22. Hilang(2) (Adrian)

128K 8.3K 320
                                    

Sebulan yang lalu, ya baru empat minggu yang lalu aku sedang tertawa senang karena menganggap telah berhasil menjebak Valencia dan akan segera membalaskan semua luka Adine.

Tiga minggu yang lalu, aku merasa ada yang salah pada diriku. Aku merasakan perasaan hangat, nyaman saat bersama Valencia dan orang-orang disekitarku mengatakan bahwa aku sudah mencintai wanita itu.

Dua minggu yang lalu, aku dikuasai oleh emosiku. Rasanya begitu menyebalkan saat tahu bahwa Valencia dan si dokter gila itu sangat dekat ditambah lagi mereka tinggal serumah.

Satu minggu yang lalu, aku menarik paksa Valencia kembali kerumahku dan dengan bodohnya aku mengucapkan hal-hal yang sebenarnya bukanlah dariku, tapi hanya sekedar untuk menjaga imageku sebagai seorang pria. Aku juga menamparnya hingga membuatnya melompat dari jendela.

Kemaren, aku baru tersadar akan segala halnya. Apa yang kurasa itu benar-benar cinta. Aku sempat ingin mengakuinya, tetapi rasa itu tertutup oleh bayang-bayang Adine yang menderita dikepalaku.

Dan sekarang, aku seperti manusia gila yang mencari keberadaan orang yang begitu berarti.

Apa kabar Valencia sekarang? Apa dia baik-baik saja? Apa aksi melompatnya itu tidak banyak melukainya? Atau bahkan, apa dia sekarang sudah tidak lagi mengingatku?

Tidak. Tentu saja dia masih mengingatku. Tentu saja dia masih mencintaiku. Semua hal itu hanya ketakutanku. Kenyataannya, aku yakin, Valencia masih ada dalam genggamanku karena sampai kapanpun dia takkan pernah bisa berpaling dariku.

Dengan pelan aku membuka pintu ruangan Agas, berpura-pura sebagai pasien agar bisa langsung menemuinya.

"Ya, ada keluhan apa?" tanya Agas saat mendengar bunyi pintu ruangan yang terbuka. Aku hanya diam dan dia masih belum menatapku karena sibuk merapikan ranjang bekas pemeriksaan pasien sebelumnya.

Aku duduk dikursi pasien yang berada didepan meja Agas.

Kuharap aku akan tahu keberadaan wanitaku itu.

"Adrian," ucap Agas tak suka, sambil menaikkan alisnya ketika dia sudah berbalik dan mendapatiku berada didalam ruangannya.

"Kau sakit? Aku berharap penyakitmu parah"

Kurang ajar. "Dimana Valencia?" tanyaku padanya langsung.

Agas tersenyum, menunjukkan lesung pipitnya yang hanya ada dipipi kanannya.

"Untuk apa kau tahu?" sahutnya.

"Aku suaminya" timpalku.

Agas berdecak dan mendengus. "Aku tidak peduli, dia istrimu atau bukan. Yang pasti aku tidak mau kau menemuinya lagi," ujarnya dengan decakan sebal diakhir kalimatnya.

Astaga kenapa semua orang bertindak seolah-olah aku sudah tak pantas lagi bersama Valencia. Apa aku sejahat itu?

Aku akan berubah. Aku janji itu.

"Tolong aku, kumohon. Katakan dimana Valencia. Aku ingin menemuinya," pintaku dengan nada rendah. Persetan dengan harga diri. Aku lebih mengiginkan Valencia saat ini untuk berada didepan mataku. Aku takut dia kenapa-napa. Bagaimana kalau tulangnya ada yang patah? Atau bahkan jika dia amnesia, habislah aku.

Sampai sekarang, aku tidak bisa menghentikan kemungkinan-kemungkinan buruk akan kondisi Valencia dikepalaku. Semuanya terputar jelas dalam pikiranku.

Ini seperti mimpi sialan yang membuatku ingin segera bangun dan meninggalkan semua kegilaan dan ketakutan ini.

Agas menggeleng santai, sambil mengeluarkan kekehan meremehkannya. "Kau tidak pantas untuk Valencia," katanya.

Agas menaruh stetoskop yang awalnya menggantung dilehernya. "Kau tenang saja, Valencia akan selalu aman karena aku akan selalu memastikan keadaannya," lanjutnya datar.

Aku menggeram. Apa maksudnya? Dia mau bersama dengan Valencia seorang diri, hah? Tidak-tidak, Valencia adalah istriku dan tempat Valencia adalah disisiku.

Aku bergerak cepat kedepannya dan menarik kerah kemeja kedokterannya. Dia benar-benar menguras emosiku. "Katakan dimana Valencia atau aku akan menghancurkan karirmu dirumah sakit ini," ancamku.

Agas tersenyum miring, dia menarik tanganku dari kerahnya dan menghempasnya kebawah. Lalu, menyibakkan bekas cengkramanku tadi seperti orang jijik.

"Lakukan saja, maka Valencia akan lebih membencimu. Kau pasti tahu itu, bukan?" Agas mengucapkannya dengan rasa bangga yang begitu memancar.

Aku tidak bisa memungkirinya, dokter sialan ini benar. Jika, aku menghancurkannya dan dia mengadukan hal itu pada Valencia maka Valencia akan lebih lagi membenciku dan Valencia akan semakin menghindariku.

Astaga kenapa penyesalan harus datang terlambat.

Kenapa aku baru menyadari bahwa aku mencintainya setelah aku menorehkan luka yang begitu besar pada hatinya? Dan kenapa hidup seakan mempermainkanku?

Adrian bodoh! Bodoh!

Valencia, dia masih mencintaiku, bukan? Itu pasti. Aku masih sangat ingat tatapannya pada hari dimana aku menamparnya, itu sebuah luka dan berarti dia terluka karena dia mencintaiku.

Ya, dia mencintaiku.

Dan sampai kapanpun akan tetap seperti itu.

Tapi... bagaimana kalau diluar sana nanti dia sudah menemukan seseorang yang lebih layak dan pantas dariku? Apa dia akan berpaling? Tidak, jangan sampai. Aku tidak menginginkan hal itu.

"Aku akan menemui Valencia," ucapku dengan penuh tekat.

Agas mengedik bahunya santai. "Pria bajingan sepertimu tidak akan pernah bisa lagi bertemu dengannya. Aku janji untuk memastikan hal itu," ujar Agas dengan seringainya.

||..||..||..||

Thanks for read this. Dont forget to vote and comment.

(Done)

Billionare's Wife (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang