● Chapter 22

173 28 12
                                    

Darrel membuka gerbang otomatis mansionnya. Mereka melenggang keluar dengan canda yang selalu mengiringi. Mereka ingin menaiki mobil, tapi tak jadi akibat sumber suara.

"Wah, asyik mainnya?" tanya Will dengan nada biasanya, sarkasme.

"Eh, Will? Mengapa kau disini?" tanya Daisy. Will menghampirinya, dilepasnya syal yang ia kenakan dan melilitkannya di leher Daisy. Seperti biasa, Darrel tetap bersikap tenang.

Mata Will menilik Daisy dengan senyuman miring, "malam hilir malam, seorang wanita muda berkunjung ke rumah pria lajang. Sangat sopan ya?"

"Tapi, Will--"

"Masuk mobil! Hana, antar Daisy pulang sekarang!" Tak sanggup ia menentang Will yang bisa meluap kapan saja, ia hanya bisa menurut. Mereka berdua segera pulang meninggalkan Will dan Darrel.

Sempat terhening dengan adegan saling menatap dan menelisik. Namun hancur saat Will tersenyum hangat untuk pertama kalinya.

"Boleh mampir sebentar?"

Darrel mempersilakannya masuk dan memberinya secangkir kopi hangat. Will meniup dan menenggaknya dengan nikmat.

"Kopinya enak. Cowok yang terampil dan... anggun? Haha," sindiran Will memang ahli memanaskan hati.

"Terima kasih." Namun Darrel tetap terkontrol, dari awal ia tahu niat Will bersinggah tidaklah baik. Gelagat Will begitu mencurigakan, Darrel merasakan emosi dibalik senyum hangatnya.

"Daniel Darrelith; dokter jenius, sang eigendom* rumah sakit tersohor, dan kakak kandung dari Daisy Derwenta. Benar? Suatu kehormatan bisa bertemu." Will menghampiri Darrel lebih dekat.

Darrel terkejut tapi tetap bungkam. Ia memasang wajah datarnya, nuraninya berkata ia harus waspada karena Will seperti menyimpan aura kegeraman padanya. Maka itu Darrel bersiap menggunakan panah bius yang belum lama menjadi senjata andalannya.

Tangan Will mengepal tak sabar membiru lebamkan sang target. Kerah kemeja Darrel, Will remas dan mendorongnya hingga punggung Darrel terantuk tembok. Sedangkan Darrel masih menahan serangannya.

"Cih, apa ada masalah?" Darrel menahan tangan Will yang semakin keras menarik kerahnya yang membuat lehernya tak leluasa bernafas.

"Nggak usah sok dungu sialan! Lu yang udah pergi nggak pantas kembali! Apa yang mau lu perbuat lagi ke Daisy?! Kalau dia tahu identitas lu yang sebenarnya, dia pasti akan balik benci lu." Cengkraman Will semakin erat dan menyesakkan leher Darrel.

"Aku tidak mengerti maksudmu. Bisa hentikan ini?"

Sesungguhnya Darrel tak ingin main membius orang, maka itu ia menyimpan aman senjatanya di saku.

"Masih mau mengelak ya?!"

BUKK

Hanya dengan satu lesatan tonjok keras di perut, Will berhasil meringiskan Darrel. Serangan keduanya adalah menyikut leher Darrel yang membuat Darrel tumbang. Darrel tidak menyangka betapa mematikannya serangan bebas dari Will, tiap pukulannya terasa gesit dan sangat sakit. Fisiknya yang kelelahan juga alasan Darrel mudah dikalahkan.

"Wahaha... jadi cuma segini. TERLALU MUDAH!" Will menendangnya keras hingga Darrel terjuntai. Saat Darrel tergeletak, Will berkata, "jauhin Daisy! Kalau lu masih mau hidup. Mengerti?!"

Lekasnya Will melangkahi Darrel dan beranjak. Saat di luar Will bertemu dengan Dokter Calvin. Calvin yang dingin sama sekali tak bergeming. Mereka saling mengirim tatapan penuh selidik.

"Hei, selamat malam. Boleh berkenalan?" Will memulai aktingnya.

"Hn, maaf, anda siapa?"

"Will Hardyn."

"Oh,"

"Anda dokter yang menjadi salah satu tokoh inspirasi di majalah bisnis mingguan bukan?" Tanya Will.

"Hm. Cukup panggil Calvin."

○○○

Darrel

Aku tidak mengerti pola pikir bedebah itu. Yang pasti dia sangat ingin aku enyah dari Daisy. Dia terlalu meremehkanku!

Esoknya Daisy bertanya mengapa perutku cedera. Dia teliti juga memeriksa fisikku, padahal aku sebisa mungkin menyembunyikan hal ini darinya. Tentu saja aku mengarang karena aku tak ingin mengumbar emosi. Rencanaku akan tersusun, jika sudah matang aku akan membalas perbuatannya berlipat-lipat kali.

Aku tak takut dengan ancaman darinya. Aku mengajak Daisy berkelana, cukup romantis sehingga bisa dibilang kencan. Lelaki tak berotak seperti Will tidak akan mengerti taktik jeniusku. Dia terlalu frontal dan ceroboh. Bisa saja aku menghapuskannya sekarang, tapi tidak mungkin. Bukan karena tidak tega, melainkan karena rencanaku yang ingin membalaskan dendam perlahan. Tentu lebih menyakitkan bukan?

Aku bahkan bersinggah mencoba resep masakan rumah ala Daisy.

"Bagaimana? Enak?"

"Hmm... lezat sekali. Kau belajar sendiri?"

"Wah, senang sekali jika kau suka! Aku diajari Will, dia sangat pandai memasak loh!"

"Ouh,"

Tepat seperti prediksiku, Will datang dan langsung otomatis tak terkontrol. Bedanya, wajahnya makin berubah. Putih pucat menjadi warna dominan kulitnya. Aku rasa dia sedang sakit tertentu.

"Daisy!" Will menarik Daisy keluar dan mengeluarkan kalimat busuknya. Emosi yang tak terarah adalah kelemahannya.

"Lu nggak bisa kaya begini Daisy! Gua udah peringatin hal ini berkali-kali. Dasar murahan!"

"W-Will, kenapa kau langsung marah begini? Dengar dulu, aku hanya mengundangnya makan malam."

"Omong kosong! Gua gak nyangka lu ternyata bukan cuma cewek bodoh tapi juga jalang murahan!"

Emosi Will meluap hingga tak sadar menyakiti nurani incarannya. Memang bodoh! Daisy masuk ke dalam dan membanting tutup pintunya. Di dalam dia menangis, sepertinya tak pernah sebelumnya Daisy dihina oleh Will sampai seperti ini. Untung saja tersisa aku di dalam. Dengan sandaran bahu dan hiburanku, tangisan Daisy perlahan mereda.

"Daisy, aku tahu dia memang tempramental. Maka itu... kenapa kau tidak menjauh darinya saja?"

"Aku takut kesepian lagi. Aku tidak punya teman, kau kan tahu." tuturnya dengan tesengal-sengal. Aku menghela nafas, rencanaku rupanya belum cukup membangkitkan kebencian Daisy. Daisy hanya marah biasa pada Will.

Saat aku ingin pulang, kami menjumpai tubuh Will yang terkapar.

"Will!" Daisy mendekatinya dan mengguncang dadanya. Dia bahkan menangis. Cih, baru saja tadi bertengkar sekarang ia sudah meneteskan air mata karena khawatir. Sialan, sulit sekali menyulutkan emosi mereka!

Daisy memintaku memeriksa Will dan membawanya ke rumah sakitku. Aku juga yang merawatnya. Aku tak sudi, tapi aku melihat suatu peluang.

Sewaktu tes keseluruhan, aku mendapati satu penyakit berat yang Will derita. Menurut spesialisnya, penyakit ini sudah cukup parah dan bisa menyebabkan kematian mendadak. Untuk beberapa waktu mau tidak mau Will harus menetap mendapatkan penanganan khusus.

Wah, ini keberuntungan bukan? Sekaranglah pembalasan dendam bertubiku dimulai.


DIA SUDAH MENCURI DAISY DARIKU SELAMA BERTAHUN-TAHUN. Aku tak akan mengampuninya!


Kinji Rareta AiWhere stories live. Discover now