Chapter 4 - Perjanjian

58.3K 3.7K 135
                                    

"Aku punya penawaran yang sangat bagus untukmu yang tidak akan bisa kau tolak."

Davian mendudukan tubuhnya yang masih lemas dengan susah payah, walaupun demamnya sudah berangsur turun dan kepalanya tidak terlalu sakit seperti beberapa waktu lalu, "apa yang kau maksud? Penawaran apa?" Dia menatap Alexander penuh tanya walaupun hatinya merasakan firasat buruk.

"Kau turuti semua keinginanku dan patuh padaku sampai aku bosan padamu, maka aku akan membiayai operasi transplatasi jantung untuk adikmu," ucap Alexander tanpa ragu seolah itu hanya hal kecil dan sepele, mata Davian terbelalak lebar antara kaget, tidak percaya dan marah, ketika dia akan membuka mulut untuk berbicara Alexander buru-buru melanjutkan kata-katanya, "dan kudengar hampir setiap harinya banyak yang mencarimu untuk menagih hutang, maka kalau kau setuju aku juga akan melunasi semua hutangmu. Perjanjian ini tidak hanya menguntungkanku tapi juga sangat menguntungkanmu bukan?" Itu terlihat lebih pada sebuah pernyataan dibanding pertanyaan.

Tangan bergetar Davian terangkat dan menunjuk Alexander, dia mendesis marah dan mukanya memerah sampai telinga, "kau..beraninya kau.." Davian menarik nafas berat, "aku bukan boneka! Aku bukan barang yang bisa kau beli! Aku bisa-"

"Bisa apa? Menghasilkan uang sendiri untuk mengoperasi adikmu? Atau untuk membayar hutang-hutangmu yang begitu banyak?" Alexander memotong kata-kata Davian dengan cepat, lalu melanjutkan perkataan tajamnya tanpa perduli perasaan lawan bicaranya, "sampai kapan? Dengan kemampuanmu saat itu terjadi mungkin adikmu sudah tidak bisa bertahan dilihat dari kondisinya sekarang. Dan untuk hutang-hutangmu itu akan semakin membengkak karena bunga yang besar."

Davian tertegun dengan kata-kata Alexander, sekejam apapun kata-kata pria itu tapi itu memang sebuah kebenaran. Davian hanya lulusan sekolah menengah atas dan hanya mampu melakukan pekerjaan dengan gaji rendah, bahkan dia pernah melakukan pekerjaan kasar sebagai buruh proyek bangunan sebelum bekerja sebagai office boy di kantor Vin Corp.

"Harus sejauh inikah kau merendahkanku?" Tanyanya lirih, dia hanya bisa menunduk memandang jemarinya sendiri yang saling meremas karena menahan rasa marah namun dia merasa tidak berdaya dihadapkan dengan keadaan yang terasa sangat menyudutkannya, dia merasa seperti didorong ketepi jurang yang curam dan hanya tangan iblis lah yang mengulurkan pertolongan namun dengan bayaran nyawanya, seperti memakan buah simalakama. Tidak ada situasi yang menguntungkan.

Alexander terkekeh dingin, "justru karena aku 'menghargaimu' makanya aku menawarkan perjanjian ini," pria itu sengaja menekankan kata menghargai untuk sekedar mempermainkan Davian, "Sejujurnya aku bisa saja membuatmu tunduk padaku tanpa perlu melakukan hal merepotkan seperti ini. Apa yang aku tawarkan adalah jumlah uang yang sangat amat besar untuk orang sepertimu terlebih.." Alexander menatap Samantha lalu menujuknya dengan dagunya secara angkuh, "ini satu-satunya kesempatanmu untuk menyelamatkan adikmu," pria angkuh itu meneguk kopi yang dibawakan Georgio beberapa waktu lalu, dia kemudian berdiri dan sebelum pergi dia sempat menambahkan, "aku memberimu waktu berpikir sampai besok, beritahu Georgio kalau kau sudah punya jawabannya," setelahnya pria itu pergi meninggalkan ruangan rawat, meninggalkan Davian yang hanya mematung.

Georgio yang sedari tadi hanya diam menatap adegan itu akhirnya mengehela nafas, dia tahu apa yang dilakukan Tuannya itu kejam dan salah namun dia hanya seorang bawahan seorang pesuruh maka dia bisa apa untuk menolong pemuda berumur sembilan belas tahun yang masih terdiam diatas ranjang pasiennya, "apa anda membutuhkan sesuatu?" Hanya itu yang bisa dia katakan, walaupun hanya hal kecil dia ingin setidaknya menolong pemuda malang itu.

"Apa aku terlihat lemah seperti seorang perempuan?" Davian tiba-tiba mengajukan pertanyaan itu yang membuat Georgio terkesiap, mata Davian menatap kosong, dia memang tidak mengenal Georgio namun saat ini dia butuh seseorang untuk bicara menumpahkan beban dihatinya sekalipun itu bahawan Alexander, "Aku seorang pria, tapi bahkan aku tidak punya daya dan kekuatan apapun, haruskan hidupku menjadi mainan pria lain?" Suara Davian bergetar sarat akan kesedihan, dia kembali berbaring menyamping dengan lemah menghadap adiknya.

"Tidak Tuan Davian, pria lain juga akan sama seperti anda jika mengalami kejadian dan masalah seperti ini," tidak hanya semata untuk menghibur Davian tapi kata-kata Georgio adalah sebuah kesungguhan, dia tahu hari dimana dia menawari Davian cek senilai lima puluh juta -atas perintah Alexander- kalau pemuda itu bekerja lembur setelahnya dia menghabiskan malam yang kasar bersama Alexander tentu tubuhnya akan terasa sangat sakit dan lemah ditambah masalah adiknya dan tawaran sulit dari Alexander yang membuat shock dan frustasi bisa dipastikan pria manapun akan jatuh tidak berdaya apalagi pemuda belia seperti Davian yang sudah memiliki banyak beban dalam hidupnya.

Georgio sebenarnya adalah pria yang tampan walaupun tidak lebih tampan dari Alexander namun sikapnya yang baik dengan senyuman ramahnya menjadi nilai plus bagi Georgio, tapi pesona Alexander itu seperti matahari yang menyita semua perhatian sehingga pesona lain disekitarnya seolah tenggelam dan hanya bayangan, apalagi Georgio yang selalu berada di sisi pria angkuh tapi memiliki berjuta pesona itu.
Namun Georgio tak pernah mempermasalahkan apapun atas  Alexander, pengabdiannya pada pria yang seumuran -tiga puluh tahun- dengannya itu adalah mutlak. Georgio sebenarnya adalah teman masa SMA Alexander, dulu dia sempat terpuruk dan Alexander lah yang menolongnya dan keluarganya keluar dari keterpurukan mereka, sebagai rasa terima kasih akhirnya Georgio bekerja pada Alexander dan dijadikan orang kepercayaan olehnya.
Bahkan mungkin Georgio satu-satunya orang yang percaya bahwa dibalik sikap angkuh dan tegas Alexander, Tuannya itu adalah orang yang baik.

Georgio mendengar suara isakan kecil, dia tahu kalau itu Davian, perlahan dia melangkah berniat memberikan waktu sendirian untuk Davian sebelum dia kembali mendengar suara lirih dan bergetar milik pemuda itu.

"Kau lihat? Bahkan aku menangis dihadapanmu seperti seorang perempuan. Sungguh memalukan," Davian tertawa lemah mengejek dirinya sendiri. Dulu saat ibunya pergi meninggalkannya dia bisa menahan air matanya dan tidak menangis, saat ayahnya meninggal dia juga tidak menangis bahkan saat penagih hutang yang sering datang dan kadang-kadang memukulinya sampai babak belur dia juga tidak menangis tapi sekarang ketika dihadapkan dengan apa yang telah dilakukan dan ditawarkan oleh pria iblis itu bisa membuatnya menangis.

"Tuan Davian, air mata bukan hanya milik wanita, menangis juga bukan hanya hak wanita. Kadang seorang pria juga membutuhkannya ketika hatinya sakit, bukan berarti dia lemah, itu menandakan anda masih memiliki hati."

Kekehan menyedihkan keluar dari mulut Davian, "ternyata kau tidak seburuk tuanmu. Jika kau bisa bicara sebijak itu, kenapa kau membantu rencana busuk tuanmu untuk menjebakku dalam situasi ini?" Davian sangat tahu jawabannya, tapi dia tetap ingin menyuarakan pertanyaan itu pada Georgio.

Georgio tertohok dengan pertanyaan yang dilontarkan Davian, dia tersenyum lemah, "Tuan Davian, saya hanya seorang pesuruh, tentu saja saya tidak punya kekuatan apapun untuk menolak," jawaban itu tepat seperti yang Davian pikirkan, dia amat sangat tahu itu.

"Lalu..aku harus bagaimana?" Pertanyaan Davian selanjutnya itu seperti pertanyaan untuk dirinya sendiri yang sekarang sedang sangat bingung, batinnya bergolak. Disatu sisi dia sangat ingin menolong adiknya supaya bisa sembuh dan juga terlepas dari hutang-hutang yang melilitnya dan hidup tenang, tapi  disisi lain itu berarti dia harus menyerahkan hidupnya untuk menjadi budak dan mainan pria iblis itu sampai pria itu bosan padanya, harus bersiap dilecehkan dan kehilangan martabat dan harga dirinya sebagai seorang pria.

"Itu terserah anda, pikirkanlah baik-baik," setelah berkata demikian, Georgio meninggalkan ruangan itu dalam keheningan.

Davian menatap adiknya lalu bergumam lirih, "sam, apa yang harus kakak lakukan?" Pemuda itu menghela nafas dalam lalu turun dari ranjangnya, dia berjalan keluar ruangan sambil membawa tiang penyangga infusan, itu juga dia gunakan untuk membantunya berdiri ketika merasa tubuhnya masih lemas.
Davian merasa dia membutuhkan udara segar, kepalanya terasa penat. Ini pertama kalinya dia keluar ruangan rawat adiknya setelah selama tiga hari adiknya dirawat disana.
Davian menaiki lift dan turun kelantai terbawah lalu berjalan pelan kearah taman, sesampainya ditaman dia mendudukan dirinya dibangku taman dibawah pohon rindang yang sejuk. Pemuda itu menatap sekitar dan dia bisa melihat beberapa pasien rumah sakit juga tengah menikmati udara sejuk sore hari disana.
Sekali lagi Davian menghela nafas dalam, satu keputusan sudah dia ambil.

To be continue..

Terima kasih atas dukungan vote & komennya ^^
Please mohon supaya ga nyuruh2 supaya cepet lanjut & ga protes karena pendek, sejujurnya nulis memeras otak itu ga mudah, apalagi dengan kondisi badan yang ga enak + kepala nyut2an.
Akhir kata maaf kalau membosankan, semoga reader tetap mau mengikuti Allure ^^

[BL] Allure (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang