.Despair.

365K 19.3K 1.3K
                                    


Rio tak menemukan Ify di manapun, di gedung Apartemen, di sekolah, di rumah sakit dan kini dirinya berhenti di depan rumah Ify. Ia memilih menunggu Ify sampai pulang. Ia yakin Ify akan kembali ke-rumahnya terlebih dahulu.

Rio keluar dari mobilnya ketika melihat sebuah mobil lamborgini-hitam datang dan berhenti di depan rumah Ify.

Rio menghentikkan langkahnya, ia mendapati Ariel dan Ify keluar bersamaan dari mobil tersebut.

"Terima kasih kak, maaf sudah merepotkan" ucap Ify kepada Ariel.

Ify menemukan Rio berdiri ditengah jalan, kedua mata mereka bertemu. Rio menatapnya datar tanpa ekspresi. Ify segera mengalihkan pandagannya,

"Lo mau mampir dulu?" tawar Ify, pertanyaanya tersebut membuat Ariel kembali terkejut.

Ariel tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya,

"Gue langsung balik aja" jawab Ariel. "Kalau butuh apa-apa, jangan sungkan"

Ify menganggukan kepalanya, memaksakan senyumnya ke Ariel.

"Hati-hati kak pulangnya, gue masuk dulu" pamit Ify, ia ingin secepatnya masuk kedalam rumah. Hari ini cukup lelah baginya.

"Oke, bye" Ariel kembali masuk ke dalam mobil dan perlahan mobil itu menjauh dari hadapannya.

Ify segera masuk kedalam rumah, tak berniat untuk memanggil atau menyapa Rio yang masih diam tak bergerak sedikit pun, hanya menatapnya dari kejauhan. Energi Ify hampir habis dan dirinya juga tak ingin merusak mood-nya yang sudah hancur sedari tadi.

Ify masuk kedalam rumah, ia dapat merasakan bahwa ada seseorang yang mengikutinya dibelakang. Tentu saja Ify tau siapa orang itu, Ify membiarkannya saja dan tetap berjalan.

"Fy—" panggil Rio sembari memegang lengan Ify dalam satu dekapan.

Ify terpaksa menghentikkan langkahnya,

"Kenapa?" balasnya setenang mungkin. Ify mencoba biasa saja walaupun pada kenyataanya ia merasakan sesuatu aneh mendesak dadanya, dan rasanya sakit.

Rio menatap Ify sendu, terlihat bingung harus memulai pembicaraan dari mana. Rio menghela napasnya.

"Maafin gue" lirihnya sangat bersalah. "Gu—, Gue minta maaf" ulangnya lagi.

"Untuk apa?" Ify memaksakan senyumnya, terasa canggung di kedua sudut bibirnya.

Rio berjalan mendekat, mengeratkan genggamannya.

"Lo pasti marah sama gue?"

Rasa sakit itu terasa semakin aneh dan mendesak lalu mulai menyengat kedua matanya. Seolah saling terhubung. Ify mengigit bibir dalamnya,

"Nggak. Kenapa gue harus marah?"

Rio mulai frustasi, mendapati balasan Ify seperti ini membuatnya sangat takut. Ify tak biasanya setenang ini ketika marah. Apakah gadis ini benar-benar sangat marah kepadannya? Rio semakin merasa bersalah.

"Gue nggak ber—"

"Gue ganti baju sebentar" potong Ify, tangannya mencoba melepaskan genggaman Rio.

Ify tak berhasil melepaskan tangan Rio dari pergelangannya, pria itu semakin mengeratkannya.

"Yo, lepasin" pinta Ify dengan suara pelan.

"Gue ngaku salah!" ucap Rio terdengar berat. " Lo boleh marah sepuas lo ke gue. Gu—"

"Gue nggak marah" sekali lagi Ify memotong ucapan Rio. " Jadi, gue mohon lepasin tangan gue, baju gue basah"

ELWhere stories live. Discover now