Dua - Pemandian Air Panas

839 76 15
                                    

Mungkin ini mimpi. Atau halusinasi. Dua hari lalu, Zeus menemuiku yang sedang dalam keadaan mabuk di kamar sendiri. Bersama kotak-kotak rokok yang telah kosong serta botol minuman keras yang berserakan di seantreo kamar. Sangat berantakan, baik ruangannya maupun pemilik ruangannya. Kemeja putih panjang yang ku gulung hingga siku tidak menutup tubuhku dengan benar. Anak-anak kancing di bagian atas tidak saling berkaitan dengan lubangnya. Satu yang kurang dari semua ketololan di kamar ini hanyalah... seorang wanita. Kamarku yang besar--mungkin lebih masuk akal jika dikatakan kapal pecah--bukanlah tempat dimana aku bisa melewati malam-malam panas bersama pelacur. Tidak sama sekali.

Teman-temanku sendiri bingung. Aku adalah pelajar dengan angka kriminalitas yang tinggi, namun begitu entah mengapa aku tetap tergolong ke dalam deretan murid cerdas berprestasi. Aku tidak pernah sekalipun punya sosok yang diberi judul kekasih, pacar, mantan, atau apapun semacamnya. Aku single, dan bukan tipekal rasis yang membedakan perlakuan antar kaum Adam dan Hawa. Sayangnya, bukan di bidang positif. Justru sebaliknya, aku tidak pernah segan untuk berlaku kasar pada perempuan yang membuatku marah. Ku perlakukan semua orang dengan sama. Jika menyebalkan, ya aku marahi, aku caci maki dengan makian yang kotor, aku pukul, dan ku buat mereka menangis.

Lantas malam itu, semuanya berubah. Saat pria asing membawa tongkat panjang dengan tiga ujung yang tajam itu datang dan membawaku ke sebelah Timur Kota Paris ini, aku benar-benar berubah total. Maksudku, kehidupanku berubah total. Disini aku tidak menemukan tumpukkan uang yang bebas ku pakai, tidak ada jajaran botol minuman yang bebas ku pilih dan ku tenggak, tidak ada rokok, tidak ada musik yang membuat tubuhku menari nikmat, tidak ada. Jujur, yang ada dalam diriku saat ini justru hanya kebingungan dan ketakutan. Apa yang dijelaskan Zeus pada Minerva, percis dengan yang Zeus jelaskan padaku. Sama seperti anggota kelas Olimpus lain, Zeus menjelaskan semua sedetil itu.

Sekedar informasi, aku berasal dari Toronto, Kanada. Zeus bilang bahwa orang-orang pilihan yang berada di sekolah ini merupakan gabungan dari seluruh manca negara. Reinkarnasi saudari kembarku, Artemis, yang bernama Selena, dia berasal dari daerah Timur. Aku lupa. Yang jelas, tidak ada satupun di antara kami yang saling mengenal. Semua asing, semua baru, dan tentu, semua membosankan. Semua yang ada disini membuatku ketakutan. Aku yakin bukan hanya aku saja, mereka-mereka yang dari kelas sebelahpun begitu. Reinkarnasi Arae, Zayn Rae Malik, dewa kutukan. Memang, dia sangat kuat dengan kemampuannya mengutuk apapun yang ia segani.

Tapi siapa yang tahu? Siapa yang tahu kalau bisa saja Zayn merasa tersiksa akan kutukannya sendiri. Meski ia dipandang sebagai sosok reinkarnasi personifikasi, yang jahat, tidak ada yang tahu kalau mungkin mereka semua tidak menginginkan itu. Mereka ingin bebas.

"Justin, aduh." Aku menoleh saat suara lembut itu menelisik ke dalam telinga. Disana ada Minerva, tertatih-tatih membawa dua kardus berisi properti kelas yang pada akhirnya berjatuhan dan menyeraki lantai. Sementara dia jatuh terduduk dengan mata sendu, memandangi jam, bingkai, dan properti lain yang keluar-keluar dari dalam kardus. Bersyukur tidak ada satupun yang pecah.

"Apa yang sebenarnya kau lakukan?" Sama sekali tidak berniat membantu, ku tatap dia dengan posisiku yang masih berdiri. Dia mendangak, menatap mataku penuh kebencian.

"Aku hanya ingin kau minggir! Lihat, karena kau diam berdiri menghalangi jalan, kardus-kardus itu jadi berjatuhan!"

Aku terkekeh, tapi hambar. Mungkin justru terkesan melecehkan. "Hei. Apa barusan kau menyalahkanku?"

"Itu memang salahmu, sialan!" Ia berdecak. Lantas berangsur bangkit dan menatap kedua mataku dengan bengis. Aku tidak balas memandanginya dengan tajam, karena meski aku fikir normal, tapi semua orang mengatakan bahwa sorot mataku ini memang sinis dari sananya.

"Sepuluh temanmu tidak ada yang terjatuh hanya karena eksistensiku disini. Hanya kau yang repot sendiri. Apa masalahmu?"

"Masalahku? Tanya dulu pada dirimu sendiri!" Telunjuknya yang kecil menekan sebelah bahuku kuat-kuat. Meski begitu, tubuhku tak bergeming meski hanya satu senti. "Kau sendiri sedang apa? Mengkhayal, hah? Lihat yang lain, kita sedang sibuk merapikan kelas, bantu sedikit kek. Dan ini, ketika kau melihat kardus ini jatuh dan berserakan, apa tidak ada niatan untuk membantu merapikan kembali? Kau benar-benar tidak berguna, ya."

Goddes ReincarnationWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu