Dua Puluh Enam - Akhir (2/2)

351 40 42
                                    

"Whoah." Luke berdecak kagum sebentar. "Gila, kalian benar-benar kuat. Kalian bisa menghancurkan pintu yang aku sendiri tidak sanggup membayangkan seberapa tebal dan kekarnya pintu itu." Pria itu menggeleng tak percaya menatap pada pecahan batu yang masih bergerak saling bergesekan. Debu-debu mulai menyeruak bersamaan dengan sarang laba-laba yang hancur berantakan.

"Aku juga tidak menyangka dugaan Shawn benar-benar tepat." Harry bergumam dengan sarkas. Kendati demikian, dengan hanya melihat sekilas dari ekspresi pria itu, siapapun akan tahu bahwa Harry sedang kagum akan kemampuan Shawn soal menebak-nebak, membuat mereka bertanya-tanya sejak kapan keturunan dewa api malah bisa menemukan lokasi orang yang sedang dicari bahkan ketika Luke si reinkarnasi dewa petunjuk jalanpun tidak mengetahuinya.

"Hm," Shawn menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, memberikan ekspresi kecut sambil terkekeh pahit. "Sebenarnya itu bukan dugaan ku, kalau kalian ingin tahu." Lalu kekehannya berubah menjadi tawa hambar yang tidak enak didengar. "Well, Justin sudah memasang GPS pada kalung yang dikenakan Minerva dan aku yang diberi kepercayaan untuk menjaga LCD kecil yang akan menunjukkan kemanapun Minerva perg-"

"Apa kalian akan terus mengobrol? Tidakkah kalian melihat mata Aphrodite yang mungkin sudah sanggup membuat kita berlima mati terbakar?" Luke memotong dengan nada merendahkan. Seolah ia sudah yakin betul bahwa Aphrodite akan kalah sebentar lagi. Padahal jujur saja, Luke gemetar takut melihat tatapan mematikan dari seorang dewi cinta itu. Selain paras dan tubuhnya yang elok, ternyata Aphrodite mempunyai tatapan yang benar-benar menusuk, seolah matanya bisa menjanjikan hukuman mati tersakit yang akan diterima oleh mereka sebentar lagi.

"Tutup mulutmu, anak kecil." Aphrodite berujar penuh dengki meski biasanya ia selalu berucap dengan santai dan penuh penekanan. Namun kini ia justru lebih terlihat seperti orang yang sedang gugup, ingin lari dari tempat itu sekarang juga.

G o d d e s

"Tidak, tidak. Kau tidak akan melakukan ini padaku, kan?" Zayn menatap nanar pada wajah tegas di hadapannya. Garis rahang Nicki menonjol begitu jelas, giginya bergelemetukan, matanya merah, dipenuhi cairan bening berasa asin yang sudah berkali-kali jatuh membasuh permukaan pipi. Nicki bukan tipe orang yang senang menunjukkan kesedihannya di depan orang lain, bahkan meskipun itu adalah Zayn, sahabatnya sendiri, Nicki bukan orang yang dengan mudah bisa menunjukkan tetesan air matanya di depan wajah orang lain. Nicki tidak suka itu, itu hanyalah hal yang dilakukan oleh orang lemah, dan Nicki sama sekali tidak ingin menjadi lemah.

"Kau fikir aku apa, Zayn?" Tangan kekarnya menggenggam erat pedang besar yang dititipkan Aphrodite. Pedang yang besar sekali, sangat berat, dengan ukiran-ukiran berbahasa Yunani yang terukir apik di gagangnya. Pedang itu milik Ares, milik sang dewa perang, yang dengan amat mudah Aphrodite curi dari si empunya hanya dengan jamuan nikmat satu malam di atas ranjang yang ia berikan cuma-cuma pada dewa itu. Dan kini, si malang Nicki dipaksa mengayunkan pedang itu untuk menebas leher sahabatnya sendiri, leher Zayn. Ironis.

"Aku percaya kau tidak akan melakukannya. Pelan-pelan, turunkanlah benda itu. Kau bisa melawannya, pasti bisa." Meski dilanda rasa takut yang begitu besar serta wajah yang telah penuh dibanjiri keringat dingin, Zayn memberanikan diri untuk tersenyum. Meski yang nampak justru hanyalah senyum masam tanpa kehangatan. Seolah harapan telah sirnah dari raganya, hanya seutas senyum kecil yang menutupi kepergian harapan itu.

Zayn tahu ini aneh. Ia yakin cupid-cupidnya Aphrodite itu telah melakukan sesuatu yang janggal pada dirinya. Padahal seharusnya Zayn bisa menggunakan kekuatannya pada saat ini. Ia bisa mengeluarkan kutukan apa saja yang membuat dirinya bisa lolos dari maut yang sekarang sedang berjalan mendekat ke arahnya. Namun itu semua tidak bisa dilakukan, seolah ada yang membelenggu dirinya, Zayn tidak bisa berbuat apa-apa, selain berharap, berharap salah satu ucapannya akan mampu menghancurkan mantra yang sedang mengikat diri Nicki saat ini.

Goddes ReincarnationWhere stories live. Discover now