Perlahan

12.2K 2.1K 103
                                    













Jimin mendelik sedikit gak percaya, matanya mungkin rusak. Tapi hal yang pertama dilihat setelah pintu lift terbuka adalah dua orang bertolak belakang pribadi yang diam dalam satu lift.

Dengan jarak yang bisa dibilang dekat? Gak wajar?


"Hai, Park."


Sapaan Taehyung santai sambil melambaikan tangan sekilas. Jimin lantas masuk, berdiri ditengah dan menatap bingung keduanya.

Nyaris lupa tekan tombol lantai berapa.


"Oke, jadi jelaskan."

Jimin melipat tangan di dada. Jungkook hela nafasnya sekilas, melangkah kekanan dan memberikan Jimin ruang untuk berdiri diantara mereka.

"Jelaskan apa?" Taehyung retorik, menutup kepala dengan tudung hoodie tebalnya,

"Alasan lo berdua dalam satu lift, dengan jarak gak wajar. Apalagi lo, Kim Taehyung."

"Males ah,"


Taehyung senderan, menguap lebar dan Jimin mendecih, "Teman sih, konon. Cerita beginian aja gak mau."

"Gak penting untuk tau,"

Jungkook angkat bicara, ini lift turun lumayan lambat rasanya. Padahal niat untuk keluar daritadi membludak. Wajah memerah setelah aksi peluk mendadak, dan sekarang bertemu manusia sekelas yang pasang wajah darurat.

"Jelas penting, kalian berduaㅡ? Seriusan," Jimin geleng kepala sekilas, takjub niatnya. Tapi pandangan heran gak dilupakan.


Pintu lift terbuka di lobi. Jungkook dengan cepat melenggang pergi. Dan Jimin gak mencegah, malah menatap balik badan sahabatnya yang pasang wajah datar sambil gigit batang rokoknya sendiri.




Penjelasan. Gak mau tahu.















;

"Itu, si pacar terakhir? Bukan Erika?"


Taehyung geleng kepalanya, suasana ramai gerai makanan tradisional yang dipenuhi bau soju jadi latar hari ini. Jam memang mendekati pagi tapi orang masih memilih ribut mengobrol dengan teman sesama.

Menikmati alkohol, dan menghirup dalam aroma daging dipanggang sembarang didepan mata.

Jimin mengambil sumpit, potongan daging pertama diletakkan diatas piring.


"Jadi intinya, selama ini backstreet?"

"Gak ada statusnya. Gak tau mau gue bilang apa hal yang begitu,"

"Gila,"


Sarkartis, Taehyung reflek terkekeh. "Ngaca bro."

Jimin memijat dahi, tiba-tiba pening. Sekelebat memori jaman menengah atas yang lewat di otak.

Sumpah, gak terbayang sama sekali. Taehyung dan Jungkook. Benar-benar suatu perpaduan yang berbeda. Tanah dan langit.

"Alay, apa yang buat lo heran?" Taehyung sumpit daging diatas piring Jimin, empunya hela nafas panjang sekali.

"Kontras lo berdua keterlaluan. Sejenis pula, gila memang lo Kim."

"Ya gimana, terlanjur suka."

"Anak orang, bangsat. Sadar."



Taehyung bungkam tapi senyumnya mengembang, kunyahan daging buat bahagia. Empuk rasanya, nikmatnya bumbu dan pahitnya alkohol.

Mantap sekali.


"Ah, harusnya gue makan daging begini sama Jungkook bukan sama lo. Payah, pergi lo Jim."

"Mati sana lo bangsat."

"Kasarnya bos. Cerita gue kurang?"

"Kurang. Gak kebayang lo berdua segini pinter sembunyi ada hubungan."


Gelengan kepala dan tangan yang dikibas sekilas. Anggapan remeh, Jimin sumpit daging kedua, makan setengah panas. Capek meladeni manusia yang minum alkoholnya setengah botol.


"Lo harus tau sesuatu Jim,"

"Apa?"

"Gue bodoh soal dia,"

"Sampah,"



Lemparan sayur segar diwajah Taehyung. Begitulah, Jimin masih kaget tap sahabat yang selalu bersikap beda setiap berdua, kali ini senyumnya sumringah. Santai sekali sambil menceritakan lika-liku hubungan rahasia selama menengah atas.

Dan.ada satu pertanyaan mengambang,

"Jadi, selesai sama Jungkook karena Erika?"

Taehyung geleng kepala cepat sambil meletakkan gelas alkoholnya. "Bukan, Erika beda konteks,"


"Lalu?"

Hening sejenak diantara mereka berdua, tapi lantas senyum tipis Taehyung tersungging. Lembaran daging kelima yang matang tenggelam dalam mangkuk saos, puntung rokok diletakkan dipinggiran asbak.


"Waktu itu masih takut sama dunia,"

"Sekarang?" Jimin menunjuk wajah Taehyung dengan sumpitnya,

"Coba dilawan? Lagi mood yakin sama diri sendiri,"


Cengiran bodoh, Taehyung memang terdengar bercanda. Tapi Jimin lantas tertawa, lucu sedikit sadar sahabatnya mulai dewasa dan tumbuh didalam persoalan cinta ditengah hubungan.

Reaksi Jimin jadi pandangan Taehyung untuk bukti wakil dari semua orang. Disini Taehyung mengambil argumen sedikit demi sedikit untuk perlawanan soal pandangan Jungkooknya dulu.


Dan obrolan kedua lelaki itu diwarnai tawa, umpatan kasar, dan cerita serius yang didongengkan.













;

"Gak punya rumah, atau gimana?"

Taehyung mengedikkan bahu, senyum sekilas sambil memasukkan tangan kedalam kantong. Entah karena naluri, jemarinya tekan tombol lantai sepuluh.

Bahkan tadi Jimin mengumpat brengsek soal bodoh karena berani cari gara-gara buat keributan di koridor apartemen orang.

Jelaslah, tempat si manis terakhir.

"Ada mood ketemu,"

"Ini jam tiga pagi, Taehyung."

"Lupa kunci apartemen dimana,"

Jungkook menahan nafas, memang dia belum tidur karena tadi memilih pergi ke bioskop sendiri setelah terciduk Jimin, lima belas menit yang lalu baru selesai cuci mukanya, bel pintu bunyi.

Dan ada orang ini disini, dengan bau daging campur aroma alkohol yang menempel.

"Tidur disofa."

Ya akhirnya pintu dibiarkan terbuka, Taehyung terkekeh sekilas sebelum ikut masuk.

Mulai dari awal, hubungan mereka gak salah. Taehyung disini coba perlahan, karena ingat?

Dia sadar nyaris cinta mati sama manis terakhirnya.





















ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ
Cemilin chacha coko di jam tiga pagi. Bahkan setengah empat.
Malamku kepagian lagi.

Adorn ㅡkth x jjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang