1. Memutuskan (Valencia)

470K 16.7K 315
                                    

Ini cerita pertamaku. Jadi, mohon dimaklumi segala kekurangannya. Apapun itu.

Selamat membaca :)

Mengambil keputusan saat terdesak biasanya akan menjadi pilihan yang salah.

||..||..||..||

Aku berjalan gontai masuk kedalam rumahku. Rasa penat yang sedang menggerogoti tubuhku membuatku ingin cepat-cepat menjatuhkan tubuhku diatas tempat tidur. Aku menarik napasku dalam-dalam sekedar meringankan beban tak kasat mata pada pundakku.

Prang

Suara pecahan barang yang entah itu apa, tapi kupastikan itu terbuat dari kaca terdengar memekikkan telinga. Dan setelahnya, sayup-sayup menguar teriakkan-teriakkan penuh amarah dan bentakkan dari lantai dua. Teriakkan yang kuyakini berasal dari kamar kedua orang tuaku.

Tanpa banyak berpikir lagi, aku segera berlari cepat menaiki anak tangga. Aku tahu. Sangat tahu. Hal buruk pasti kembali terjadi pada ibuku.

"Arrrgghhhh!" Suara jeritan keras memasuki indra pendengaranku. Sirine kewaspadaan dalam diriku membuncah ruah.

Dengan satu bantingan keras aku membuka pintu kamar kedua orang tuaku tersebut. Dan menjadikan salah satu insan diantara dua insan yang ada didalam sana langsung menoleh dan menatap kearahku.

Ayahku tampak ingin menampar ibuku. Sedangkan ibuku, ia terlihat amat ketakutan dan melindungi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"Ayah!" lengkingku keras guna menghentikkan nyalangnya tangan ayahku yang hendak menyentuh pipi ibuku. Apa yang ingin dia perbuat? Menampar istrinya sendiri?!

"Apa yang ingin kau lakukan, hah?!" tanyaku membentaknya. Dengan langkah lebar-lebar kuhampiri ibuku yang sudah merosot jatuh kelantai.

"Ma, Mama," panggilku padanya, tetapi ia masih terus menunduk menatap lantai. Aku mendesah pasrah dan mengangkat ibuku pelan-pelan.

Selalu seperti ini. Ibuku tak pernah bisa melakukan apa-apa dan ayahku selalu semena-mena atas ibuku. Kenapa keluargaku harus sehancur dan seberantakkan ini?

"Kenapa Ayah melakukan ini?" tanyaku pada ayahku yang bisa dibilang sudah tak lagi dapat kuanggap sebagai ayah. Ia sudah benar-benar keterlaluan.

Ayahku hanya membuang mukanya tak peduli. Aku kembali mendesah pasrah, tidak habis pikir bahwa ayahku sudah berubah 180 derajat dari yang dulu kukenal. Ya, walaupun, dulunya ia juga tidak baik padaku, tetapi setidaknya dulu ia menyanyangi ibuku.

"Kalau Ayah memang sudah tidak mau lagi kami tinggal disini bersama Papa, kami akan pergi," ujarku akhirnya. Entah keberanian dari mana aku bisa mengatakan hal tersebut dan aku menyesal sekarang melihat ayahku menyunggingkan senyum sinisnya.

"Kalau begitu secepatnya," sahutnya. Kemudian, ia berjalan keluar kamar meninggalkan kami.

Aku terperangah mendengar perkataan ayahku. Kenapa semua ini harus terjadi? Ini memang salahku, tetapi kenapa semuanya jadi kena imbasnya? Kenapa harus ibuku yang tertekan? Kenapa harus keluargaku yang hancur berantakkan? Keinginan menangis mulai mendesakku, aku menghela napas berat. Aku tidak boleh menangis, aku tidak lemah.

"Ayo, Ma, kita kekamar Adine saja," ajakku pada ibuku. Aku memapah ibuku sambil bergerak pelan menuju kamar adikku.

||..||..||..||

"Kakak membencimu, Din!" hentakku keras sambil menatap nyalang manik mata adikku satu-satunya itu.

"Kak, ini tidak seperti yang Kakak pikirkan." Adine mencoba mendekatiku, wajahnya pucat dan memelas.

Billionare's Wife (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang