Menu 24 : Haruskah?

467 25 12
                                    

Ternyata cerita ini udah hampir 127 halaman :) kalau ikutin cerita aslinya sih 150 halaman harusnya udah tamat, tapi sampe sekarang belum nemu titik buat bikin ending ._.


Diam itu emas. Ah, kata siapa? Kalau Kiwi boleh membuat quotes seperti anak Tumblr sih maka ia akan bilang kalau diam itu sakit. Apalagi kalau menyukai orang secara diam-diam, sakitnya sulit sekali terjabarkan. Setiap bertemu mengumpat, padahal hati sedang menyembunyikan perasaan rapat-rapat. Kiwi sudah dalam tahap lelah menyangkal, semakin hari ia semakin sadar kalau rasa untuk Gilang semakin membesar. Kalau tidak ada rasa, kenapa rasanya sulit sekali memulai percakapan duluan? Toh tinggal bercanda seperti biasa seolah tidak terjadi apa-apa, tapi kenapa rasanya susah? Ada banyak ketakutan tercipta sebelum mulutnya terbuka. Bagaimana kalau Gilang tidak merespon candaannya? Bagaimana kalau Gilang menganggapnya sok asik? Sungguh Kiwi tidak suka kalau hal itu akan terjadinya padanya. Ia tidak ingin terluka, terutama di hati. Hey, di dunia ini belum ada yang menciptakan betadine untuk hati! Makanya harus hati hati dengan hati.

"Kalau suka bilang aja."

Rasanya Kiwi ingin berteriak "LO NGGA TAU SIH RASANYA TAKUT ORANG YANG LO SUKA TERNYATA SUKA SAMA SAHABAT LO SENDIRI." Sayangnya teriakkan Kiwi hanya bergaung di dalam hati. Gita akan terpingkal kalau mendengarnya, karena Kiwi tau dengan pasti sahabatnya itu tidak punya rasa pada Gilang. Nah, kalau Gilang? Melihat perlakuan cowok itu pada Gita rasanya mustahil kalau rasa itu hanya sekedar perhatian pada teman. Bukannya ada yang bilang pria dan wanita tidak mungkin bersahabat tanpa salah satu dari mereka jatuh cinta?

Makanya di bawah sinar matahari yang sebentar lagi akan bersembunyi, tepat di halte SMA Surya, Kiwi menekadkan diri untuk mengabaikan rasa yang membumbung tinggi di hatinya. Satu tangannya tanpa sadar mengepal dan memukul novel yang ada di pangkuannya, Kiwi tidak menyadari kalau sejak 10 menit yang lalu ada seorang cowok yang memperhatikannya ketika ia sibuk dengan pikirannya, bahkan cowok itu menyemburkan tawa saat Kiwi memukul novel dengan sepenuh hati.

"Kurang-kurangin lo bengong di halte," Kendra membuka sapaan sambil berjalan mendekat dan menjatuhkan pantatnya di samping Kiwi. Butuh waktu sesekon untuk menyadari kalau Kiwi adalah cewek yang pernah dia sapa beberapa waktu lalu saat bertandang ke SMA Surya, dan butuh waktu satu menit untuk menyadari kalau cewek itu adalah sahabat Gita, ia pernah melihat foto cewek itu di rumah Gita.

"Kurang-kurangin lo main di halte SMA gue," balas Kiwi santai saat mengetahui orang yang menyapanya. Tidak perlu otak cerdas untuk mengingat orang ganteng seperti Kendra, sekali melihat ia langsung sadar siapa yang menyapanya. "Kiwi," ia memperkenalkan diri.

"Kendra yang waktu cari Gita." Sindir Kendra dengan nada bercanda.

Kiwi tertawa pelan, ia paham cowok itu sedang menyindirnya. Mengetahui cowok itu pernah ke rumah Gita maka ia yakin cowok itu tau tentang status pertemannya dengan Gita, makanya ia langsung memperkenalkan diri tanpa basa-basi. "Cari Gita lagi, Ken?"

Tubuh Kendra mendadak menegang, sejak Clara menutup mata untuk selamanya, tidak ada lagi yang memanggilnya dengan sebutan 'Ken'.

@@@

Entah hasutan setan darimana sehingga Gita menjejakkan kakinya di rumah Alfa sore ini, ketika Khairana –ibunda Alfa- mengirim pesan padanya untuk mampir makan malam, ia tidak ragu untuk mengiyakan ajakan tersebut. Maka di sinilah ia sekarang, bergeming di depan gerbang rumah Alfa namun enggan melangkah, ia menimbang kunci mobil di tangannya, haruskah ia pulang sebelum sang empunya rumah menyadari kedatangannya?

Bagaimana kalau hari ini Alfa ada di rumah dan menganggap kedatangannya karena ingin melihat cowok itu? Ah, memikirkannya saja sudah membuat perut Gita mulas.

A Gift From GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang