Chapter 32 - Samantha

27.9K 2.4K 266
                                    

Chapter 32 - Samantha

"TIDAK! TIDAK! SAMANTHA! SAMANTHA!"

Begitu mendengar teriakan Davian, Alexander segera memeluk Davian dan menepuk-nepuk pipi kekasihnya, "Davian. Sayang.  Bangun!"

Davian membuka matanya seketika. Nafasnya terengah-engah seolah baru saja berlari puluhan kilometer jauhnya. Ketika matanya memandang wajah pria tampan yang kini tengah memeluknya, Davian segera membalas pelukan Alexander dengan erat, "Alex. Samantha..."

"Tidak apa-apa Davi. Itu   hanya mimpi buruk," Alexander terus membelai punggung Davian untuk menenangkan  kekasihnya.

Georgio yang melihat situasinya segera mengambilkan sebuah handuk kecil yang bersih dan memberikannya pada Alexander.

Alexander merenggangkan pelukannya dengan Davian, lalu menyeka air mata dan keringat kekasihnya hingga membasahi baju yang dikenakan pemuda manis itu, "Sayang, itu hanya mimpi. Tenanglah."

Nafas Davian masih memburu, begitu pula dengan air matanya yang belum berhenti berlinang. Ia kini sadar kalau itu hanya mimpi. Dirinya ingin berhenti menangis, namun seolah tubuhnya tidak menuruti kehendaknya dan masih merespon dengan apa yang ia rasakan di dalam mimpi.
Mimpi itu adalah mimpi terburuk sepanjang hidupnya. Mimpi yang terasa seperti nyata, hampir bisa membuat jantungnya berhenti berdetak. Davian tidak bisa membayangkan. Andai saja itu adalah kenyataan mungkin lebih baik bagi dirinya untuk mati saat itu juga menyusul Samantha.

Setelah selesai menyeka air mata dan keringat Davian, Alexander segera menerima segelas air putih yang telah ia pesan sebelumnya, "Davi, minum lah."

Tanpa berkata apa pun, Davian menuruti perintah Alexander. Pemuda manis itu meminum air dalam gelas yang disodorkan oleh Alexander hingga tandas.
Davian mengitarkan pandangannya ke sekeliling untuk memastikan bahwa tadi ia hanya benar-benar bermimpi dan sekarang ia sudah terbangun dari mimpi buruknya. Setelah mendapati bahwa dirinya masih berada di dalam pesawat jet pribadi milik Alexander, Davian menghela nafas lega dan menyandarkan tubuhnya pada kursi pesawat yang ia duduki serileks mungkin.

"Davi, lebih baik kau ganti bajumu. Baju yang kau pakai sudah basah oleh keringat," Alexander menyerahkan gelas kosong kepada Georgio yang masih setia berdiri di sampingnya. Pria tampan itu kemudian membelai rambut merah kekasihnya dengan lembut.

Davian memegang baju yang ia kenakan, dan memang bajunya basah oleh keringat. Mimpi itu sangat mengerikan, jadi wajar kalau dirinya berkeringat dingin sebanyak itu, "Dimana koperku?"

Georgio yang mendengar itu langsung menyuruh salah satu bodyguard mengambilnya. Setelah koper itu sampai padanya, Georgio segera memberikannya pada Alexander.
Alexander mengibaskan tangannya. Sebuah isyarat perintah untuk anak buahnya termasuk Georgio untuk meninggalkan dirinya dan Davian berdua.
Davian terlalu berharga untuk Alexander. Hanya dirinya yang boleh melihat tubuh pemuda manis itu tanpa pakaian, sekali pun itu hanya tubuh bagian atasnya.

"Terim kasih," ucap Davian begitu ia menerima kopernya dari Alexander. Pemuda manis itu mengambil sebuah kemeja berwarna biru lalu mengganti pakaiannya di hadapan Alexander.

Alexander tertegun. Tubuh ramping dan putih milik kekasihnya itu adalah tubuh yang selalu ia rindukan untuk ia sentuh dan menyentuhnya. Hanya melihat Davian mengganti baju saja sudah membuat libidonya terbakar tanpa ampun. Andai saja ia tidak mengingat bahwa Davian mempunyai trauma, mungkin ia akan 'menerkamnya' saat ini juga.

Setelah menempuh perjalanan selama tiga jam, akhirnya pesawat jet pribadi yang dinaiki Alexander dan Davian landing (mendarat) di negara tetangga di mana Samantha dititipkan ke panti asuhan.

[BL] Allure (Complete)Where stories live. Discover now