ICE PRINCESS ❄ 20 | Clarity

213K 13.2K 262
                                    

"Cinta itu harus bisa dipikir kritis. Maklum, karena hobinya bikin hati ceriwis. Kalau gak cepet-cepet dikasih kejelasan, bisa bikin muka meringis. Dan berakhir dengan tangis."

ㅡ ICE PRINCESS ㅡ

.

Entah jenis angin apa yang bertiup sejak Senin lalu, Raya merasakan atmosfer di sekitarnya berubah. Atau mungkin karena ketidakhadiran Billa selama tiga hari? Atau karena faktor lain?

Seseorang, tolong beritahu Raya sekarang juga. Saat ini ia benar-benar penasaran.

"Assalamu'alaikum, pagi semuanya! I'm back!" Raya menengadah dan menemukan Billa dengan senyum lebarnya.

Raya lega. Billa memang sosok perempuan yang pintar dalam mengendalikan suasana hati. Tidak seperti dirinya.

"Halo ratu esku! Do you miss me?" Billa mengedipkan matanya berkali-kali guna mengoda Raya yang lumayan lama tidak ia lakukan.

Raya melengos. Menatap buku lebih baik daripada melihat wajah menyebalkan itu.

"Ray! Oy! Gue di sini, bukan di tulisan itu."

"Iya tau."

Billa tersenyum kecil lalu mendudukkan dirinya di bangku sebelah Raya.

"Gimana pemakamannya?"

Aktivitas Billa membuka tas tertunda. Ia menoleh ke Raya sambil mencoba untuk tersenyum.

"Ya gitu. Mamah nangis, bahkan sampe pingsan. Maklum aja, nenek satu-satunya orang tua yang tersisa. Tapi sekarang, udah diambil. Gue bakal kangen sama semua perhatian nenek." Billa menunduk.

Raya menutup bukunya. Tangannya berlabuh pada pundak Billa dan sesekali menepuknya pelan.

"It's okay. Lo gak boleh nangisin beliau lebih lama. Karena semua pasti akan merasakan pulang."

Billa menyeka sudut matanya yang sedikit becek lalu tersenyum kembali.

"Iya, gue tau. Gue cuman belum bisa aja. Sekarang gue tau rasanya kehilang seseorang yang paling gue sayang. Sorry ya Ray,"

Raya menggeleng sambil menyeka bulir air mata Billa yang masih tertinggal. "Gak papa."

"Gue cengeng banget sih! Melow gini kan jadinya," Billa terkekeh yang membuat Raya tersenyum kecil.

"Billa, lo gak papa?" Baik Billa maupun Raya mengadah ke sumber suara.

"Gue gak papa Ji,"

Oji menghela napas dibarengi dengan keluhan. "Gue kira lo bakal nangis kejer. Kan lumayan, bahu gue bisa lo pake."

"Lo ngode?" Oji melirik Didi dengan bibir mencibir

Billa terkekeh akan interaksi dua manusia itu yang tak pernah kunjung membaik. Berbeda dengan Raya, gadis itu hanya memasang wajah datar sedatar-datarnya. Tak sengaja, matanya bertemu dengan sosok yang selalu menyebalkan.

Namun Raya rasa, ada yang berbeda.

Arjuna menatapnya seolah-olah ingin mengutarakan sesuatu. Tapi setelah itu ia memilih mendudukkan tubuh di kursinya dan memasang wajah dingin yang sejujurnya, baru kali ini Raya lihat.

Dia kenapa?

Billa melihat itu. Lantas ia menyenggol lengan Raya dengan sikunya. "Arjuna kenapa?"

Billa tak sadar bahwa perkataannya dapat Oji dan Didi dengar.

"Dia lagi sensi. Maklum, liat cewek yang disukainya jalan sama cowok lain, hati mana yang gak sakit?" Oji berkata sambil sesekali melirik Raya. Tapi sayangnya, Raya tak sadar itu.

ICE PRINCESS • (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now