21. Hilang (Adrian)

137K 8.5K 262
                                    

Dimana dia? Harus apa aku? Menanti dalam diam atau mengejar dengan segala rasa yang membara?

||..||..||..||

Valencia menghilang.

Dimana wanita jalang itu?

Ahh kenapa bayangnya tak pernah lepas dari kepalaku?

Aku harus mencarinya. Bagaimana mungkin si satpam bodoh rumahku membiarkan Valencia pergi begitu saja dibawa oleh Agas.

Ya, benar saat itu memang keadaan sedang tidak memungkinkan bila satpam bodoh itu malah menahan Agas, karena jika dia menahan Agas maka itu berarti Valencia bisa mati. Persetan dengan apapun itu, intinya karena satpam bodoh itu kini Valencia tidak lagi bersamaku, untung saja aku sudah memecatnya.

Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran jalang itu. Bagaimana bisa dia memilih meloncat dari jendela dibandingkan menungguku membukakan pintu baginya? Dan sekarang aku benar-benar tak tenang. Seperti apa kondisinya sekarang? Mati? Memikirkannya membuatku gerah, kalau dia mati berarti aku tidak bisa lagi menyiksanya.

Menyiksa? Aku rasa bukan itu.

||..||..||..||

"Dimana Valencia?" tanyaku datar pada Adine.

Adine menunjukkan senyum sinisnya, kakinya melangkah mendekat kearahku. "Untuk apa kau mencari kakakku?" tanyanya balik padaku.

"Katakan saja dimana dia," sahutku mengabaikan pertanyaannya.

Adine terkikik geli, tetapi matanya memancarkan aura permusuhan yang mendalam.

"Kenapa kau menahan kakakku selama ini? Kenapa kau masih menyiksanya dan menyakitinya, hah?!" Adine memekik dan mendorong tubuhku kebelakang.

"Aku hanya ingin dia merasakan apa yang sudah kamu rasakan selama ini Adine," ujarku.

Adine menggeram. "Berhenti menjadikanku sebagai alasan kau menyakiti kakakku bodoh," bentaknya dengan nada tingginya.

"Kau!" Adine memekik, jari telunjuknya menunjuk kearahku. "Kau begitu takut kehilangan kakakku hingga kau menahannya, dan menyakitinya. Kau ingin agar kakakku takut padamu dan tak akan berani meninggalkanmu. Aku benar, bukan?" Dan setelah mengucapkan itu senyum sinisnya kembali terbit.

Aku terdiam. Aku tidak tahu harus menjawab apa.

"Kau tidak perlu berpura-pura mengatakan bahwa akulah alasan kau menahan kakakku untuk terus berada disisimu, karena sebenarnya alasan kau menahan kakakku itu karena dirimu sendiri. Kau sudah sangat mencintai kakakku! Kau yang takut ia pergi darimu." Adine mengerang sambil berkacak pinggang.

"Adrian, aku sudah sangat mengenalmu. 3 tahun kita bersama itu sudah sangat cukup bagiku untuk mengetahui apa yang ada dalam otakmu," lanjutnya lagi, lalu membuang napasnya kasar, jemarinya yang lentik bergerak liar merapikan rambut pirangnya yang tergurai tersebut.

"Aku sudah pernah bilang bukan bahwa kau mencintai kakakku dan saat itu kau mengakuinya, kau..."

"Aku mencintaimu," potongku cepat.

Adine menatap mataku dalam. "Berhenti Adrian!" teriaknya. "Kau tidak mencintaiku! kau hanya mengasihaniku!" sambungnya.

Mengasihani?

"Apa pernah kau memikirkanku sebagai seseorang yang tidak ingin kau lepaskan?" tanya Adine dan aku hanya terdiam. Aku tidak tahu harus berkata apa. Jujur saja, aku tak pernah membayangkan Adine pergi dariku, kecuali Valencia.

"Kau hanya memikirkanku sebagai gadis malang yang harus banting tulang dan mengalami penderitaan karena diusir oleh kakakku. Hanya itu, bukan, yang ada dikepalamu ketika aku melintas dibenakmu?"

Billionare's Wife (COMPLETED)Where stories live. Discover now