Ephemeral Love 61

19.5K 1.3K 35
                                    


Crish merenung di taman rumah sakit. Dia menghela nafasnya berulang kali. “Jika Flora baik-baik saja, aku berjanji untuk menghapus perasaan ku padanya. Aku berjanji akan merelakannya,” ucapnya pelan.

Seorang wanita yang menatap pria itu dari jarak yang sedikit jauh, berdecak kesal. Dia pun menghampiri Crish.

“Hey, sore begini sedang apa?” tanya Isvara.

Crish menoleh. “Aku tidak tahu. Aku begitu khawatir saat ini,” jawab Crish.

Isvara menggandeng tangan Crish dan bersandar padanya. Crish terperanjat kaget dibuatnya.

“Kenapa? Kamu tidak suka?” tanya Isvara saat Crish melepaskan tangannya.

“Kamu di rumah sakit tapi tidak pernah menjenguk Flora sekali pun. Apa karena semua bukti yang Flora cari tahu sendiri itu?” tanya Crish sedikit curiga. “Kamu tidak menyukai Flora karena fakta bahwa tante Rumy membunuh ibunya?”

“Apa?” Isvara menatap Crish.

“Aku bertanya kenapa kamu tidak pernah menjenguk Flora? Kamu juga pernah membiarkannya kesakitan dan tidak membantunya. Aku mulai curiga padamu,” ujar Crish.

“Apa? Kenapa kamu curiga padaku? Dan untuk apa aku menjenguk wanita yang hampir mati itu?”

Crish menatapnya dengan tatapan tajam. “Aku sedikit khawatir jika kamu sama seperti tante Rumy.”

“Jangan gila, Crish! Aku tidak akan melakukan hal bodoh hanya untuk memisahkan Adrian dan Flora. Aku tidak ada masalah dengan hubungan mereka. Aku hanya mencintaimu!”

“Apa?” Crish benar-benar terkejut.

“Aku mencintai mu, Crish. Kamu mengatakan jika cinta sebelah tangan itu menyakitkan, kan? Sekarang balas perasaan ku!” ujar Isvara.

“Jangan gila, Isvara!”

“Aku mencintai mu, Crish. Sudah sejak lama, sejak aku mengatakan itu padamu dulu. Kamu hanya mengganggap ku bermain-main saat itu. Aku ingin menjadi milikmu, aku ingin hidup bersamamu!” Isvara meraih tangan Crish dan menggenggamnya.

Crish menepisnya dan langsung beridiri. “Aku tidak mencintai mu. Aku mencintai Flora.” ujar Crish.

“Kenapa hanya Flora, Flora, dan Flora?! Kenapa kalian mencintai wanita yang hampir mati itu, hah?! Aku di sini, di depanmu! Dan kamu masih memikirkan Flora?”

“Flora tidak akan mati!” tegas Crish.

“Dia akan mati! Cepat atau lambat, dia akan mati! Aku tidak peduli bahkan jika aku yang akan menjadi alasan kematiannya! Aku tidak peduli asal kamu menjadi milikku!”

“Kamu gila, Isvara. Benar-benar gila!” Crish menggeleng dan langsung meninggalkan wanita itu.

--o0o--

Lamunan Adrian buyar saat Ghina menepuk pundaknya.

“Maaf, mama datangnya terlalu sore. Jalanan macet,” ucap Ghina.

Adrian menoleh sekilas, lalu kembali menatap istrinya. “Ma, aku yakin kalian semua sudah tahu keadaan Flora dari dokter Yogi. Apa menurutmu Tuhan tidak ingin memberikan keadilan pada Flora?”

“Heh! Apa yang kamu bicarakan? Flora akan baik-baik saja.”

“Seberapa kuat aku memaksa diriku untuk mempercayai itu, aku tidak bisa, ma! Para dokter itu mengatakan tidak ada lagi harapan. Flora hanya bertahan karena semua peralatan medis ini,” ucap Adrian frustasi.

“Adrian, dengarkan mama! Jangan jadi bodoh seperti ini! Flora akan baik-baik saja, kamu harus mempercayainya!” ujar Ghina tegas.

Adrian menghela nafasnya. Dia naik ke ranjang dan memeluk istrinya dengan erat. Tangan kirinya dia gunakan untuk mengelus wajah pucat itu. “Flo, sudah cukup tidurnya. Jangan mengujiku, sayang. Aku benar-benar mencintaimu," ucapnya.

Mamanya menggeleng pasrah. Wanita itu memilih duduk di sofa dan tidak menggangu Adrian untuk saat ini.

Adrian menatap wajah Flora dengan seksama. Dia mendekat dan mendaratkan kecupan di bibir wanita itu. “Bangun, ya? Aku akan mengabulkan semua permintaan mu jika mata indahmu ini terbuka. Aku rindu sekali dengan suaramu, Flo.”

Adrian menyatukan kening mereka. Dia berharap bisa mentransfer kesehatannya pada wanita itu.

Pria itu menghela nafas kasar saat tiba-tiba ponselnya berdering. Dia mengecup kening istrinya, lalu mengangkat telepon itu.

“Ada apa, Amos?”

“...”

“Apa? Dimana?”

“...”

“Aku akan datang!” Adrian langsung mematikan ponselnya.

“Ada apa, Adrian?" tanya Ghina khawatir.

“Pelaku kasus itu memberikan surat. Dia meminta untuk menemuinya sekarang juga.” jawab Adrian.

“Jangan pergi sendiri, Adrian,” ujar Ghina.

“Aku tidak sendiri. Kami akan ke sana. Jaga Flora untuk ku, ma.”

Ghina mengangguk.

Adrian mencium kening Flora. “Aku pergi dulu, Flo sayang.”

Adrian pun langsung bergegas.

Saat keluar dari lift, dia bertemu dengan Crish yang nampak kelelahan karena berlari itu.

“Apa Amos sudah mengabari mu?" tanya Crish dengan nafas yang tidak beraturan.

Adrian mengangguk. “Ayo, Crish. Selesaikan semua ini dengan segera," ucap Adrian.

--o0o--

“Bagaimana?” Adrian dan Crish langsung menghampiri Amos.

Polisi itu menunjukkan sebuah surat. Aku pelaku pembunuhan terhadap korban bernama Kayla, Rose, Intan, dan Risma. Aku menyerahkan diri dan berada di Blormey apart no 87.

“Kita kesana sekarang juga!”

“Aku sudah mempersiapkan semuanya, tuan," ujar Amos. “Namun ini sedikit aneh. Ini terlalu terang-terangan." Lanjutnya.

“Benar, tapi kita harus tetap memeriksa.”

Mereka langsung bergerak menuju lokasi.

Saat mereka tiba, para polisi dan pekerja Adrian siap siaga di segala penjuru tanpa menarik perhatian masyarakat.

Amos membuka pintu kamar itu dan langsung mengarahkan senjatanya ke segala sudut. Nihil. Mereka mencari ke seluruh ruangan dan tidak menemukan apapun.

“Saya sudah memeriksa ke resepsionis. Penghuni kamar ini seorang wanita, dia menyewa sejak siang tadi.” ujar seseorang.

“Siapa?” tanya Adrian buru-buru menghampirinya.

“Wanita ini, tuan.” ucap pria itu seraya menunjukkan foto. Foto itu hanyalah foto wanita yang memakai masker dan kacamata. Dia memakai hoodie hitam dan tidak memberi celah bagi siapapun untuk mengenalinya.

Setelah berdiskusi sebentar, mereka memutuskan untuk pulang dengan penjagaan yang ketat di sekitar apartemen itu.

Di dalam mobil, Adrian meraih ponselnya yang berdering.

“Ada apa, ma?”

“Cepatlah ke sini, Adrian. Flora ...”

“Kenapa dengan Flora, ma?” tanya Adrian khawatir. Crish dan Amos menoleh menatap pria yang panik itu.

EPHEMERAL LOVE Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin