Afwan Kayisa Wiratama

67.8K 2.1K 35
                                    

Laju kendaraan semakin di percepat Afwan. Untung saja siang ini jalanan tidak begitu padat, padahal ini sudah masuk jam makan siang.

Setelah menempuh hampir setengah jam perjalanan Afwan langsung buru-buru masuk ke dalam rumah, kecemasannya memang belum begitu surut. Tapi setidaknya tidak secemas di jalanan tadi.

"Bagaimana Bu? Cia masih panas? Sudah di bawa ke rumah sakit?" Tanyanya ketika melihat keponakannya kini tertidur pulas.

"Dia masih panas Wan, tapi tadi udah ke rumah sakit cuma antrian obatnya panjang banget Wan. Akhirnya ibu bawa aja Cia ke rumah, sekarang tolong ibu ya." Tutur Ibunya lembut. "Tolong apa bu?" tanya Afwan.

"Tolong tebus Resep ini ke Apotek depan ya. Ibu mau buatin bubur untuk Cia dulu." pintanya. Afwan hanya mengangguk lalu berjalan keluar.

🍃🍃🍃🍃

Hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk Afwan sampai ke Apotek Dennis. Mengingat nama Apotek itu membuat Afwan senyum-senyum sendiri, karena tidak menyangka kalau cita-cita sahabat kecilnya itu benar-benar tercapai.

"Selamat siang, Ada yang bisa saya bantu?" Sapa seorang wanita ketika Afwan memasuki Apotek tersebut. Sepasang mata coklat kini menatap dirinya.

Wajah wanita itu membuat dirinya seakan sedang di surga. Terdengar berlebihan memang, tapi entah mengapa wajah yang di hiasi pasmina hijau toska ini sangat membuat hatinya tenang. Apa aku jatuh cinta lagi? Batinnya.

"Hello.. Ada yang bisa saya bantu?" Tanyanya lagi.

"Ohh-- Astaghfirullah hmm.. Ini. Saya mau tebus resep ini mbak." Afwan gugup bisa melihat wajah wanita itu sedekat ini.

"Sebentar saya cek dulu ya mas." Jawabnya. "Ini mau di tebus semua atau di tebus sebagian aja mas?" Tanya Pelayan tersebut.

"ah?em? Semua aja mba" Sahut Afwan. "Baik, semuanya jadi 120.000 ya mas." Buru-buru Afwan langsung mengambil dompetnya dan mengeluarkan tiga lembar lima puluh ribuan.

"Baik ini kembaliannya Mas, silahkan tunggu di sana ya Mas 15 menit lagi obatnya akan siap." Ujarnya di akhiri senyum yang.. Membuat hati adem.

"Nona Cia?" teriak wanita tadi dari bilik etalase obat. Afwan pun langsung menghampiri pelayan tersebut.

"Ini obat hufamag-nya di minum satu jam sebelum makan ya mas, ini juga----" panjang lebar pelayan tersebut menerangkan Afwan hanya diam memperhatikan raut wajah seriusnya.

"Ada yang kurang jelas mas? Atau ada yang mau di tanyakan?" Ujarnya. "Ada. Boleh saya minta nomer mbak?" Kata Afwan spontan yang membuat sang pelayan mengangkat alisnya heran.

"Sebentar ya mas." tak lama kemudian Pelayan tersebut memberikan secarik kertas yang sudah ada nomor di dalamnya.

"Makasih ya mbak." Ujar Afwan tak lupa memberikan seulas senyumnya.

🍃🍃🍃🍃

Tak lagi hampa hati ini. Setelah sekian lama kosong, sekarang entah mengapa sedikit demi sedikit mulai terisi lagi. Semenjak Afwan bertemu wanita tadi. Afwan yakin dirinya kini sedang merasakan kembali jatuh cinta.

Ah. Mengingat kejadian tadi siang membuat dirinya tidak bisa tidur sambil terus melihat secarik kertas yang berisi nomor telphon di sana.

Setelah menimang beberapa jam. Akhirnya Afwan memutuskan untuk mendial nomor tersebut.
Terdengar nada sambung dari sebrang sana.

"Hallo? Selamat malam. Dengan Apotek Dennis di sini. Ada yang bisa kami bantu?" Suara wanita di sebrang sana berbicara sangat cepat. Mendengar sapaannya Afwan langsung mematikan sambungannya.

Bukan. Bukan karena dia tidak bisa berkata-kata karena malu, melainkan nomor. Nomor yang dia hubungi saat ini merupakan nomor telepon Apoteknya.

Ah iya. Ini memang nomor telepon rumah, bukan nomor ponsel genggam. Afwan bodoh.

🍃🍃🍃🍃

"Ada apa Wan? Tumben lo mau ketemu gini sama gue? Hmm" Tuding Dennis ketika Afwan baru saja duduk di hadapannya.

"Haha. Sebenernya gue mau tanya aja Den, yang kerja di apotek lo itu siapa aja sih?" Tanyanya to the point.

"Pertanyaan lo tuh freak tau gak sih. Haha" Ledek Dennis melihat tingkah konyol sahabatnya itu.

"Gue serius Den." Tutur Afwan. "Apoteker gue Ayraa, Asistennya ada Rahma sama Nuri kenapa?" Jelas Dennis. Di akhiri pertanyaan penasarannya. Karena gak biasanya Afwan menanyakan soal ini.

"Gapapa Den. Gue cuma lagi nyari tau aja, kalo yang namanya Nuri yang mana?." Tanya Afwan hati-hati. Supaya tidak ketahuan kalau dia sedang suka dengan salah satu pegawai Dennis.

"Tar dulu deh. Lo kenapa sih? Tumben kepo begini haha" ledek Dennis penasaran.

"Nanti gue jelasin. Kasih tau dulu yang mana yang namanya Nuri?" Paksa Afwan kepada Dennis. "Oke-Oke. Sebentar."

"Ini, ini Nuri. Yang tengah Ayraa yang kiri Rahma." Ujar Dennis sambil menyodorkan Handphone nya ke Afwan.

Tebakan Afwan ternyata salah. Yang di maksud dirinya itu bukan Nuri, melainkan Ayraa. Jadi namanya Ayraa? Nama yang indah. Batinnya.

"Eh, lo ngeliatin siapa sih? Sampe mesem-mesem begitu." Ledek Dennis melihat ekspresi Afwan seperti orang jatuh cinta.

"Lo suka sama Nuri?" Selidik Dennis. "Bukan." Kata Afwan tegas. Dennis hanya memasang wajah penuh pertanyaan.

"Ayraa. Ceritain tentang Ayraa baru gue jelasin alasannya." Pinta Afwan tegas. Dennis hanya bingung menatap sahabatnya yang sampai sekarang tak pernah berubah sifat bossy nya.

"Jadi?"

"Namanya Ayraa Nazeefah Mahveen. Dia itu anak ke dua dari dua bersaudara. Dia punya abang namanya Faris Ilham Nugraha. Dia anak dari Pengusaha tambang batu bara, namanya Atmojo Suryo Nugraha. Dia itu Apoteker di tempat praktik gue umurnya baru 23 tahun, walau 23 tahun bisa gue simpulin. Dia itu orangnya Sederhana tapi Mewah. Idaman setiap Pria lah pokoknya. Solehah, murah senyum, sabar, paket plus banget deh kalau ada pria yang bisa nikahin dia." Jelas Dennis panjang lebar.

"Terus?" Pinta Dennis untuk Afwan menjelaskan maksudnya.

"Gue mau ngajak dia Ta'aruf" Kata Afwan pasti. yang langsung membuat Dennis terkejut.

"Maksud lo? Ngajak dia nikah? Gitu?" Tanya Dennis menuntut penjelasan yang lebih jelas.

"Iyap. Gue gak mau buang-buang waktu kaya dulu lagi. Dan gue gak mau gagal lagi." Sahut Afwan lirih.

"Gausah bercanda deh Wan. Lo kalau mau maen-maen doang sama dia mending jangan deh. Dia itu gak pantes buat di jadiin pelampiasan apalagi sampe di khianatin dan di sakitin. Cuma cowok jahanam yang berani ngelukain hatinya dia." Jelas Dennis di akhiri peringatan. Afwan hanya mengangguk mengerti.

"Tapi gue bener-bener mau ngajak dia Ta'aruf ko Den. Bukan nge-jadiin dia bahan pelampiasan akibat faktor gagal nikah." Ujar Afwan jujur.

"Tapi Wan. Lo itu baru ketemu dia sekali. Belom ngenal dia lebih jauh. Gue rasa lo cuma terobsesi sama dia, alias gak beneran tulus cinta sama dia." Ujar Dennis Sarkatis.

Obsesi? Afwan hanya diam mendengar kata itu.

"Boleh gue minta alamat rumah orang tuanya?" Ucapan Afwan barusan membuat Dennis berhasil melongo untuk yang kedua kalinya. Sahabatnya kini tidak main-main. Dennis rasa Afwan memang sudah benar-benar Move on. Atau? Entahlah.

Hai.. Aku bawa cerita baru 😆 semoga sukaa yaaaaa.. Jangan lupa vote dan comentnya guys😊 makasih

Dear My Husband ✅Where stories live. Discover now