BAB II - 1. There's Something Wrong

237 27 9
                                    

Aku percaya bahwa gadis yang sedang berada dalam dekapanku adalah gadis yang akan selalu berada di samping ku selamanya. Sampai kita tua, sampai jadi debu, aku akan selalu berada di sisinya, menemaninya beristirahat untuk terakhir kali pada liang yang bersebelahan.

Karena aku, sangat mencintainya bahkan ketika ragaku tidak bernyawa lagi.

***

Pukul setengah enam pagi. Mataku mengerjap saat cahaya surya menerobos masuk menembus kaca jendela besar di dinding kamar Agatha. Gadis itu masih tertidur pulas seperti bayi sambil melingkarkan tangannya pada pinggangku dengan kepala yang terbenam di bawah di bawah dada.

Aku tersenyum hangat memandangnya yang terlihat sangat cantik dan polos, kemudian menolehkan kepalaku menatap langit yang cerah lewat jendela yang tidak tertutup tirai.

Aku melotot kaget ketika melihat sesuatu yang mengejutkan di langit cerah sana. Kereta Apollo lewat dengan cepat menembus gumpalan awan. Aku tidak bercanda, aku benar-benar melihatnya. Jantungku nyaris mencelos keluar saking kagetnya. Bahkan Agatha sampai terbangun karena reaksiku yang berlebihan.

Gadis itu mengangkat kepalanya dengan mata yang masih mengerjap seperti sukar sekali tuk dibuka lebar. "Kenapa?" suaranya parau. Ah, aku jadi merasa bersalah karena tidak sengaja membangunkannya.

"I think, there's something wrong, Agatha." Aku berkata dengan serius, mengundang kerutan pada dahinya. Duh, kenapa dia menggemaskan sekali?

"What's wrong?"

"Us."

"Hng?" Kini ia membenarkan posisi duduknya menjadi lebih tegak.

"Kemarin kita lihat sendiri Shawn yang... kau tahu, kan?" Agatha mengangguk. "Dan aku, barusan aku melihat kereta Apollo, serius." Aku mengacungkan dua jariku.

"Kau yakin itu kereta langit milik Apollo? Bukan milik Santa Claus?" Astaga, aku ingin sekali memukul kepala gadis ini dengan panci. Namun melihat matanya yang bergerak khawatir, kuurungkan niat jahat itu.

"Agatha I'm not kidding. It's really his train. Aku tidak pernah melihat kereta itu sejak keluar dari rumah dewa dan... Memang seharusnya aku sudah tidak memiliki kemampuan untuk melihatnya."

"Sebenarnya, Justin..."

"Ada apa?" Aku mengapit dagunya dengan jari. Jika tidak, ia akan terus-terusan menunduk.

"Kemarin aku menutup pintu gudang."

Alisku bersatu. "Dan?"

"Pintu itu jatuh karena aku menutupnya terlalu keras."

Aku menganga. Aku mengerti kemana arah jalan pembicaraan ini. Baiklah, Agatha Minerva memang atlet taekwondo tapi dia bukan Wonder Woman atau Strong Woman Do Bong Soon atau siapalah itu perempuan dengan kekuatan super. Dia tidak mungkin bisa merubuhkan pintu gudangnya yang tertutup dari besi hanya karena menutupnya terlalu keras. Jelas, itu kekuatan milik leluhurnya. Itu milik Athena.

Sepertinya, sesuatu yang tidak beres benar-benar sedang terjadi. "Ini tidak bisa dibiarkan. Kita akan kehilangan kontrol, bagaimana kalau-" belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, kami berdua harus menutup mata karena silau matahari langsung menusuk tanpa permisi. Matahari terasa begitu terik di jam segini, bahkan panasnya terasa sekali seperti sedang membakar kulit. Aku bangkit dan segera menutup jendela dengan tirai. Ku intip sekilas keadaan di luar sana, persis seperti siang bolong di musim panas. Padahal, jam belum genap menunjukkan pukul enam pagi.

"See, Is it me that doing this insane thing?" Aku kalap. Ini benar-benar gawat. Kekuatan kami terlalu besar dan berbahaya jika dibiarkan tanpa pengawasan Zeus, dunia bisa kacau.

Goddes ReincarnationDonde viven las historias. Descúbrelo ahora