Menu 34 : Sebuah Akhir

592 28 16
                                    

Hampir 3K words!

Happy reading :)

4 tahun kemudian


Bertahan di tengah budaya yang berbeda bukanlah hal yang mudah untuk Gita, apalagi dengan kondisi hati yang dalam keadaan terluka karena perginya seorang Alfa dari kehidupannya. Perlahan Gita mencoba menata kembali kehidupannya, meskipun tertatih dan seringkali meraung sedih di malam hari. Gita mencoba bertahan, perubahan cuaca yang membuatnya hampir mati di tengah dinginnya musim dingin tidak lantas membuatnya berkemas dan mempunyai niatan pulang ke kampung halaman.

Meskipun sudah menyandang gelar sarjana tidak membuat Gita ingin pulang seperti janjinya pada Kiwi. Gita justru mengabdikan diri pada salah satu perusahan telekomunikasi terbesar di Korea. Gita belum ingin pulang, Gita belum siap hatinya tercecer lagi karena seorang Alfa.

Ah, Alfa... Ternyata melarikan diri tidak lantas membuat Gita lupa sepenuhnya. Memang otaknya tidak berputar tentang Alfa sepenuhnya, tapi tetap saja Gita tidak bisa menyingkirkan Alfa dari pikirannya.

Pria tampan Korea yang selama ini dipuja Gita tetap tidak bisa mengalihkan pikiran Gita dari sosok Alfa. Gita juga sempat mencoba membuka diri pada cowok lain selama kuliah, dan hasilnya selalu gagal total. Tidak ada yang membuatnya nyaman seperti bersama Alfa dan tidak ada yang membuatnya kesal sekaligus senang seperti bersama Alfa.

Apa Gita pernah menanyakan tentang Alfa pada Kiwi ataupun Gilang?

Tentu saja tidak. Serindu apapun Gita, ia tetap tidak ingin mengetahui kabar cowok itu. Biarlah ia mengingat Alfa hanya dari kenangan yang diingatnya, tidak perlu melalui kabar terbaru Alfa. Lagipula Gita juga tidak siap jika suatu saat nanti mulut Kiwi mengatakan kalau Alfa sudah punya pacar.

Maka Gita pikir lebih baik seperti ini. Tidak mengetahui kabar Alfa tapi diam-diam masih merindukan cowok itu.

@@@

"Oppa saranghae... Oppa saranghae,"

Dinginnya penghujung musim gugur tidak membuat semangat para fans menciut, justru suara mereka semakin membahana di depan salah satu stasiun televisi ternama di Korea. Berbekal coat dan syal tebal, mereka bertahan demi melihat sosok artis pujaan, menyingkirkan keinginan menyantap semangkuk ramen untuk mengisi perut yang lapar.

Gita mengarahkan kamera untuk membidik objek yang menurutnya layak diabadikan. Dulu, Gita adalah salah satu bagian dari mereka saat pertama kali menginjakkan kaki di Korea. Kini, Gita sudah mengundurkan diri dari aktiftas tersebut. Selain karena umurnya yang tidak lagi muda, Gita juga merasa apa yang dilakukan fans tersebut hanyalah kekonyolan semata. Mereka lebih mengkhwatirkan idola mereka sudah makan atau belum sementara perut mereka berbunyi minta diisi. Meskipun begitu, Gita tidak akan menghakimi mereka, tidak akan memandang mereka sebelah mata.

Setiap orang punya pilihan masing-masing dalam hidupnya, kan?

Mereka yang berteriak histeris mungkin merasa bahagia jika melihat idolanya mengetahui keberadaan mereka di dunia, mungkin mereka merasa senang jika idola tau ada mereka yang mendukungnya. Setiap orang selalu mempunyai cara tersendiri untuk membuat diri mereka bahagia.

Bibir Gita membentuk sebuah senyuman kala lensa kameranya berhasil menangkap moment seorang fans yang sedang menangis haru karena berhasil diberi senyuman oleh artis idolanya. Lucu memang, untuk sebagian orang merasa bahagia cukup dengan hal yang sederhana.

Lelah memotret, Gita mendudukkan dirinya di salah satu kursi taman yang terletak tidak jauh dari stasiun TV, ia meluruskan kedua kakinya yang terasa pegal seraya menyandarkan badannya pada punggung kursi. Tanpa berniat mengikat tali sepatunya yang terlepas, Gita justru memilih untuk mengecek beberapa foto yang berhasil ia abadikan hari ini. Gita tersenyum puas melihat hasilnya, tidak terlalu bagus dan tidak juga terlalu jelek karena memang dirinya bukan seorang fotografer handal.

A Gift From GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang