Menu 16 : Mau Sampai Kapan?

576 35 2
                                    

11 hari gue ngulik part ini!! hampir seminggu gue ngetik terus hapus lagi, baca cerita ini di file yang lama tapi tetep ngerasa aneh pas nulis part ini. Maapin kalo makin ngawur ya ceritanya wkwkwk lagu di atas entah cocok atau engga sama part ini, yang jelas gue lagi suka banget sama suaranya The Overtunes lol

Kaum adam juga manusia, yang berhak mengeluarkan airmata ketika dirinya terluka. 


 "Al," Panggil Gita pelan untuk menyadarkan Alfa, bahwa ia yang ada di hadapan cowok itu, bukan Clara. Alfa tidak merespon sama sekali, hanya hembusan nafas yang membuat Gita yakin cowok itu masih memiliki nyawa.

"Clara," panggil Alfa dengan suara pelan, seakan nama itu akan pecah jika ia menaikkan volume suaranya. Ada rindu juga sendu di dalam panggilannya.

Gita menghembuskan nafas frustasi, ia bingung harus berbuat apa. Ia ingin memaki tapi hati kecilnya berteriak iri pada posisi Clara yang sanggup memporak-porandakan kondisi Alfa. Ia ingin menenangkan berkata semuanya baik-baik saja, tapi apanya yang baik-baik saja jika Gita sendiri tidak tau apa yang terjadi di antara mereka.

"Liat gue," Gita mendorong tubuh Alfa, mencengkram kedua pundak cowok itu dengan tangan mungilnya. "Gue Gita!!! Bukan Clara!!" teriak Gita sambil mengguncangkan tubuh Alfa.

"Clara mana Git?" tanya Alfa seperti orang linglung, menatap ke sekeliling seolah Clara sedang bersembunyi dari mereka. "Bilang sama Clara kalo gue udah maafin dia. Tolong gue, Git."

Gita membekap mulut dengan satu tangannya untuk menahan suara isakan yang dengan kurang ajarnya hendak keluar dari mulutnya. Tuhan, Gita lebih memilih dibentak Alfa daripada melihat kondisi Alfa sekarang.

"Git," Alfa mencekal pergelangan tangan Gita, "Tolong, bilang sama Clara kalo gue salah udah ninggalin dia di taman, kasih tau kalo gue ninggalin dia supaya gue ngga ngebentak dia."

Cengkraman Alfa semakin kuat, bahkan cowok itu mengabaikan suara ringisan yang lolos dari bibir Gita. "Bilang Clara jangan ninggalin gue. Tolong gue, Git." Kata Alfa dengan nada memohon.

"Udah dong Al," Gita mulai terisak, bukan karena rasa sakit yang menjalar dari pergelangan tangannya, ia hanya tidak sampai hati melihat Alfa begitu menyedihkan karena seseorang.

Entah meninggalkan atau ditinggalkan, semua tetap memberikan rasa yang begitu menyakitkan, Gita tau itu, karena ia merasakannya sendiri. Meninggalkan Dirga ternyata membuat luka. Andai mengenal sosok Clara, jangankan menyampaikan pesan Alfa, membentak cewek itu pun ia akan sukarela. Cewek bodoh mana yang tega melukai hati Alfa? Andai Clara tau kalau di SMA Surya sudah banyak hati yang patah akibat ditolak Alfa.

Gita memejamkan matanya, lantas saja airmata membuat sungai kecil di kedua pipinya. Saat matanya terbuka, ia dapat melihat ada sorot terkejut dari mata Alfa, cowok itu menatap lurus ke pergelangan tangannya yang memerah lalu beralih menatap kedua matanya. "Gue nyakitin lo, ya?"

Kepala Gita menggeleng lemah, dengan cepat ia menghapus airmata dengan punggung tangannya. Sudut bibirnya tertarik untuk membentuk senyuman, meyakinkan Alfa bahwa jawabannya benar. Sepertinya cowok itu sudah kembali normal, Gita dapat melihat cowok itu menatapnya tajam, menuntut dirinya untuk jujur atas pertanyaannya. "Ngga sakit kok," Gita menunjukkan pergelangan tangannya pada Alfa. "Lebih sakit ngeliat lo kayak tadi," Gita meneruskan dalam hati.

"Git!" volume suara Alfa meninggi, ia tidak mau Gita berbohong untuk menutupi rasa sakitnya. "ARGHHHH!!!" Alfa berteriak untuk menyalurkan emosinya, kakinya menendang udara, kedua tangannya mencengkram rambutnya dengan kencang. "Harusnya tadi lo tampar aja biar gue sadar."

Gita melangkah mendekat untuk mengikis jarak, tangannya terayun ke depan hingga menimbulkan bunyi. PLAK! Satu tamparan mendarat di pipi Alfa. "Udah sadar?" Ia menghela nafas, memperhatikan Alfa yang pasrah saja ditampar olehnya. "Udah sadar belom? Apa mau gue tampar lagi?" Gita melipat tangannya, menunggu jawaban.

A Gift From GodWhere stories live. Discover now