Dua Puluh Satu - Melawan Aphrodite

446 68 23
                                    

Satu-satunya hal yang Justin ingin lakukan sekarang hanya satu: menemui Agatha secepatnya.

Seperti debur ombak, mereka saling berkejaran, berlari berusaha menggapai tepian di sepanjang koridor.

Agatha tahu ini benar-benar konyol. Seharusnya yang ia lakukan cukup jujur dengan mengatakan semuanya, yang ada dalam fikiran dan hatinya, mengatakan bahwa dia sakit hati setengah mati dan segera menegaskan bahwa hubungan mereka sudah cukup berakhir sampai di sini saja.

Tapi dia juga tidak menginginkan itu.

Dia memang sakit hati, merasa dikhianati, dan kecewa sampai titik tertinggi. Mungkin dia sanggup mengeluarkan semua ilmu bela diri yang selama ini telah ia pelajari pada pria itu kalau saja ia ingin melampiaskan seluruh emosi dalam dirinya secara cuma-cuma. Tapi sekali lagi, garis bawahilah kalimat ini, Agatha juga tidak mau hubungan mereka berakhir, yang mana ia benci akan fakta tersebut. Alhasil, ketimbang harus menghadapi Justin dan mengakhiri hubungan yang ia sendiri tidak ingin akhiri, Agatha pun memutuskan untuk menghindar dengan... berlari?

Awalnya Agatha berpura-pura tidak dengar saat Justin memanggil namanya di ruang aula. Gadis itu buru-buru memasukkan buku tulis serta sebatang bolpoin ke dalam tas selempangnya lantas ia menyandang tas tersebut dengan gerakan super cepat sebelum melangkah keluar dengan langkah yang terhitung lebar sekali. Justin mengernyit, kemudian kembali menyerukan nama Agatha sembari menyusul sambil menerka-nerka apakah Agatha benar-benar tidak dengar atau dia hanya berpura-pura saja. Yang semula mereka hanya berjalan biasa, lama kelamaan mereka semakin menambah kecepatan langkah masing-masing hingga sampai pada satu saat di mana Agatha mulai jengah dan memutuskan untuk berlari. Dari situ Justin sadar, Agatha benar-benar menghindarinya. Tidak mau kalah, Justin juga berlari mengikuti kemana Agatha pergi. Tapi jangan salah, kecepatan lari Agatha hampir sama dengan pelari cepat kelas nasional. Bahkan Justin dibuat kelimpungan oleh kelakukan kekasihnya itu. Agatha berlari seperti kancil yang baru saja mencuri mentimun. Cepat dan lincah.

Mereka berlari seolah Justin adalah pria mesum yang sedang mengejar gadis incarannya untuk melampiaskan nafsu. Kejadian itu sukses menjadi tontonan utama warga sekolah dalam sekejap mata. Agatha berlari sambil berdoa agar semua ini segera berakhir. Ia berharap Justin menabrak pintu atau tembok, atau minimal orang yang lewat, asalkan ada hal yang membuat pria itu berhenti mengejarnya karena Agatha benar-benar tidak tahu harus mengatakan apa jika Justin berhasil menghentikannya. Sampai akhirnya doa Agatha terkabulkan, Justin berhenti. Bukan karena pria itu tertabrak, melainkan justru Agatha yang menabrak orang lain. Menyadari siapa orang yang Agatha tabrak, otomatis langkah Justin terhenti.

Agatha menabrak tubuh Zayn di persimpangan koridor, ia sendiri tidak mengerti bagaimana bisa Zayn tiba-tiba berada di situ. Agatha memang sempat melihat Zayn keluar lebih dulu sebelum rapat disudahi, tadi Zayn sempat izin ke toilet. Tapi Agatha tidak menyangka jika ia akan menabrak Zayn tepat di depan Justin, yang sejujurnya kebetulan sangat ia syukuri, karena ada hal yang harus ia lakukan secepatnya, saat ini juga, di depan Justin.

Dan semua berlalu begitu cepat. Bagai satu kedipan mata. Semua benar-benar terasa cepat dan membingungkan.

Agatha meraih tengkuk Zayn dengan ganas, lantas melumat bibir pria itu dengan kasar, membiarkan Zayn dan Justin sama-sama tercengang di tempat masing-masing.

Bisa dibilang tidak sampai sepuluh detik. Tapi entah mengapa, air mata Agatha jatuh mengalir di sela-sela ciumannya itu. Ia memaki diri sendiri dalam hati, membenci dirinya yang begitu lemah karena menjatuhkan air mata di depan dua pria sekaligus. Tapi semua terjadi tanpa terkontrol, Agatha seperti penjahat seks, tentu saja Zayn dibuat kebingungan olehnya. Namun begitu, ada setitik rasa hangat dalam dada Zayn ketika ia merasakan lembut bibir Agatha menghantam bibirnya. Dengan pipi yang basah, gadis itu berbalik, menatap Justin yang masih mematung tak percaya. Agatha tidak menghiraukan Zayn yang kini tercengang diselimuti oleh ribuan tanda tanya. Mata birunya lurus menusuk iris coklat madu itu. Kemudian, ia menarik nafas, membuat bibirnya bergetar.

Goddes ReincarnationWhere stories live. Discover now