24.

23.6K 1.1K 24
                                    

_

Setelah menunaikan sholat Dhuha. Afwan langsung bergegas ke kamar Ayraa, iya tahu bahwa ia lapar. Tapi melihat pesan dari Lika, kalau istrinya itu sudah siuman membuat ia mengenyampingkan rasa laparnya itu.

Afwan memutar balik langkahnya ketika melihat antrian panjang di depan lift. Ia berniat untuk menaiki tangga darurat saja.

Tapi, baru saja ia hendak melangkah. Sebuah tangan mencekalnya. "Afwan tunggu." Afwan memutar badannya. Matanya membeliak seketika mendapati Tia yang baru saja mencegahnya melangkah.

"Tia?" Pekiknya tertahan. "Kok. Lo?" Tia tampak mengangguk. "Gue mau bicara penting sama lo. Tapi gak disini, please." Lirih Tia. Afwan sebenarnya ingin menolak jika saja Tia tidak mengucapkan permohonan itu sekali lagi.

Dengan berat hati Afwan mengikuti langkah Tia. Sebenarnya Afwan juga penasaran dengan apa yang ingin di sampaikan oleh Tia kepadanya. Karena baru ini Afwan melihat betapa kacau penampilan Tia.

Dan dengan kepasrahan juga dengan segala kekepoan Afwan. Berakhir lah ia sekarang disini, di taman rumah sakit.

"Ada apa?" Tanya Afwan bingung. Tia tampak menghela nafas.

"Maaf kalau sebelumnya gue melibatkan lo di urusan ini." Ucap Tia gamang.

"Maksud nya apa sih Ti? Gue gak paham, urusan apa?"

Tia tampak menarik nafasnya."Gue mohon lo dan istri lo bisa memaafkan Ria.." Mata Tia berkaca-kaca begitu menatap Afwan. Afwan tampak mengernyitkan dahinya.

"Karena sekarang.. Ria koma." Isakan terdengar setelahnya dari mulut Tia.

"Heuh.. Lo bercanda kan?" Tanya Afwan dengan senyum mirisnya. "Gue lagi gak bercanda Wan. Ria beneran Koma,." Jelas Tia lagi, di sela isakannya. Afwan seketika diam. Jujur dari ia bertanya kalau Tia bercanda soal ini, pandangannya mulai berkabut. Dan kini mulai berlinang.

"Terus dimana Ria sekarang?" Tanya Afwan dingin. Dingin merasa sakit.

Tia hanya melangkah tanpa menatap Afwan. Sepanjang berjalan menuju ruang ICU, Tia tak bisa membendung air matanya.

"Ria disana. Beristirahat sejenak dari semua masalahnya" Tutur Tia dengan Mata yang mengarah ke sebuah dinding kaca besar. Afwan melangkah menuju arah yang di maksud Tia.

"Pendarahan di otaknya yang membuat dia nyaman dengan keadaan komanya." Tia mendekat dengan linangan Air matanya.

"Kejadian malam itu yang membuat Ria terbaring lemah seperti ini, malam dimana Ria ingin berkunjung ke rumah lo dan ingin menyelesaikan masalah waktu di hotel itu." Afwan terdiam. Terus menatap mantan calon istrinya itu sambil mendengar penuturan-penuturan Tia yang entah mengapa mendatangkan sekelabat nyeri di bagian dadanya.

"Tapi naas, baru saja keluar dari komplek perumahan, Motor Ria dihantam dari samping kanan dengan metromini ugal-ugalan." Afwan menatap nanar mantan calon istrinya itu. Tangannya kini terkepal kuat. Karena Afwan merasa ini adalah salahnya.

"Gue dan Mamah udah coba larang dia untuk ke rumah lo naik motor. Gue juga udah coba bujuk dia supaya gue aja yang ngendarain. Tapi Ria menolak, Ria bilang ini kemauan bayinya, kemauan bayinya menaiki motor dan lagi pula ini masalah dirinya, dan dia gak mau melibatkan banyak orang dalam masalahnya. Terutama gue, katanya dia udah banyak ngerepotin gue. Tapi gue gak pernah ngerasa di repotin Wan.. Sumpah." Tangisnya pecah lagi. Afwan hanya bisa menepuk bahu Tia.

"Ria wanita yang kuat. Gue yakin secepatnya dia pasti bangun dari komanya." Tutur Afwan memberi semangat pada diri Tia. "Dan maaf. karena gue, Ria jadi seperti ini"

"Maksud lo?" Tanya Tia tak mengerti.

"Ria gak akan seperti ini kalau aja gue mau nerima kedatangan dia di kantor tempo hari. Maaf, gue menolak karena gue gak mau Istri gue salah paham lagi. Gue gak mau dia nemuin Ayraa, dan membuat Ayraa sedih lagi. Gue cuma gamau itu Ti. Gue harap kita sama-sama mengerti."

Dear My Husband ✅Where stories live. Discover now