Ephemeral Love 16

36.9K 2.6K 5
                                    

Flora menatap Adrian yang mengemudi. Jujur dia mulai merasa takut. Pria itu hanya diam sedari tadi.

Mobil hitam itupun mulai memasuki halaman luas.

Mereka berhenti.

Adrian hendak membuka sabuk pengaman Flora, namun wanita itu terkejut dan langsung membuka sabuk pengamannya sendiri.

Adrian terdiam sejenak. “Kamu takut padaku?” tanyanya.

Wanita disampingnya itu menggeleng. Tapi dia tahu Flora berbohong. Dia benar-benar menahan amarahnya saat ini. Teringat saat Flora meraih tangan Vian membuat hati dan kepalanya memanas.

Mereka pun turun dari mobil. Adrian segera menarik lengan Flora untuk masuk ke mansion mewah itu.

“Kenapa membawaku ke rumah mu?” tanya Flora.

“Aku merindukan mu, memangnya kamu tidak?” ucap Adrian membawa Flora menaiki anak tangga.

“Hah?" Flora terkejut.

Flora semakin was-was saat Adrian membawanya ke kamar pria itu. Adrian membuka jasnya dan jam tangannya, kemudian membuka ikat pinggangnya.

“Apa yang kamu...”

“Apa?" Potong Adrian. Dia berjalan ke pintu untuk menguncinya.

“Adrian, jangan melewati batasmu! Aku memperingati mu!” Ucap Flora panik.

“Apa ada batas diantara kita? Kamu pernah bilang bahwa dirimu sepenuhnya milikku,” ucap Adrian. Dia semakin mendekati Flora yang berjalan mundur sampai ke kasurnya.

Adrian mendorong tubuh Flora ke kasur. Dia langsung menahan pergerakannya dan menindih tubuh itu. Adrian menempelkan kepalanya di atas dada Flora.

Sekujur tubuh Flora menegang karena perlakuan itu.

“Hanya aku yang bisa melakukan ini, Flora. Apa yang kamu pikirkan saat menarik tangan pria brengsek itu untuk menyentuh dadamu?! Kuredam semua itu karena aku tidak ingin bermain kasar padamu! Kamu benar-benar mengujiku, selamat!” ucap Adrian. Nafasnya memburu menahan amarah. Namun dia redam baik-baik agar dia bisa mendengar detak jantung Flora dengan tenang.

“Aku tidak nyaman, Adrian. Aku tidak bisa bernafas, turunlah," ucap Flora kesusahan.

Adrian menurunkan tubuhnya yang menindih wanita itu. Tapi tidak dengan kepala dan tangannya. Dia memeluknya dan masih mendengar detak jantung itu.

“Kamu juga berbicara pada Elang sialan! Diantar oleh Vian brengsek! Pulang tidak tepat waktu! Dan melalukan aktivitas berat! Kamu ingin melihat ku marah lagi?”

Flora terdiam. Dia merasa aneh dengan semua ucapan dan perlakuan itu. “Dia cemburu?" batinnya.

“Bicara, Flora! Atau ku buat mulutmu diam selamanya!” Bentaknya.

“M-maaf,” gumam Flora.

Adrian mengeratkan pelukannya.

Dalam posisi itu, hanya Adrian sendiri yang merasa nyaman. Flora benar-benar terkekang dan kesulitan dalam bergerak. Tidak sedetikpun Adrian mengendurkan pelukannya.

“Apa dia dan Isvara bertengkar? Dan sekarang melampiaskannya padaku?” Batin Flora. Dia takut jika Adrian benar-benar melampiaskan semua pada dirinya.

Satu jam telah berlalu. Pelukan Adrian yang mengendur menyelamatkan wanita itu. Dia menoleh ke jam digital dan menghela nafas. Ini sudah malam.

Flora bergerak pelan. Dia hendak melepaskan tangan kekar yang melilitnya itu.

“Jangan bergerak, Flora! Kita akan seperti ini sampai pagi!" Tegas Adrian.

“Apa?”

“Kita akan seperti ini sampai pagi. Kamu tidur di sini, aku akan mengabari om Tommy," ucap Adrian datar.

“Tidak, aku mau pulang. Lepaskan aku,” tolak Flora panik.

“Kamu ingin aku menyentuhmu malam ini? Jika kamu bersikeras untuk pulang, akan ku lakukan. Tapi jika kamu menurut, aku hanya akan memelukmu seperti ini.” ucap Adrian.

“Apa? Kenapa kamu bertindak sep ....”

“Aku tidak ingin menghukum mu. Ku akui aku merindukan mu, dan selamat kamu berhasil membuatku merindukan mu. Tingkah mu yang mengacuhkan ku akhir-akhir ini berhasil membuatku merindukan mu,” ujar pria itu dalam satu tarikan nafas.

Flora diam. Jujur saja dia sangat takut. Belum pernah terlibat dalam hubungan asmara membuatnya merasa was-was. Dia takut pria itu lepas kendali.

“Aku mandi dulu ke kamar sebelah. Kamu juga harus mandi, baru makan dan minum obat. Bi Sasky akan menyediakan pakaianmu.” Adrian pun bangun.

Flora bernafas lega. Tubuh Adrian yang jauh lebih besar darinya membuatnya keberatan.

“Kamu mendengar ku?” Suara penuh ancaman itu membuat Flora mengangguk cepat.

Pukul sembilan malam.

Adrian menyelesaikan mandinya dan masuk ke kamarnya. Dilihatnya Flora yang sedang mengeringkan rambut di sofa.

“Mau makan di sini atau di dapur?" tanya Adrian.

Flora menoleh. Tadi pria itu marah dan sekarang bertanya tanpa penekanan.

“Di sini saja! Piyama mu tipis,” ucap Adrian dingin. Dia pun menelpon pelayannya untuk segera mengantarkan makan malam mereka.

Mereka pun makan tanpa adanya obrolan.

Setelah menyelesaikan makannya, Adrian langsung bangun dan membuka laci. Dia mengambil beberapa obat dari sana.

“Jantungmu mulai membaik. Berarti beberapa benda ini harus dikurangi. Yang mana saja?" tanya Adrian.

Flora semakin bingung. Kenapa pria itu mempunyai obat-obatan yang sesuai dengan resep obatnya?

EPHEMERAL LOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang