Ephemeral Love 13

38.1K 2.7K 6
                                    

Vian menemani Flora selama di sana. Rasa bosan Flora pun hilang dengan kenyamanan yang pria itu ciptaan. Dia benar-benar ramah dan humoris.

“Aku biasa melakukan ini, tapi kita sudah besar. Aku ingin mendengar detak jantung mu lagi. Apa dia masih lemah?” ucap Vian.

Flora menggeleng. Jiwa dokternya semakin menggebu-gebu. Dia meraih tangan Vian dan meletakkannya di dadanya.

“Kamu bisa merasakannya,” ucap Flora.

Vian terdiam sejenak, dia merasakan detak jantung itu. Kini jantungnya berdegup kencang, darahnya berdesir dan wajahnya sedikit memerah sampai ke telinganya.

“Mm, dia berdetak dengan tenang. Itu baik.” Segera pria itu melepaskan tangannya. Dia langsung membuang pandangannya jauh-jauh.

Flora menatap pria itu dan tersenyum. “Kamu tahu? Setelah ayah, kamu adalah orang kedua yang berhasil membuatku nyaman.” ucap Flora terus terang. Dia merasa nyaman dengan pria itu.

Namun perkataannya yang menganggap Vian sebagai teman, membuat pria itu berbunga-bunga. Dia merindukan Flora setelah empat tahun pergi ke luar negeri. Ternyata rindunya bukan untuk sebatas teman, perasaannya melebihi itu malam ini.

Sementara itu, seorang pria jauh dari sana mengepalkan tangannya sampai kukunya memutih. Amarah menyelimutinya, dan kesabarannya benar-benar di uji.

“Hanya beberapa jam, dan ini yang terjadi?!” Dia memukul mejanya dan melempar tabletnya.

--o0o--

Adrian love

Adrian, aku izin ke rumah sakit. Aku tidak akan mengacau dan mengikuti batasanmu. Aku bosan di rumah dan ingin bekerja. Hanya pekerjaan ringan.
__________


Tak ingin mencari masalah, Flora mengirimkan pesan izin itu. Itupun terpaksa karena Tommy menyarankannya.

Kini Flora menyelesaikan sarapannya dan masuk ke mobil.

“Belum dibalas. Sepertinya Adrian sedang sibuk bersama Isvara. Atau mungkin mereka sedang berdua saja," gumamnya.

Sementara pak Dony, dia merasa kasihan mendengarnya. Supir itupun melajukan mobilnya.

“Non, den Vian sudah pulang, yah?" tanya Dony ramah.

Flora mengangguk dan berdehem singkat.

“Saya sedikit khawatir karena tuan Adrian belum pulang, tapi untungnya den Vian mengantar nona kemarin.” ujarnya lagi.

“Iya, pak. Vian benar-benar perhatian,” ucap Flora membalas.

--o0o--

Adrian memasuki kamar hotelnya. Hari ini dia benar-benar sangat letih.

Setelah membersihkan diri, dia meraih ponselnya dan menatap pesan Flora tadi pagi. Sengaja pria itu mematikan ponselnya karena rapat.

Adrian adalah tipekal pria yang tidak suka dihubungi. Pesan Flora dengan niat baik itu membuatnya menghela nafas karena kesal.

Pria itu memang selalu mengacuhkan Flora. Tidak ada cinta diantara mereka. Namun perkataan Crish membuatnya sedikit khawatir, tentang perubahan sikap Flora yang mungkin saja sudah mempunyai pria lain.

Dia memang selalu mengundur pernikahan mereka, karena pada dasarnya mereka hanya dijodohkan oleh orangtuanya. Namun melihat video kemarin, dia benar-benar meledak. Amarahnya memuncak saat Flora sendiri yang meraih tangan Vian.

Adrian menoleh saat mendengar ketukan pintu. Dia pun menghampiri dan membukanya.

“Kamu meninggalkan ini. Bisa saja Flora marah lagi,” ucap Isvara sembari memberikan sebuah paper bag.

“Buang saja. Atau berikan pada yang lain. Jangan menggangguku, aku ingin istirahat!” Setelah mengatakan itu, Adrian menutup pintunya.

Adrian berjalan menuju kasur. Dia meraih kembali ponselnya dan menghubungi Crish.

“Flora sudah pulang?” tanyanya.

“Mana ku tahu, aku masih di kantor. Lagipula kenapa bertanya padaku?”

“Pengawal-pengawal sialan itu belum memberi laporan,” balas Adrian ketus.

“Ya sudah, tanya langsung pada Flora. Kenapa kamu peduli? Kamu selama ini menyakiti perasaannya," ucap Crish.

“Kamu akan mendapatkan bagianmu juga, Crish! Berani sekali kamu membiarkan Flora mengobrol dengan pria lain!”

“Aku mencegat Elang, tapi Vian adalah teman Flora.” Crish terdengar mendengus.

“Jadi dia bisa menyentuh dan mendekati tunangan ku, begitu?!”

“Sejak kapan kamu peduli? Flora sudah lelah mencintai seorang diri. Dia butuh pria baik yang bisa membalas perasaannya,” ucap  Crish dan langsung mematikan telepon mereka.

“Kamu  bermain-main dengan ku, Flora! Tunggu saja!”

EPHEMERAL LOVE Where stories live. Discover now