Tujuh - Duka Liam

563 64 16
                                    

Lorong koridor sekolah telah sepenuhnya sepi. Tidak ada orang lain lagi kecuali sepasang reinkarnasi dewa-dewi olimpus dalam mitologi Yunani yang tidak lain adalah Justin dan si dewi perang Agatha. Mereka menyusuri lorong koridor ketika yang terdengar hanya suara sepoi angin juga ketukan sepatu mereka yang menggema tiap kali mencumbu lantai. Sesekali ada suara daun yang bergesekan dengan daun lain, dan suara lonceng kecil di sisi tas Agatha yang berbunyi tiap kali lonceng itu terguncang. Mereka berjalan tanpa saling bertatap, tanpa ada rasa simpati satu sama lain, justru mereka sama-sama membenci situasi ini.

"Memang merupakan kesialan bagiku karena mendapat pasangan denganmu." gadis itu menggerutu, memecah keheningan yang sejak tadi melingkupi. Usai Agatha bicara, hembusan angin seolah berhenti tertiup, bersama dengan kaki Justin yang tak lagi melangkah maju. Pria itu menoleh, memandangi Agatha skeptis, dengan alis yang bertaut hebat.

"Dan kau mau menyalahkanku?"

"Tidak. Aku tidak bilang begitu. Aku cuma bilang ini benar-benar sial. Bagaimana tidak, aku membenci matahari, dan aku harus naik kereta langit yang selalu terkena sinar matahari, dan duduk bersanding dengan reinkarnasi dewa matahari. Apalagi yang lebih buruk dari itu?"

Kekehan penuh dengki keluar dari sela-sela bibir Justin. "Dan kau fikir ini bukan kesialan bagiku, harus duduk bersanding dengan orang yang phobia akut terhadap matahari? Yang rasanya sangat ingin aku lempar ke pusat tata surya, hm? Apa kau fikir ini mukjizat?" phobia akut matahari yang Justin maksud tidak serius. Agatha hanya membenci matahari, bukan phobia. Akan berbahaya sekali jika Agatha terkena phobia matahari, gadis itu bisa mati kekurangan vitamin D, tapi yea, Agatha juga sering mendapat bayang-bayang buruk tentang kematian ibunya tiap ia terlalu lama memandang matahari, ia akan terhanyut dalam pusaran pikirannya sendiri, tentang harta karunnya yang hangus terbakar, tentang segala sesuatu yang bahkan Agatha tidak sanggup untuk ceritakan pada siapapun sampai saat ini.

"Aku fikir kau sudah belajar bersikap baik terhadap orang lain."

"Tadinya begitu," Justin menghela nafas jengah. "Siapa juga yang mau bersikap baik pada orang yang baru saja mengolok-olokmu."

"Hish." Agatha berdecak. "Seharusnya kau mengerti perasaanku, kau kan bisa baca fikiranku! Aku bisa mati konyol di detik pertama kita naik keretamu itu." Gadis itu mengacak asal rambutnya, menghembuskan nafas dengan asal dan berkecak pinggang.

Sesuatu yang tak terduga lagi-lagi terjadi. Agatha nyaris saja terjerembab kaget ketika merasakan sesuatu yang nyaman merambat di sekitar puncak kepalanya, menjelajahi rambutnya dengan lembut, membenarkan helaian rambutnya yang sempat kusut tak beraturan. Meski tidak membuahkan hasil yang berarti, tapi hal itu mampu membuat Agatha diam selama sejenak. Catat ini, sejenak, Karena pada dua detik selanjutnya tawa gadis itu pecah membuat koridor yang sepi seketika ramai akan suara tawanya yang menggema, bahkan burung-burung kecil yang tengah hinggap di dahan pohon pun terbang bepergian seolah mendapat berita kebakaran hutan. Justin dibuat mengernyit oleh gadis itu. Ia mendesah pelan lantas melangkah tanpa menghiraukan Agatha yang sedang memeluk perutnya berusaha menghentikan tawa.

"Tunggu aku, sialan!" Butuh perjuangan keras untuk berteriak demikian di sela tawanya yang masih membludak. Gadis itu berlari, menyejajarkan langkahnya dengan Justin dengan seringai lebar yang terukir di bibirnya. "Tadi itu apasih, apa?" tanyanya dengan gurauan penuh jenaka. Alih-alih menjawab, Justin justru memalingkan wajah, enggan menatap gadis ini yang sedang mati-matian menggodanya.

"Lihat aku," Agatha menarik bahu Justin masih berusaha menyejajarkan langkah. Pria itu menggeliat, menyingkirkan tangan Agatha dari pundaknya sebelum berbalik dan menatap gadis di hadapannya dengan mata serupa elang kelaparan.

"Jangan lakukan itu."

"Lakukan apa?" Agatha mengangkat dagunya tinggi.

Justin diam dulu sesaat. Pria itu menarik nafas, kemudian kembali berjalan tanpa ada niat menjawab. Namun Agatha mendengarnya, Agatha mendengar suaranya. 'Don't be so adorable and made me wanna be your friend. I'm not person like that. I can't be a friend, I just can hurt anyone, anything.'

Goddes ReincarnationWhere stories live. Discover now