18.

16.9K 1.1K 74
                                    

_

Mulai malam itu Ayraa menurut dengan perintah Ayah mertuanya. Pikiran buruk tentang Sigit akan memaki Afwan lenyap sudah.

Sigit tak memaki apalagi menyalahkan Afwan ketika Afwan datang. Sigit menyambut baik anak bungsunya itu. Sigit berusaha seakan tidak mengetahui apa-apa.

Mereka bercengkrama layaknya Ayah dengan Anak. Sigit menanyakan kedatangannya Afwan yang lebih Awal, sampai akhirnya Afwan berbicara sejujurnya apa yang sedang ia rasakan.

Dan sepertinya Pak Usman memang benar-benar memegang janjinya. Karena Afwan tampak menanyakan keberadaannya Ayraa di sini ada atau tidak. Tapi Sigit menggeleng, Sigit berujar Bahwa Ayraa tidak datang kesini.

Ayraa tahu karena Ayraaa menyimak dari balik dinding yang memisahkan ruang keluarga dengan ruang makan. Ayraa melihat Sigit menjalankan perannya sebagai seorang Ayah. Ia memarahi Afwan, tapi tidak keras. Lebih ke arah menasihati.

Ayraa menangis tiada henti melihat penampilan suaminya yang kusut itu. Apa Afwan benar-benar menyesal dan merasa bersalah dengan Ayraa. Entahlah. Ayraa sudah cukup sakit berada di situasi seperti ini.

Sigit tampak meninggalkan Afwan di sana sendiri dan hendak menghampiri Ayraa.

"Jangan berfikir saya akan marah besar kepada anak saya. Walau sejujurnya saya ingin melakukannya. Tapi jika ada cara yang lebih baik kenapa tidak." Ayah mertuanya itu Tersenyum lalu mengusap kepala Ayraa. Ayraa hanya mengangguk walau dia tak mengerti dengan perkataan mertuanya itu.

🍃🍃🍃🍃

Sudah lebih dari tiga hari Ayraa berada di rumah mertuanya. Sudah tiga hari pula ia tak merespon panggilan Afwan. Malam ini bisa di bilang adalah malam keempatnya. Ayraa menangis di balkon kamar.

Ia melihat Afwan di saung dekat kolam renang. Tatapan suaminya itu nanar sesekali melihat Handphone nya. Menanti Apa ada balasan dari Ayraa atau tidak?.

Ayraa menangis dalam diam ketika melihat Afwan menaruh Handphone nya di telinga. Dan seketika itu ponsel Ayraa berkedip dalam diam.

Ia bingung mau mengangkat atau tidak. Hatinya menyuruh untuk mengangkat, tapi egonya menolak.

"Hallo Ay?" Tercetak jelas wajah bahagia Afwan di sana ketika Ayraa mengangkat panggilannya.

"Ay ini benaran kamu kan? Ay ini aku, Afwan. Aku gak perduli mau semarah apapun kamu sama aku sekarang karena aku hubungi kamu. Tolong Ay, jangan tinggalin aku kayak gini. Aku tau ini kesalahan aku yang paling fatal. Tapi ada alasan di balik semua ini Ay, entah kamu mau menjuluki aku lelaki brengsek, biadab, atau apapun aku terima. Bahkan kamu tak mau berbicara padaku sekalipun aku terima Asal kita sama-sama lagi Ay. Atau kamu mau aku cuti selama satu bulan untuk temani kemana pun kamu mau? Aku siap Ay. Asal gak kayak gini, aku kangen kamu."

"Ay, tolong. Kasih aku kesempatan kedua untuk perbaiki hubungan kita. Kasih tau aku dimana kamu sekarang, setidaknya aku bisa memastikan sendiri apa kamu baik-baik saja atau tidak Ay. Aku mohon."

"Ay.."

Setelah memutuskan sambungan Afwan. Ia menangis sejadi-jadinya di kamar, sebelumnya sempat ia mendengar teriakan prustasi Afwan dari Bawah.

Ayraa tak kuat mendengar suara suaminya sekarang. Meski ia sadar bahwa dirinya rindu dengan sosok Afwan yang tiba-tiba memeluknya, mencium pipinya, menggombalinya. Tapi Ayraa masih sulit untuk melupakan kesalahannya Afwan. Sulit.

Ayraa mungkin terlalu berlebihan bertingkah seperti ini. Mungkin hanya dia wanita yang melihat suaminya berzinah di belakang sampai marah seperti ini. Meninggalkan pergi dan tak memberi kabar.

Dear My Husband ✅Where stories live. Discover now