19.

28K 1.2K 69
                                    

Setelah berkeliling mencari keberadaan Ayraa di daerah Bandung dan sekitarnya. Serta menetap di rumah ibunya selama hampir satu minggu, akhirnya Afwan memutuskan untuk pulang ke Jakarta.

Ia berharap penuh istri tersayangnya sudah berada di rumah. Kalau istrinya itu benar ada di rumah, Afwan ingin sekali memeluk tubuh mungilnya. Mencium keningnya dan berjanji tak akan membiarkannya tersakiti lagi.

Aku Rindu kamu Ay- Batinnya.

Afwan sampai di rumah yang ia bangun dari hasil jerihpayanya sendiri. Afwan di sambut baik oleh Mbok Sar.

"Mbok. Ayraa sudah pulang?" Tanya Afwan kepada pengasuhnya sedari kecil. Mbok Sar.

"Loh saya kira, Non Ayraa pulang sama Aden." Balasnya. Afwan hanya diam dan berlalu. Jawabannya sudah pasti kalau Ayraa belum pulang ke rumah ini.

Afwan memasuki kamarnya dengan gontai. Langkahnya seakan terseret memasuki kamarnya dengan Ayraa. Kamar yang dulu hangat dengan senyum Ayraa. Kini dingin dan hampa.

"Harus kemana lagi aku mencari kamu Ay? Bahkan kamu saja tak pulang kerumah orang tuamu. Kamu sebenarnya dimana Ay?" Lirihnya memandangi wajah istrinya yang sedang tertawa lepas dengan berlatar belakang pantai. Air matanya hanya menetes tidak lagi meluruh.

Yap. Sempat sebelum pulang, Afwan mengunjungi kediaman mertuanya di bilangan Jakarta Selatan. Rumah itu hanya di huni oleh seorang wanita paruh baya yang bertugas menjaga dan membersihkan rumah Ayraa. Bi Ida namanya. Mengingat mertuanya dan kakak iparnya itu sedang berada di luar kota. Jadi hanya ada Bi Ida di sana.

Sempat awalnya Afwan tak percaya dengan wanita itu, bagaimanapun Ayraa adalah anak majikannya. Tentu permintaan apapun akan di kabulkannya. Tapi memang benar Afwan tidak menemukan sosok Ayraa di sana. Di setiap sudut ruangannya Setelah Bi Ida menawarkan dirinya untuk memastikan sendiri. Apakah Ayraa ada atau tidak.

Tanpa di sadari Afwan sudah terlelap dengan bingkai foto masih di tangannya. Mungkin Afwan lelah, Ayraa mendekat lalu mengambil bingkai itu. Menaruhnya lagi di tempat semula. Memposisikan dirinya sepelan mungkin tidur di samping suaminya. Ayraa menatap wajah kacau itu. Wajah yang penuh penyesalan.

Sorot mata yang tadinya menatap teduh kini terlihat layu. Jiwa yang selalu berwibawa kini telah Rapuh. Ingin sekali Ayraa mengelus pipi Afwan. Tapi di urungkannya. Ia takut kalau Afwan menyadari kehadirannya.

Iya kehadirannya. Ayraa sudah pulang lebih dulu ke rumah ini. Mendengar mertuanya menyuruh suami nya pulang hari ini. Jadilah ia mengumpat dan berdiam diri di kamar tamu.

Awalnya Ayraa tak mau berpindah kamar. Jujur ia rindu dengan suaminya. Tapi mengingat permintaan Ayah mertuanya untuk tidak bertemu dulu dengan Afwan sampai akhirnya Afwan sendiri yang menemukan dirinya. Jadilah Ayraa menurut.

_

Hari semakin sore. Afwan terbangun dari tidurnya. Ia mengusap wajahnya kasar karena ketinggalan sholat dzuhurnya. Afwan bangkit lalu menunaikan kewajibannya.

Deringan ponselnya membuat Afwan menghentikan kegiatan melipat sarungnya. Tertera di sana nama Zidan menelponnya.

"Meja 17. Cafe biasa"

Selalu seperti itu. Zidan tak pernah mengubah kebiasaannya yang kadang buat orang darah tinggi. Belum mengucapkan salam tapi sudah to the point. Irit pulsa atau bagaimana? Huh.

Setelah mendapat telphon dari Zidan. Afwan bersiap-siap untuk bertemu sahabatnya itu. Tak membutuhkan waktu lama untuk Afwan sampai di Cafe biasanya.

"Bagaimana? Ada perkembangan dari istri gue?" Kata Afwan langsung to the point.

"Sabar kali." Kata Zidan cengengesan. "Gue mau kasih tau lo, gue gak bisa ngasih tau keberadaan Ayraa dimana kecuali lo sendiri yang nemuin dia." Afwan sengaja meminta bantuan Zidan untuk mencari keberadaan istrinya itu.

Dear My Husband ✅Where stories live. Discover now