● Chapter 18

209 53 33
                                    

Daisy

Disaat aku tersiksa dan dalam bahaya, dengan tangguh dia menumpas para orang jahat itu dan membawaku pergi ke rumahnya yang megah, di ruang prakteknya aku ditangani. Dengan telaten ia menyeka dan menjahit luka yang ada padaku. Jika di ibaratkan dalam dongeng, dia adalah kesatriaku...


Pertama kalinya aku melihatnya dari dekat. Walau terlihat lelah, mata tajamnya menyipit fokus mengobatiku. Kacamatanya menambah aura bijaksana dan dewasa. Aku juga tidak merasa sakit, rupanya takaran anastesi lokalnya sungguh akurat. Luar biasa.

"T-terima kasih banyak. Untuk kedua kalinya anda menyelamatkan nyawa saya."

"Tidak masalah, senang menolong anda."

Dia menyusun peralatannya kembali. Butuh waktu lama untuk menatap mataku. Tapi setelah mata kami bertemu, tatapan malunya berubah menjadi lebih... tegas?

"Maaf jika saya lancang bertanya, tapi mengapa anda pada tengah malam berada disana? Anda tahu, tidak baik perempuan keluar malam-malam apalagi jika berjalan kaki di jalan sepi sendirian," tutur Dokter itu.

"Itu benar, tapi ada alasan saya melakukannya." Aku berusaha menerangkannya. "Saya harus segera pulang untuk bertemu seseorang tapi sayangnya tak ada kendaraan umum mengarah ke jalan yang ingin saya tuju jadi saya terpaksa berjalan."

"Jadi begitu," Dokter itu berjalan menuju laci dan mengambil beberapa tablet obatnya.

"Ini, minumlah." Dia memberiku air putih. Aku menerima obatnya "Terima kasih, tapi saya rasa, saya hanya membutuhkan tablet analgesik poten saja tidak perlu vitaminnya."

Dokter itu mendelik,
"Tablet ini hanya untuk jaga-jaga saja, tidak masalah di konsumsi berkepanjangan. Walaupun disini bukan di rumah sakit, anda tetap harus rajin minum tablet vitamin."

"Tidak usah repot-repot, dokter."

Dia tersenyum kecil.

"Anda mengetahui apa dan fungsi tablet yang saya berikan, terlebih itu tablet racikan saya sendiri, dan tadi di mobil anda menahan pendarahannya dengan sempurna. Apa anda berada di bidang yang sama dengan saya?"

"Ya, saya sempat menjadi perawat. Tapi karena saya tidak bekerja atau memberikan keterangan apapun selama 5 bulan karena kecelakaan waktu itu jadi saya dipecat secara tidak hormat."

Huu... Sebenarnya, mengatakan hal ini sangat memalukan tau.



Dokter itu menyudutkan bola matanya. Seakan ingin melontarkan solusi tapi ia sedang menimbangnya dahulu.

"Kalau mau, saya bersedia menerima anda bekerja di Rumah Sakit Medic Center."

"Medic Center? Rumah sakit terkemuka itu? Wah! Kebetulan sekali. Rupanya anda selaku staf perekrut dari sana, hebat! Tentu saja saya bersedia!" Antusiasku.

"Maaf, dimana sopan santun saya?" Dia mengangkat tangannya. "Saya Darrelith, panggil saja Darrel. Saya pemilik Rumah Sakit Medic Center. Namun, saya juga berkontribusi merawat pasien."


Aku tercengang dan menjabat tangannya. Ayolah, malu bercampur kagum. Sungguh suatu kehormatan bisa direkrut langsung sang pendiri rumah sakit internasional terelite di negara ini.

"O-oh, maafkan saya. Terima kasih banyak dokter."

...

"Darrel. Panggil Darrel saja."

Dia berniat mengantarku pulang. Dia sungguh orang yang baik, terlalu baik. Aku tak dapat merepotkannya selalu. Maka itu aku menolaknya.

Sesampainya aku mendapat kejutan. Yaitu, Will tak ada di apartemennya. Apa dia sungguh bekerja sesibuk ini? Atau tak sudi disini karena bosan padaku? Huh, dia bahkan tak menjawab pesanku.


Kinji Rareta AiWhere stories live. Discover now