                    

Flora mendengus kesal. Jam makan siang sudah tiba, itu artinya dia harus ke kantor Adrian.

  Suaminya mengatur jadwal Flora dengan serius. Di pagi hari, dia akan mengantar Flora ke rumah sakit. Di jam makan siang, Flora harus ke kantor Adrian. Dari sana dia akan bersama suaminya, dan akhirnya pulang ke rumah. Hal ini sudah berlaku selama dua mingguan.

Flora ke luar dari rumah sakit, dan melihat supirnya yang menunggu. Dia pun langsung masuk ke mobil dengan ekspresi kesalnya.

“Hujan lagi.” Flora menatap jalanan yang langsung basah itu.

“Nyonya, apa ada yang anda butuhkan?” tanya supirnya yang menyetir.

“Tidak, terimakasih.” Flora menatap menatap kaca mobil yang terkena rintik air itu.

Mereka pun tiba di Raeheorms Company.

Flora memasuki ruangan Adrian.

“Ini Flora," ucapnya. Karena sudah terbiasa, dia pun langsung duduk di sofa.

Adrian menoleh sekilas, lalu kembali dengan kesibukannya.

“Adrian,” panggil Flora.

“Ad-ri-an?”

“Ian? Adrian?”

“Suamiku?”

Adrian menoleh. Dia melipat tangannya dan menatap Flora.

“Apa sesulit itu untuk membalas panggilan ku? Kamu sibuk?" tanya Flora padahal jelas-jelas suaminya tengah sibuk.

“Gunakan matamu, Flora. Aku sibuk," jawab Adrian ketus. Pria itu langsung melanjutkan kegiatannya.

“Adrian?”

“Ada apa?!”

Flora mengerucutkan bibirnya. Dia tidak suka dengan respon pria pemarah itu. “Aku ingin meminta waktu lebih di rumah sakit. Satu jam saja, apa boleh?” tanya Flora penuh harap.

“Tidak boleh! Makan siang akan datang, tunggulah dan jangan ribut," ucap Adrian.

Flora menghela nafasnya. Bukannya tidak bersyukur pada kebebasan yang dia dapat sekarang, namun siapapun akan merasa tidak nyaman dengan peraturan gila itu.

Adrian menatap Flora. Dia meneliti rambut basah dan pakaian tipisnya itu.

“Kenapa ditutup?” tanya Adrian saat Flora menyilangkan tangannya di depan dada.

“Dasar mesum,” gumam wanita itu pelan.

“Kamu sengaja melakukannya, kan? Agar pria lain melihat tubuhmu? Ganti itu sekarang juga!” tegas Adrian penuh peringatan.

“Aku tidak punya baju ganti,” ujar Flora.

“Pakai saja kemeja ku yang di sana. Setelah itu keringkan rambutmu. Aku tidak mau mengurus mu jika sakit karena kebodohan mu sendiri!”

“Iya! Iya!” Flora kesal. Dia langsung menghentakkan kakinya menuju kamar mandi.

Setelah beberapa saat, Flora muncul dari balik pintu kamar mandi. “Adrian..... Bisakah kamu menyuruh seseorang agar membawa pakaian untukku?" tanyanya pelan.

Adrian menoleh dan menatap Flora yang mengintip dibalik pintu.

“Aku sudah menyuruhnya sedari tadi. Hanya saja mereka belum datang,” jawab Adrian.

“Kemari lah, kamu bisa masuk angin.” ucap Adrian.

Flora dengan malu-malu muncul dari kamar mandi.

Adrian mengulum senyum melihat istrinya itu. Kemejanya benar-benar menelan wanita itu. “Pakai ini juga,” ucap Adrian sembari menyodorkan jasnya.

Flora sadar jika Adrian mulai memperhatikannya. Dia bersyukur karena pria itu tidak sekejam bayangnya. Flora pun meraih jas itu.

Adrian menatap kaki mulus Flora dan kemudian menatap wajahnya.

“Jangan menatap ku begitu, Adrian. Aku takut,” ujar Flora pelan.

“Duduklah. Jangan berkeliaran dengan pakaian itu.”

--o0o--

Setelah berganti pakaian dan makan siang, Flora kembali memainkan ponselnya di sofa.

Suara ketukan pintu membuatnya menoleh. Crish datang membawa beberapa dokumen.

“Tolong tandatangani semua ini. Aku sudah memeriksanya,” ucap Crish.

Dia pun menghampiri Flora yang tersenyum padanya. “Kamu pasti bosan,” ujar Crish.

Flora mengangguk.

“Makanya aku membawakan mu ini. Aku berjumpa dengan om Tommy, dia menitipkan peralatan menyulam mu.”

Wanita itu tersenyum dan menerimanya dengan senang hati. Dia akan mempelajari hobinya kembali untuk mengusir rasa bosannya.

“Terimakasih,” ujarnya. Dia langsung menautkan benang ke dalam lubang jarum. Helma sudah mengajarinya beberapa hal, meski awalnya Helma agak curiga dengan itu.

Satu-satunya yang bisa Flora lakukan adalah menyulam pinggiran dan membuat bunga, meski itu tidak rapi. Dia akan membuatkan sekuntum mawar putih di kain bewarna hitam itu.

“Awasi sebentar, aku ingin mengangkat telepon dari Amos,” ucap Adrian pada Crish. Amos adalah kepala kepolisian di kota itu.

Adrian keluar dari ruangannya.

“Apa ada kemajuan?” tanyanya.

“Tidak, tuan. Ini benar-benar aneh karena cctv pun mati.”

“Tapi saya rasa dia adalah orang terdekat anda. Seseorang yang bisa masuk ke dalam rumah, ruangan kerjamu, dan seseorang yang tahu titik vital manusia,” ucap Amos lagi. Sudah berulang kali dia mengatakan ini namun Adrian tidak percaya.

“Satu-satunya orang terdekat ku yang mengerti titik vital manusia, adalah istri ku. Kamu tahu jika dia selalu bersama ku dalam tiap saatnya, kan? Cari sampai dapat atau aku akan meruntuhkan semua jabatan-jabatan mu!” Adrian langsung menutup panggilan itu.

Dia pun kembali ke ruangannya dan menatap Flora yang mengisap jemarinya. Tangan wanita itu tertusuk oleh jarum.

Crish meraih jemari Flora dan memasang plester tebal di ke sepuluh jemari itu. “Sekarang kamu tidak akan terluka lagi,” ujarnya.

Flora tertawa kecil. Dia pun mengangguk dan melanjutkan kegiatannya.

“Kemana Isvara?” tanya Adrian setelah duduk di kursinya.

“Menghadiri pernikahan sepupunya," jawab Crish menoleh.

“Dalam satu minggu?” selidik Adrian.

“Ya. Tempatnya jauh.”

Sembari bertanya, Adrian menatap wajah istrinya dan mencari kecemburuan di sana. Nihil, wanita itu terlihat tidak peduli sama sekali. Flora diam dan fokus pada kegiatannya.

EPHEMERAL LOVE Where stories live. Discover now