● Chapter 2

390 205 62
                                    

Daisy

Sinar matahari menembus kaca jendela, membuatku membuka mata. Aku merasa hangat menyelimuti badanku. Kepalaku sangat pusing dan tubuhku sangat lelah.

Mataku masih menyesuaikan intensitas cahaya disini. Aku mendengar suara langkah kaki yang semakin dekat. Terlihat bayangan buram yang membeku meratapi diriku.

"Daisy!" Suaranya terdengar sangatlah familiar.

Aku hanya terdiam karena merasa sangat lemah dan lelah. Aku menyadari sebuah kepala berada di atas bahuku dan sebuah tangan melingkar erat di perutku.

Aku menghela nafas yang diikuti embun. Orang yang membuatku merasa hangat itu mengerjabkan matanya. Keadaannya belum sadar sempurna, sama sepertiku.

Tentu kami masih mengantuk karena kami tidur saat sudah pagi buta.


"DASAR BAJINGAN!" Bayangan itu murka dan membuat kami terbelalak dan sepenuhnya sadar.


Ternyata, orang itu adalah kakak.

Aku senang kakak datang untukku.

Namun aku terkejut melihat kakak yang segera menarik bangun orang di sampingku dan memberinya sebuah pukulan tinju hingga ia terantuk kerasnya tembok. Jantungku berguncang melihat kekerasan terjadi.

"Akh... Sial!" Dia menghapus darah yang mengalir dari sudut bibirnya. Entah mengapa dia yang luka namun aku yang menangis dan merasa lidahku kelu.

Kakak dengan gesit mengarahkan kepalan tangannya lagi. Namun kali ini tinju itu tak melesat karena dicegah oleh tangan orang asing itu.

Dia menanggapi serangan kakak dengan amarah juga. Tempramental mereka sangatlah bahaya. Maka itu aku melerainya. Aku menghadang serangan kakak untuk melindungi orang itu.


"Kakak sudah! Jangan begitu. Kakak kenapa?" Aku menangis memeluk tubuhnya. Berusaha untuk menenangkan kakak.

○○○

Daisy

Akhirnya kami bertiga berujung di ruang guru. Bahkan tak lagi di ruang guru melainkan di ruang ketua yayasan. Orang tua kami sudah di hubungi namun tidak ada yang menjawab.

"Ada siswa-siswi yang melanggar peraturan dengan mencontek, berkelahi, atau membuli.
Tapi... Saya tidak pernah dengar dan tidak menyangka bahkan ada murid yang berbuat sejauh ini demikian. Ini memalukan yayasan."

"B-bukan seperti itu bu, kami tidak-" Mataku sudah tak tahan membendung air mata.

"DIAM! KALIAN HARUSNYA TAHU MALU DAN TUTUP MULUT. Apa kami pernah mengajari kalian berlaku amoral seperti itu, hah?"

...

"Tidak bu. Saya mohon maaf atas kelakuan adik saya. Ibu dapat memberi hukuman yang sewajarnya namun saya mohon jangan keluarkan adik saya dari sekolah ini. Adik saya akan segera lulus. Ini salah saya yang lengah menjaga adik saya. Saya berjanji akan lebih lagi mengawasi adik saya."

Aku tidak percaya jika kakak menyangka aku berbuat kotor seperti itu. Aku terus menerus dituduh. Sedangkan siswa disampingku ini hanya menopang wajahnya dengan tangannya. Seakan tak perduli dengan konflik ini.


"Kamu anak yang cerdas dan berprestasi, Daniel. Suatu kesalahan jika kami mengeluarkan kamu hanya karena kekerasan. Tapi untuk adikmu... Kami tak bisa menerima dan memaklumi kelakuannya."


Mendengar itu aku hanya menunduk untuk menyembunyikan tangisanku.


"Tapi, sedari tadi ibu terus saja menyalahkan adik saya. Apa menurut ibu orang ini tidak terlibat?" Tuding kakak.

Kinji Rareta AiNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ