Empat Belas - Cinta

568 66 54
                                    

"Aku kira kau akan mati, ya ampun. Darahmu sangat banyak, kau tahu?" Gadis itu menggeleng tak percaya, menatapi Agatha yang sedang bersandar di kepala ranjang rumah sakit sambil sesekali mengunyah jatah sarapannya. Terik mentari masuk melalui celah-celah jendela, menerpa tubuhnya yang kedinginan menjadi sedikit lebih hangat. Bubur yang disediakan rumah sakit amat tidak enak, rasanya hambar bagai Agatha sedang mengunyah kapas. Namun sejak tadi gadis dengan bibir bewarna merah menyala di hadapannya terus memaksa Agatha untuk makan, hingga mau tidak mau Agatha harus menurut karena menolakpun juga tetap percuma. Hasil akhirnya akan tetap sama.

"Kalau dia tidak mendonorkan darahnya untukmu, bagaimana ya? Kebetulan persediaan darah AB di rumah sakit ini sedang kosong. Duh, Minerva. Aku benar-benar takut, aku itu sayang padamu, serius. Kalau saja darah kita segolong, aku rela kok memberikan semuanya. Percayalah, di antara yang lain, aku yang paling khawatir. Aku menangis empat kali." Madison memajukan bibir bawahnya. Jari-jarinya yang lentik dengan hiasan cincin permata serta warna-warni cerah yang memoles sepuluh kukunya itu terulur untuk membelai lembut helaian rambut cokelat gelap Agatha yang jatuh mencumbu bahu. Rambut Agatha terlihat berantakan, lepek belum tercuci. Namun tak urung mengurangi kadar kecantikan alaminya barang sedikitpun.

"Dia siapa?" Agatha meneguk air putihnya yang ia raih dari atas nakas. Sarapan paling tidak enak yang pernah ia cicipi seumur hidupnya. "Aku belum bertemu Justin. Apa dia baik-baik saja?" Agatha melontarkan pertanyaan lain sebelum Madison sempat menjawab. Jujur saja, ia tidak peduli sama sekali soal siapa orang yang bersedia mendonorkan darah untuknya. Menolong teman yang berada dalam ambang kematian itu sudah wajar, kan? Agatha tidak perlu repot-repot merasa berhutang nyawa--meski sebetulnya iya. Tapi bukankah kondisi Justin saat ini jauh lebih penting untuk dibahas? Agatha tidak tahu menahu apa yang terjadi setelah dirinya jatuh pingsan.

"Sayangnya, tidak. Sebelah kakinya harus diamputasi."

Agatha tersedak. Penuturan Madison barusan sukses membuat matanya melotot besar hingga warna wajahnya berubah memerah. Batuk karena tersedak tidak bisa berhenti dengan mudah, Agatha terus saja terbatuk meski Madison sudah kalap menyodorinya minum. Lantas tiba-tiba pintu terbuka dengan dorongan keras. Seorang pria muncul di balik sana dengan tongkat kruk yang terjepit di salah satu lengannya. Justin berusaha berjalan cepat untuk mendekat, langkahnya tertatih. Wajah pria itu menampakkan kecemasan. Hal yang perrama ia lakukan adalah menepuk pelan tengkuk Agatha, bertanya keadaan gadis itu berulang kali meski Agatha hanya menjawabnya dengan batuk-batuk kecil.

"Gila, aku hanya bercanda. Maafkan aku, Minerva. Lihat, Justin baik-baik saja."

Sebelah alis pria itu melengkung ke atas. "Hah?"

Madison menghela nafas pendek. "Aku bilang kakimu diamputasi, dan tiba-tiba Minerva tersedak seperti orang mau mati."

"Hish dasar idiot." Justin mendorong kening Madison menggunakan jari telunjuknya hingga kepala gadis itu terjungkal ke belakang. Madison menggerutu sebal, namun Justin dengan enaknya memalingkan wajah seolah ia tidak membuat kesalahan apapun.

"Kau baik-baik saja?"

Agath tidak menjawab dengan kalimat, bukan juga dengan isyarat. Gadis bermata biru itu menjawab pertanyaan Justin dengan gerakan, di mana satu gerakan itu sukses membungkam mulut siapapun yang menyaksikannya. Agatha menarik Justin ke dalam dekapan. Dalam kurun waktu kurang dari sedetik, tangan Agatha telah melingkar di pinggang pria itu, dengan dagu yang bertengger di sebelah bahunya. Bukan pelukan yang singkat karena Agatha mendekap Justin dengan erat. Mulanya, pria itu hanya diam, tidak membalas. Sampai beberapa detik kemudian, tangan kekarnya terulur untuk mengelus punggung Agatha yang tertutup rambut panjang. Justin merasakan sepercik rasa hangat dan nyaman, yang sudah lama tidak ia rasakan. Sampai kemudian, Justin merasakan sesuatu yang hangat mengalir di pundaknya.

Goddes ReincarnationWhere stories live. Discover now