BAB 16

4.6K 349 19
                                    

Bab (16)
"Jadi... apa sebenarnya yang dipermasalahkan?" Edward menatap ke arah Vorze.

"Kita semua Kerajaan yang diakui akan melakukan sebuah aliansi," ujar Vorze, "kalian benar-benar tak diberitahu?"

"Sama sekali tidak," balas Edward dengan tatapan tajam ke arah lantai.

Saat semuanya sedang serius, Lisse teringat suatu hal yang membuatnya bingung sendiri. "Kak," panggil Lisse ke arah sang kakak.

Izumi menoleh bingung, "ada apa?"

"Kakak pernah melakukan hal yang dibenci oleh Emma tidak?" Pertanyaan itu membuat semua menoleh terkejut.

"Apa maksudmu?" Tanya Xervie menatap bingung ke arah Lisse.

Lisse lalu menatap Xervie dengan bola matanya yang bewarna coklat terang. "Saat aku diserang oleh--"

"Kau pernah diserang olehnya!?" Teriak Vorze yang langsung mendapat pelototan kesal dari Xervie.

"I-iya," jawab Lisse pelan, "saat itu dia tiba-tiba datang dan marah-marah kepadaku."

"Marah-marah bagaimana?" Tanya Izumi menatap sang adik.

"Dia bilang aku sama saja dengan kakak, kata Emma aku dan kakak selalu mengambil apapun yang dia mau," jawab sang adik, "aku sendiri tidak tahu maksudnya."

"Kemungkinan besar memang aku pernah melakukan sesuatu kepada Emma," gumam Izumi, "tetapi apa?"

"Kakak juga tidak tahu? Aku saja juga tidak tahu," gumam Lisse pelan. Dia menghembuskan napasnya pelan lalu mengambil jemari Xervie dan menggigitnya secara santai.

Xervie hanya diam saja tetapi terkekeh kecil. "Botol darahku sudah tak ada lagi?"

"Tidak ada sama se--"

"Akhhh!" Semua beralih ke arah Edward yang menyentuh keningnya kesakitan. Izumi langsung menahan tubuh Edward dan menatap kekasihnya itu khawatir.

"Ed," panggil Izumi pelan, "kau kenapa? Apa yang kau lihat? Hei."

"Maksudnya apa?" Tanya Frick menatap Edward dengan pandangan khawatir dan bingung.

"Edward bisa melihat masa depan milik seseorang yang pernah ia minum darahnya atau seseorang yang meminum darahnya," jawab Xervie datar.

Edward lalu melepaskan tangannya dan menghembuskan napasnya perlahan. "Xervie dan Izumi, kalian harus melindungi Lisse. Dia... dalam bahaya, kemungkinan besok malam atau besok malamnya lagi akan ada penyusup dan hendak membunuh Lisse."

"Maksudmu Xelia akan dibunuh itu... siapa yang membunuh? Apa kau melihatnya?" Tanya Vorze.

"Tidak, aku tidak dapat melihat siapa yang akan membunuh Lisse. Tapi yang jelas itu bukan hanya satu orang," jawab Edward pelan.

"Kalau bukan satu orang," gumam Frick, "mungkin seseorang mengirimkan beberapa orang untuk membunuh Xelia."

"Hm? Benar juga!"

"Pokoknya kita harus awasi Lisse," ujar Xervie pelan. Lisse melepaskan mulutnya dari jemari Xervie lalu menatap ke arah jari itu dengan pandangan kosong. Luka di jari Xervie langsung menghilang.

Lisse lalu menancapkan taringnya sendiri ke jemarinya. Darah keluar lalu mulai berkumpul menjadi satu dan menjadi sebuah pedang yang tak terlalu besar.

"Wow! Dia bisa?" Vorze menatap Lisse dengan pandangan berbinar.

"Lumayan," balas Xervie sambil menatap Lisse aneh. "Kenapa?" Xervie bertanya pelan karena gadis itu terlihat linglung. 

"Aneh," ujar Lisse pelan. "Ada yang aneh," lanjut gadis itu pelan.

"Aneh bagaimana?"

"Emm...  perutku masih lapar,  padahal aku sudah minum darahmu," jawab Lisse sambil menatap Xervie dengan tatapan lucu. 

"Dasar," balas Xervie sambil terkekeh, "aku kira kenapa."

"Tapi," Lisse menatap ke arah lantai, "perasaanku tidak enak."

"Tenanglah tidak ada masalah besar," ujar Xervie pelan.

"Entah kenapa perasaanku begitu tidak enak," gumam Lisse, "apa akan ter--"

Lisse tidak melanjutkan perkataannya saat pintu tiba-tiba terbuka secara kasar. Seorang gadis dengan rambut merah muda dan seorang di belakangnya menggunakan hodie hitam, kedua masuk secara perlahan.

"Kak," panggil Marian pelan. Gadis itu mengusap wajahnya yang penuh dengan air mata.

"Marian? Kau kenapa? Apa yang terjadi? Kenapa kau menangis?" Edward berdiri dan memeluk erat adik perempuannya itu.

"Kak... mereka berhasil menemukanku," lirih Marian. "Kastilku dibakar."

"Apa? Bagaimana bisa?" Xervie berdiri dan menatap ke arah adiknya ikut bingung. Dia lalu mengerang kesal dan hampir saja lepas kendali jika saja Lisse tidak menenangkan Master vampir Sakamoto itu.

"Jadi? Siapa dia?" Vorze dengan santainya bertanya tanpa peduli dengan situasi yang bahkan sangat tidak memungkinkan untuk seseorang menjelaskan.

"Dia adik perempuan Xervie," Lisse mengambil alih jawaban dan menatap tak suka ke arah Vorze, "kau bisa diam? Di dalam situasi seperti ini kau hanya akan memperburuk suasana."

"Bukannya seorang Putri tidak diperbolehkan hidup?" Vorze berbicara dengan nada datar dan tak peduli dengan reaksi semua orang yang ada di lapangan.

"Jaga ucapanmu! Kau pikir kau siapa?" Seseorang yang menggunakan hodie tadi menatap tajam serta kesal ke arah Vorze.

"Oya! Lalu kau pikir kau sedang berbicara dengan siapa? Kau tak tahu bahwa aku adalah Master vampir Alasord?"

Gaston langsung terdiam. Dia mendengus lalu menatap Lisse yang hanya diam saja. Izumi berdiri dan menciptakan api secara tiba-tiba.

"Bisa diam? Atau aku bakar kalian!" Izumi menatap dengan kesal ke arah Vorze dan Frick walau lelaki berambut hitam panjang itu menggunakan kekuatannya, itu tak akan pernah mempan terhadap keduanya.

"Lucu," balas Vorze berdiri dan membuat sebuah pusaran air di tangannya. "Mau aku balas dengan air atau api?"

Suasana menjadi sangat tegang dan tak ada yang tahu apa yang akan terjadi. Edward tetap memeluk erat Marian, Gaston tetap pada posisinya dan memandang kesal ke arah Vorze dan Frick, dan Izumi serta Xervie seperti ingin menyerang keduanya, dan vampir yang paling tenang hanya satu. Lisse Akira atau juga dengan nama vampirnya Xelia.

"Lebih baik kau diam saja brengsek!" Xervie membuat sebuah pedang dan menunjuk Vorze dengan pedang itu. Vorze hanya menatap datar lalu membuat sebuah api di tangannya dan api-api itu membentuk semacam besi runcing dengan diselimuti oleh api.

"Kau tak bisa mengalahkanku! Bodoh!" Balas Vorze menatap datar.

"Aku tak akan kalah!"

Sedangkan Frick dan Izumi bersiap dengan kekuatan api masing-masing. Frick dengan sabitnya yang bewarna hitam gelap. Sabit itu berbeda dengan sabit yang sebelumnya dikeluarkan oleh Frick, sabit itu dikelilingi oleh api hitam gelap.

Suasana menjadi menakutkan, semuanya seakan-akan memang bersiap melawan dan tak peduli dengan nyawa mereka masing-masing.

Tetapi suasana menjadi hening saat seseorang tiba-tiba membuat sebuah dimensi lain. Semua langsung terkejut dan menoleh ke arah orang yang membuat dimensi.

Lisse berdiri dan menatap bingung ke arah seoramg wanita berambut emas. Wanita itu menggunakan gaun amat panjang dan indah. Tetapi gaun itu amat gelap, bewarna hitam gelap.

"Tak mungkin," gumam Edward sambil tambah mempererat pelukannya. "Hanya satu yang aku tahu, vampir yang bisa membuat dimensi seperti ini hanya satu."

"Tak mungkin," gumam Izumi. "Rambut emas itu... rambut itu... tidak mungkin!"

"Ya," balas Xervie pelan. "Ratu Sakamoto... dia di sini, wanita dengan rambut emas itu. Ratu Sakamoto, Bunda kita Kak."

☀️

To Be Continued

Immortal (SEASON 1 TAMAT + SEASON 2 DIBERHENTIKAN)Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα