Menu 15 : Memori Menyakitkan

627 33 7
                                    

Agak picisan, semoga tetap suka :)

Tumpukan soal ujian berserakan memenuhi meja belajar Gita, alunan musik yang sejak tadi menemaninya belajar terus terdengar, tapi semua itu tetap tidak bisa mengalihkan pikirannya dari tatapan Alfa tadi siang. Mata cowok itu memang sekelam langit malam, tapi tidak pernah membuat Gita tertekan. Clara, berkali-kali tanpa sadar ia menggumamkan nama itu, ingin bertanya pada Gilang juga rasanya percuma. Temannya yang satu itu jelas sekutunya Alfa, tidak akan membocorkan apapun meski Gita merengek seperti bayi.

Diliriknya jam yang menghiasi meja belajarnya, jam sepuluh malam, sangat wajar jika perutnya terasa sangat lapar, karena sejak pulang sekolah perutnya hanya berisi susu ultra. Gita memang melarang Bibi untuk memasak, karena percuma masakan itu lebih sering dijadikan hiasan daripada hidangan untuk makan malam. Gita bangkit dari duduknya, berjalan ke lemari untuk mengambil cardigan, diambilnya uang dari dompet, lalu turun ke bawah untuk membeli makanan. Sesampainya di tangga terakhir, Gita menghembuskan nafas berat. Selalu seperti ini, rumahnya sepi tanpa penghuni, hanya hiasan mewah yang menempati setiap sudut rumahnya, dipejamkan matanya rapat-rapat, mencoba mengusir kesedihan yang menghampiri, lebih baik ia keluar rumah untuk mendapatkan angin segar dan beberapa cemilan.

Pemandangan cantik langsung terlihat ketika Gita membuka pintu, percikan air yang berasal dari air terjun buatan, bunga-bunga yang bermekaran dan cahaya lampu yang temaram semakin mempercantik taman rumahnya. Terlihat jelas bahwa taman ini sangat dirawat oleh sang empunya rumah, tapi bukan ibu rumah tangga yang mengerjakan tapi melainkan tukang kebun yang merawat, jangankan untuk menyiram tanaman, bahkan untuk sekedar mengurus anak semata wayang pun ibu rumah tangga itu tidak sempat.

"Non mau ke mana malem-malem gini?" tanya Pak Syarif panik melihat anak majikannya berjalan ke pos tempatnya bertugas.

"Mau beli pancake di ujung kompleks pak," Jawab Gita ramah. Ia hanya mengenakan baju tidur yang dibalut dengan cardigan dan memakai sandal rumah, terlihat sangat sederhana tapi tetap tidak menyurutkan kecantikannya. "Bapak mau? Nanti sekalian saya beliin."

"Biar bapak yang beliin, Non tunggu di rumah aja, ya?" tawar Pak Syarif pada anak majikannya, sudah terlalu malam, bahaya untuk anak gadis berpergian seorang diri meskipun hanya ke ujung kompleks.

Gita tersenyum kecil, orang yang di hadapannya begitu peduli dengan keselamatannya, sangat kontras dengan orang yang melahirkannya. "Ya ampun pak, cuma di ujung kompleks kok! Saya ngga bakal nyasar," tolak Gita halus, sedikit memberikan candaan agar orang yang sejak lama menjaga rumahnya tidak terlalu khawatir.

"Bapak temenin ya, Non," pinta pak Syarif lagi, tapi langsung disambut dengan gelengan kepala oleh majikan kecilnya. Beliau hanya pasrah dengan watak keras Gita yang sudah terkenal oleh orang-orang yang bekerja di dalam rumahnya, dengan setengah hati Pak Syarif mengambil kunci pagar yang tersangkut rapi di pos jaganya, lalu berjalan ke gerbang untuk membukanya.

@@@

Bunyi pagar dibuka membuat seorang cowok yang sedari tadi berdiri mematung langsung waspada. Buru-buru ia berjongkok untuk pura-pura mengikat tali sepatunya, agar orang yang baru saja keluar dari pagar tidak sadar akan kehadirannya. Hembusan nafas lega langsung keluar ketika ia menaikkan sedikit kepalanya dan melihat orang yang dihindarinya sudah melangkah beberapa langkah dari hadapannya, dilirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, jam sepuluh malam. Ck! Cewek itu memang sulit untuk ditebak, untuk apa malam-malam begini berjalan seorang diri, dengan cepat ia bangkit dan mulai mengikuti orang yang berjalan di depannya dalam diam.

Hampir setengah jalan tapi orang yang diikutinya tidak juga sadar, membuat cowok itu meringis kesal, kepekaan cewek yang berjalan di depannya terhadap keadaan sekitar sangat memperihatinkan, ini yang membuatnya selalu menjaga cewek itu dalam diam. Entahlah, ada sedikit rasa tidak tenang jika ia tidak memastikan cewek itu dalam keadaan baik-baik saja. Cewek itu terlalu cuek, tidak pernah memperhatikan keselamatan dirinya, harusnya ia tau, sebagai anak dari salah satu pengusaha terkenal, hidupnya retan akan bahaya, kehidupan bisnis yang semakin menggila bisa saja membuat seorang rival bisnis orangtuanya melakukan sesuatu terhadap cewek itu.

A Gift From GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang