BAB 11

5.4K 367 12
                                    

Bab (11)
Xervie dan Lisse berjalan pelan menuju ke ruang pelatihan. Mereka berpapasan dengan Edward yang bersama dengan Izumi yang menunduk dengan wajah memerah dan mungkin setengah kesal.

Xervie hanya mengangkat bahunya saat Lisse bertanya. Mereka berempat berhenti di depan pintu ruang pelatihan khusus. Xervie menyentuh gagang pintu lalu membukanya perlahan. Mereka berempat masuk ke dalam.

"Xervie," panggil Edward tiba-tiba membuat Xervie menoleh diikuti oleh Lisse yang juga melirik ke arah Edward.

"Mumpung masih belum pada datang," ujar Edward, "bertarung, satu lawan satu... aku dan kau."

Xervie menyeringai senang, "Ayo!"

Keduanya bersiap dan mulai memunculkan kekuatan masing-masing. Xavier menggoreskan kedua telunjuknya ke gigi taringnya lalu muncul dua pedang dengan ukuran besar bewarna perak kemerahan. Sedangkan Edward dengan kekuatan apinya membuat pedang api dengan ukuran besar, dia menggenggamnya erat.

"Kita mulai?" Tanya Edward dengan amat tenang dan langsung diangguki oleh adiknya itu.

Keduanya saling menyerang dengan kekuatan masing-masing. Edward langsung memukul tangan Xervie yang sebelah kanan sehingga pedang yang ada di tangan kanan Xervie langsung terjatuh. Xervie menyeringai dan langsung membalas dengan menyerang Edward dengan pedangnya dan membuat goresan luka yang lumayan besar tepat di pinggang Xervie.

Xervie mundur dan menyentuh lukanya dan menyeringai kecil. "Kau serius ya Kak?"

"Terserah," setelah berucap Edward melesat cepat dan langsung mengarahkan pedangnya ke arah Xervie. Setelah luka goresan milik Xervie sembuh, dia langsung berdiri dan menahan serangan Edward dan langsung mendorongnya lalu membalas, tapi itu semua tak membuahkan hasil sama sekali.

Sedangkan keduanya bertarung, Izumi dan Lisse mengamati dari kejauhan saja. Lisse melirik ke arah Izumi yang hanya menatap ke arah Edward yang terus saja berhasil menangkis, membalas, dan menyerang.

"Kak," panggil Lisse yang membuat Izumi menoleh terkejut. Baru kali ini Lisse memanggilnya kakak.

"Ya, ada apa?" Izumi tersenyum lembut ke arah Lisse.

"Aku ingin kakak jujur," pinta Lisse membuat Izumi terkejut setengah mati. Dia terdiam lalu mengangguk pelan.

"Ya, apa?"

"Kakak punya hubungan dengan Edward ya?" Pertanyaan itu membuat Izumi langsung tersentak dan tanpa sadar melepas kekuatannya sehingga membuat kursi yang kedua orang itu duduki terbakar. Lisse langsung berdiri karena merasa kepanasan.

Edward dan Xervie langsung menghentikan pertarungan dan langsung berlari ke arah Izumi dan Lisse. Lisse hanya menatap bingung sedangkan Izumi langsung tersadar dan mematikan api miliknya.

"Hei, Izumi," panggil Edward sambil menyentuh lengan Izumi. Izumi langsung menarik tangannya dengan wajah memerah malu. "Kau kenapa?"

"Em... Edward dan kakak punya hubungan spesial ya? Apa kalian sudah melakukan seks?" Lisse menatap dengan mata coklat terang dan wajah polosnya itu.

"Entah kenapa aku merasa Lisse itu terlalu polos dan mungkin bodoh?" Xervie bergumam pelan sambil menahan tawanya saat melihat tangan kanannya, Izumi. Wajah lelaki berambut hitam panjang dan bermata coklat terang itu memerah dan sepertinya tak bisa bicara.

Edward tersenyum kecil lalu mendekatkan badannya ke badan Izumi. "Kami memang punya hubungan yang romantis, sangat romantis. Kami juga sudah melakukan--"

"Tunggu," Xervie memotong cepat, "apa kalian tidak merasa omongan ini terlalu vulgar?"

"Bukannya tak masalah bukan? Sepertinya anak didikmu sedang menjadi vampir paling polos," balas Edward datar.

Lisse memiringkan kepalanya lalu mengidipkan matanya lucu. "Polos? Aku terlalu polos ya? Tapi aku mau kalau harus membunuh."

"Itu sangat beda dengan pembicaraan vulgar Lisse," Xervie menggeleng pelan takjud dengan kepolosan anak didiknya itu.

"Oh... lalu beda tidak dengan saat kau mengecup bibirku?" Tanya Lisse menoleh ke arah Xervie dengan wajah polosnya dan membuat Xervie membelalakan matanya terkejut bukan main.

"Astaga!" Edward menggeleng tak mengerti, "dia sangat polos, bahkan menurutku dia terlalu polos."

Izumi mendongak lalu menatap Lisse dengan pandangan kosong. "Aku gila." Izumi bergumam pelan lalu ambruk tak sadarkan diri.

Edward melotot dan langsung membopong tubuh Edward dan pergi tanpa pamit. Sedangkan Xervie menatap ke arah Lisse dengan pandangan tak dimengerti.

"Ini sangat mengerikan," gumam Xervie pelan, "aku kira kau tak sepolos itu Lisse."

"Aku masih berumur lima belas tahun Xervie," balas Lisse datar, "memang salah jika aku terlalu polos?"

"Astaga!" Xervie langsung menarik tubuh Lisse lalu mencium bibir gadis itu. Lisse hanya diam lalu setelah beberapa menit Xervie mencium serta merasakan bibirnya. Kedua bibir vampir itu saling terbuka lalu saling membalas, sekarang Lisse ikut terbuai dan mengalungkan lengannya di leher Xervie.

¤¤¤¤¤

Lisse berjalan masuk ke dalam mansion mengikuti Edward yang ada di depannya. Kekasih kakaknya itu memang sangat tidak peduli dengannya.

Gadis berambut coklat gelap itu berbelok arah saat Edward terus berjalan maju. Gadis itu berhenti merasa kebingungan lalu mengangkat bahunya tak peduli. Setelah itu, Lisse masuk ke dalam kamarnya dan menuju ke kamar mandi.

Dia melepaskan seluruh pakaiannya dan menggantinya dengan gaun merah gelap tipis sepaha. Setelah itu dia menyalakan perapian supaya api menerangi ruangan kamarnya yang bernuansa hitan putih.

Lisse berjalan menuju ke balkon lalu menghembuskan napasnya pelan. Rasa haus akan darah tiba-tiba muncul di lehernya, dia berjalan menuju lemari kecil yang ada di samping ranjangnya lalu membuka lemari itu.

Dia mengambil sebuah botol kaca yang ia yakini darah milik Xervie. Dia membuka dan langsung meminumnya cepat.

Dia masih tidak mengerti kenapa dia tidak ditempatkan di kastil, tempat milik Xervie. Kenapa dia malah ditempatkan di mansion Edward? Memang mereka manusia yang menjadi vampir harus meminum darah dari vampir yang merubah nasib mereka. Tetapi Lisse tak jarang meminum darah milik Edward.

"Hah... sebentar lagi pagi," gumam Lisse pelan. "Aku akan tidur pukul setengah tujuh pagi saja, batasku hanya sampai jam tujuh pagi." Gadis itu berjalan menuju ke rak buku lalu mengambil salah satu buku dengan sampul hitam gelap dengan judul buku 'King and Master'.

Lisse membuka buku itu dan tersenyum senang saat melihat rentetan tulisan dengan bahasa kuno itu dapat ia mengerti. Walau judul buku menggunakan bahasa inggris, ternyata tulisan di dalamnya menggunakan bahasa kuno para vampir.

"Entah kenapa bahasa kuno dapat aku mengerti dengan cepat," gumam Lisse lalu duduk tepat di depan perapian lalu membaca buku itu.

Dia melirik ke arah jam di kamarnya lalu berdiri sambil membawa bukunya. Dia berjalan menuju ke jendela, hendak menutup korden tetapi langsung mundur dan sedikit berteriak kecil saat merasakan kulitnya seperti terbakar.

Dia meilirik ke arah jendela korden yang sekarang masih terbuka. Gadis itu menghembuskan napasnya pelan lalu berjalan ke samping supaya tidak terkena sinar matahari yang masuk. Lalu setelah itu dia langsung menarik korden hitam yang ada di jendelanya lalu menghembuskan napasnya pelan.

Dia melirik ke arah luka bakar miliknya lalu berjalan menuju ke lemari pakaiannya. Dia membuka lemari lalu langsung mengambil sebuah kain putih yang panjang. Dia mengikat kain putih itu di luka bakar miliknya.

Dia mengembuskan napasnya perlahan, "Aku benar-benar seorang vampir sekarang." Gadis itu bergumam pelan lalu menuju ke ranjang dan sebelumnya mengambil buku yang tadi jatuh lalu mengembalikannya ke rak. Setelah itu dia kembali lagi ke ranjang dan memilih tidur.

To be Continued

Immortal (SEASON 1 TAMAT + SEASON 2 DIBERHENTIKAN)Where stories live. Discover now