8. Aneh (Valencia)

141K 8.6K 63
                                    

Cinta akan terus menerimanya kembali, walau sudah disakiti berkali-kali hingga sang pemiliklah yang tak ingin kembali.

||..||..||..||

"Maksudmu?" tanya Adrian.

"Lupakan," desahku pelan. Lalu, melangkahkan kakiku untuk segera meninggalkan Adrian. Lelah yang menggrogoti seluruh inci tubuhku semakin menjadi-jadi membuat keinginanku untuk sampai pada kamar semakin besar.

Namun, belum sempat dua langkah aku berjalan. Secara tiba-tiba, sebuah tangan malah memegang pergelangan tangan kananku dengan kuat. Aku berdecak sebal, sebenarnya apa yang diinginkan oleh Adrian? Dengan malas aku kembali membalikkan tubuhku dan menatap dirinya dengan sebal.

"Ada apa lagi?" tanyaku.

Adrian mengedik bahunya santai, tampak tak peduli dengan wajahku yang sudah sangat kelelahan.

"Jelaskan apa maksudmu tadi," pintanya. Mata hitam kelamnya menghipnotisku untuk tenggelam dalam pesonanya.

"Apa pedulimu memangnya?" tanyaku menantang.

Adrian mendelik mendengarku. Dahinya terkerut.

"Aku hanya ingin tahu," sahutnya. Lucu sekali, dia hanya ingin tahu dan memaksaku untuk menjawabnya. Aku capek. Aku mendesah malas sambil berkacak pinggang.

"Aku jatuh kembali," jawabku sambil menatapnya dengan pandangan kosong.

"Jatuh kejurang yang sama. Jurang yang menakutkan. Jurang yang bisa menenggelamkanku hingga kedasarnya yang gelap. Jurang yang bisa merengut segala milikku," lanjutku masih dengan menatap matanya. Miris, kenapa aku malah mengatakan hal-hal yang pastinya takkan dimengerti oleh Adrian?

Adrian menautkan alis tebalnya itu, matanya menyelidik kedalam senyum hampaku.

"Aku tidak mengerti, bisakah kau langsung keintinya saja?" tanyanya.

Aku menggeleng pelan. Tidak aku tidak ingin mengatakannya. Adrian tidak perlu tahu. Adrian tidak perlu mengerti. Cukup hanya aku yang merasakannya dan cukup hanya aku yang akan menghilang bersamanya.

"Tidak," jawabku singkat dan sedikit menghempas tangannya yang masih memegang pergelangan tanganku.

"Aku lelah. Biarkan aku istirahat," ujarku dengan suara kecil.

"Katakan dulu inti dari perkataanmu tadi dan setelahnya, aku akan membiarkanmu beristirahat," kata Adrian sembari kembali memegang erat pergelangan tanganku. Aku menghela napasku dalam. Kenapa dia begitu keras kepala?

Aku hanya diam. Tidak ada sepatah katapun keluar dari mulutku. Adrian pun sama, ia juga hanya diam, dan menuntutku untuk segera menyelesaikan rasa penasarannya yang berlebihan dan tak berguna sama sekali itu.

"Cepat jelaskan!" bentak Adrian mulai bosan. Haruskah ia tahu? Lagipula bila Adrian tahu, semuanya takkan berubah. Kami tetap hanya menjadi atasan bawahan dan suami istri atas dasar kontrak. Dan setelah Adrian tahupun, aku yakin dia hanya tertawa dan mengganggapku bodoh karena membiarkan diriku jatuh kedalam pesonanya itu.

"Kau yakin ingin mengetahuinya?" tanyaku padanya tanpa mempedulikan tatapan matanya yang semakin tajam itu.

Adrian menganggukkan kepalanya. Ia menaikkan salah satu alisnya seakan menunggu sepatah kalimat yang akan memuaskan hasrat keingin tahuannya itu. Sudahlah, Adrian tahu ataupun tidak, keduanya takkan menguntungkanku.

"Aku mencintaimu," jawabku lemah. dua patah kata itu kurasa cukup. Cukup membuatnya terkejut. Adrian melebarkan kedua matanya dan terkekeh pelan.

Aku berdecak sebal, sudah kuduga dia akan menertawaiku.

"Kenapa? Apa yang lucu?" tanyaku sinis.

"Apa salah bila aku bisa jatuh cinta pada orang sepertimu!" hentakku keras. Dengan cepat kulepas genggaman tangan Adrian dari pergelangan tanganku.

"Aku tahu segalanya sangat tak mungkin. Bagaimana bisa aku jatuh cinta pada orang jahat sepertimu! Orang yang tidak mempedulikan orang lain dan orang paling egois di muka bumi!" ujarku sambil membuang muka kearah lain.

"Benarkah?" tanyanya tak percaya.

Aku berdecak. "Aku tidak salahkan?! Lagipula, di perjanjian kita tidak ada larangan untuk jatuh cinta pada pihak lain," sahutku sewot dan langsung melangkahkan kakiku meninggalkannya yang masih terbatu.

||..||..||..||

Bodoh.

Aku menghela napas panjang. Rasa penat menyeruak memenuhi setiap tubuhku. Dengan malas aku menjatuhkan tubuhku diatas sofa kamar. Mataku memandang kearah cermin dihadapanku, dan mata yang ada dicermin juga ikut memandangku balik.

Lihatlah, begitu mengenaskan diriku yang dipantulkan cermin. Wajah pucat, berantakan, mata merah, dan lain sebagainya yang tidak ingin aku sebutkan.

Aku menaikkan alis kiriku dan diikuti oleh pantulan diriku dicermin.

"Kau gila?" tanyaku pada pantulan diriku dicermin dan pantulan diriku itu juga ikut menanyakan hal yang sama seperti yang aku katakan. Bisakah cermin berhenti menjadi plagiator? Apa saja yang ada dihadapannya pasti akan ia samakan dengan dirinya dan itu membuatku jengah. Tunggu, apa aku benar-benar gila?

Aku menggeleng kepalaku pelan, meresponi semua hal tak masuk akal yang ada dikepalaku. Aku membaringkan tubuhku disofa dan menutup kedua mataku paksa. Aku berharap segala hal yang mengusikku bisa hilang begitu saja tertelan alam bawah sadarku.

||..||..||..||

"Kau sudah sehatan?" tanya sebuah suara yang aku tidak tahu darimana asalnya. Suara itu berhasil membuatku termundur kaget dan terlihat seperti orang bodoh.

"Kau sudah sehatan?" ulang suara itu lagi. Aku membuka mataku lebar-lebar.

ADRIAN.

"Ahh ya, sudah," jawabku gagu. Jantungku mulai kembali beraksi dengan berdetak lebih cepat 10× lipat dari biasanya dan membuatku takut bila sampai Adrian mendengarnya.

"Sudah minum obat?" tanyanya lagi.

Aku mendelik bingung. Untuk apa dia bertanya? Dia aneh. Sangat aneh. Sebelumnya, dia menertawakanku karena menyatakan cinta padanya, lalu sekarang dia bertingkah seolah-oleh peduli denganku.

Aku berdecak sebal. Masa bodoh dia kenapa. Aku tidak ingin memusingkan hal seperti itu. Dan demi menghargainya aku menggangguk untuk menjawab pertanyaannya sebelumnya.

"Aku ingin mengajakmu makan malam. Kita akan berangkat dua jam lagi. Kuharap kau segera bersiap," ujar sekaligus titah Adrian dengan senyum manisnya itu.

Dia mengajakku? Tiba-tiba? Tanpa ada badai petir? Apa ini mimpi? Apa aku berimajinasi? Apa aku lupa bangun dari tidurku? Apa ini hanyalah ilusi? Seseorang, Tolong jawab aku!

"Kau mau, bukan?" tanya Adrian mendesakku.

Aku kembali mengangguk, lalu mengalihkan pandanganku pada arah lain. Berlama-lama menatap kedua bola mata hitam kelam Adrian bisa membuatku meleleh.

Semoga saja tidak ada hal buruk nantinya.

||..||..||..||

Thanks for read this. Jan lupa vote, follow, dan comment.

(Done)

Billionare's Wife (COMPLETED)Where stories live. Discover now