Menu 7 : Cengeng

669 43 6
                                    

Happy reading !

Alfa sedang memasukkan beberapa batang coklat ke dalam tasnya kala Gita turun ke ruang keluarga, sama seperti Gita, ia juga sudah berganti pakaian di kamar orang tuanya, jeans berwarna pudar dan kaos putih dilapisi jaket abu-abu kini melekat sempurna di tubuhnya, membuat Gita hampir tidak berkedip ketika sampai di hadapan Alfa.

"Kita mau kemana sih?" Tanya Gita seraya mengambil satu batang coklat yang belum dimasukkan Alfa kedalam tas.

"Nganter lo pulang," tangan Alfa dengan cepat mengambil kembali coklat dari tangan Gita, mengabaikan ucapan cewek itu yang mencibirnya pelit berkali-kali. "Ngapain lo malah duduk?"

"Auk!" Gita mengembungkan pipinya kesal, menendang Alfa begitu saja yang sudah siap dengan ransel di pundaknya. Cowok itu hanya menatap Gita tajam tanpa berniat membalas perlakuan Gita.

Mengingat sifat cueknya, harusnya Alfa sudah meninggalkan Gita begitu saja, namun ketika pandangan matanya bertubrukan dengan mata Gita, ada kilat kesedihan yang membuatnya mengingat seseorang, Alfa mengulurkan tangannya kearah Gita, menganggukkan kepala ketika cewek itu bertanya akan ikut Alfa bukannya dipulangkan ke rumah. Tentu saja Gita dengan sukarela menyambut uluran tangan Alfa, membiarkan tangannya digenggam sampai ke depan pintu rumah.

"Jangan rese dan jangan tanya apapun karna gue juga ngga bakal jawab, ngerti?" Kata Alfa sebelum menyerahkan helm ke tangan Gita, "Dan jangan nyuruh gue ngga ngebut karna bukan gue yang maksa lo ikut."

Bibir Gita mengerucut, namun mau tidak mau ia tetap mengangguk. Menerima helm dari Alfa dan langsung memakainya di kepala. Kalau boleh jujur, ini pertama kalinya ia akan merasakan naik kendaraan roda dua, orang tuanya selalu menyediakan mobil yang siap mengatarkannya kemanapun. Tapi tidak mungkin Gita jujur pada Alfa, bisa-bisa cowok itu akan mengerjainya habis-habisan di jalan, terlebih lagi ia tidak akan tau kemana dirinya akan dibawa. Yah daripada menderita di rumah, lebik baik ia ikut Alfa meskipun dengan resiko mengidap darah tinggi diusia muda, mengingat sifat cowok itu yang mudah sekali membuatnya naik darah.

"Sini," Alfa menarik tangan Gita agar tubuh cewek itu mendekat ke sisinya, mengaikat tali helm yang lupa dipasang oleh Gita. "Nanti jatoh malah nyusahin gue," katanya setelah selesai, ia mengedikkan kepalanya kebelakang, mengisyaratkan Gita supaya naik ke jok belakang.

"Bahkan Gilang ngga segalak lo," gerutu Gita untuk menghilangkan kegugupannya, bagaimana bisa jatungnya senorak ini ketika berdekatan dengan Alfa? Ia menuruti perintah cowok itu untuk naik keatas motor, tangannya memegang ujung jaket Alfa, takut akan jatuh kebelakang jika motor dinyalakan.

"Yaudah sana sama Gilang," jawab Alfa sambil menstarter motornya, membuat Gita tertawa tanpa bisa dicegah, "Dih baper hahahahahaha," tawa yang terdengar seperti ejekkan untuk Alfa.

Gita boleh saja terus tertawa, sementara tangan Alfa sudah menarik kopling dan kakinya sudah menginjak parseneling, tangannya perlahan melepaskan kopling, kini tangan kanannya menarik gas tanpa peringatan, membuat Gita tersentak dan memeluk Alfa tanpa sadar.

"Modus woy!" ejek Alfa dengan tawa puas, menepuk tangan Gita yang kini melingkari perutnya.

"Onyet lo!" Gita melepaskan pelukkannya, memukul Alfa berkali-kali dengan kesal, untung saja Alfa tidak bisa melihat wajahnya yang sudah memerah seperti tomat di pasar malam.

@@@

Matahari tepat di atas kepala ketika motor Alfa berhenti di sebuah rumah yang terletak di tengah perkampungan. Jangan tanya Gita sekarang ada dimana, yang ia tau bahwa sekarang dirinya tidak terlalu jauh dari ibukota, hanya 2 jam perjalanan ketika menuju ke tempat ini. Alfa mematikan motornya, menepuk lutut Gita agar cewek itu segera turun dari motornya. Belum sempat mulut Gita terbuka untuk bertanya ini rumah siapa, seorang gadis kecil keluar rumah menggunakan kursi roda.

A Gift From GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang