BAB 18

4.4K 309 15
                                    

Bab (18)
          Gaston menutup pintu kamar milik Marian lalu berbalik. Lelaki itu terkejut setengah mati mendapati Lisse sedang berdiri dan menatap ke arah langit yang sebentar lagi akan pagi.

"Apa tak apa segini masih dibukan? Harusnya sudah ditutupkan?" Gaston berjalan dan berdiri tepat di sebelah Lisse.

"Memang," balas Lisse pelan sambil melipat tangannya di atas kayu jendela dan menyenderkan kepalanya di kedua tangannya.

Dia menatap langit dengan tatapan datar dan kosong. Dia mengingat kembali kenangan pahit tentang dirinya yang terus saja dibully tanpa tahu sebab akibatnya.

"Lisse," panggil Gaston pelan, "kau terkejut tidak saat tahu jika kau menjadi vampir?"

"Pastilah," jawab gadis itupun, "aku sangat bingung dan seperti orang linglung. Walaupun aku juga terbiasa di tempat asing, tapi kalau vampir... itu seperti sulit dipercaya."

"Aku juga," balas Gaston pelan, "sungguh! Aku kira vampir itu tidak ada, ternyata mereka ada. Di seluruh negara mereka ada."

"Sebenarnya semua ini seperti mimpi," balas Lisse pelan, "kau rindu dengan jabatan ketua kelasmu di sekolah?"

"Mungkin," balas Gaston pelan, "tapi jujur... Aku lebih nyaman di sini, bersama Marian dan yang lainnya."

Lisse terkekeh, "kadang kita memilih hidup dalam kegelapan tetapi tidak kesepian daripada hidup dalam cahaya terang tetapi tidak dianggap."

"Yah... begitulah."

Lisse menghembuskan napasnya pelan. Dia menguap pelan lalu berdiri tegak. Dia menutup jendela koridor kastil lalu tersenyum kecil ke arah Gaston.

"Aku mau kembali ke mansion Edward," ucap gadis itu, "kau di sini bukan? Tolong katakan pada Xervie jika dia bertanya. Aku ada di mansion Edward."

"Ya," balasnya, "akan aku sampaikan, tapi apa tak apa? Ini sudah hampir pagi. Kau akan terkena sinar matahari dan terbakar."

Lisse terkekeh, "Aku pakai gerbang dimensi kok," ujarnya pelan. "Tetapi semoga aku selamat sampai tujuan."

Gadis itu menggigit pelan jemarinya lalu hendak meneteskan darah miliknya saat tiba-tiba suara Xervie terdengar.

"Lisse!"

Lisse langsung berbalik, Gaston yang hendak menutup pintu kamar langsung melirik sedikit lalu tersenyum kecil. Pintunya ia tutup rapat dan memilih menuju tempat tidur dan tidur dengan memeluk Marian.

"Ada apa?" Tanya Lisse pelan.

"Kau mau ke mana? Ini sudah mau pagi." Xervie berkata dengan nada datar ke arah gadis yang ada di hadapannya.

"Aku mau kembali ke man--"

"Tidak!" Larang Xervie, dia menarik pinggang Lisse lalu menggendong Lisse di pundaknya. Lisse terkejut bukan main tetapi pasrah saja. Tidak ada gunanya juga melawan.

Seharusnya ia ikut dengan Edward dan Izumi tadi, dia harusnya ikut mereka saja kembali ke mansion. Izumi memang kadang tidur di mansion Edward, kecuali urusan mendesak.

"Hah... jangan paksa aku."

"Hah? Apa maksudmu!?"

"Kau tak lagi minta seks bukan?"

"Sepertinya kau selalu berkata-kata vulgar Lisse," ujar Xervie melempar tubuh Lisse ke atas ranjang.

"Sangat lucu soal itu."

☀️

Lisse mendesah pelan saat Xervie mengecup dan membuat tanda di berbagai tubuhnya. Dia duduk dan memeluk erat Xervie.

"Maumu apa Xervie?" Lisse bergumam sambil sesekali mendesah pelan.

Dia menatap Xervie dan Xervie balas menatapnya. Dia tersenyum kecil, "nafsuku menginginkanmu."

Lisse menggeleng pelan, "aneh."

"Kenapa aneh?" Tanya Xervie mengangkat wajahnya dan menatap bingung ke arah Lisse yang sekarang setengah telanjang. Gadis itu hanya menggunakan bra dan celana dalam.

"Hah... ya aneh saja," balas Lisse malas sambil duduk dan menatap Xervie yang hanya mengenakan celana panjang.

"Kenapa pakai celana lagi? Tadi'kan kamu sudah telanjang," ujar Lisse dengan santainya tanpa peduli dengan wajah Xervie yang langsung memperlihatkan wajah terkejut bukan main.

Mana ada orang bertanya dengan wajah lucu dan imut tanpa rasa malu sama sekali? Pertanyaan yang ditanyakan juga sangat vulgar dan aneh.

"Lisse," panggil Xervie pelan, "aku tahu kau sering melihat darah dan yang lain, aku tahu juga kamu sudah terbiasa dengan itu semua. Tapi tolong kalau berbicara tentang kata-kata yang vulgar ataupun sesuatu yang membuat malu seseorang... kamu harus berhati-hati."

"Di sini'kan tidak ada selain kita? Ini bagian bawah tanah'kan?" Tanya Lisse mengerjapkan matanya lucu.

"Hah... kau bilang sendiri jika dirimu itu tidak polos," ujar Xervie pelan. "Tetapi kau seperti gadis polos yang baru saja melakukan seks!"

"Eh? Em... kalau begitu apa di sini ada orang lain selain kita?"

Xervie langsung merebahkan tubuhnya dan menarik selimut lalu tertidur. Dalam hati Xervie berkata dengan frustasi, bagaimana bisa aku bernafsu dengan gadis bodoh seperti Lisse? Padahal Izumi sangat pintar, mereka saudara kandung atau bukan?

"Hei! Xervie! Kenapa? Kau tak mau seks lagi'kan? Aku mau tidur! Aku mengantuk! Xer--"

"Astaga! Lisse bisakah kau tak berbicara seperti itu? Kau ini dasar!" Xervie membentak kesal karena Lisse begitu bodoh.

Lisse terkekeh, "maaf."

Xervie menghembuskan napasnya pelan lalu menarik Lisse kepelukannya. "Yah... Besok saja, kita melakukan itu lagi."

"Xervie," panggil Lisse pelan.

"Ya?"

"Kau pernah bilang bukan kalau seorang Raja dan Ratu vampir tidak seharusnya melahirkan seorang vampir perempuan?" Lisse menatap Xervie dengan wajahnya yang lumayan kalem.

"Iya, memang kenapa?"

"Kalau begitu bagaimana seorang Ratu ada?" Tanya Lisse pelan. "Kalau seorang Putri tidak diperbolehkan hidup, seharusnya memang tidak ada Ratu."

"Bukan tidak diperbolehkan hidup Lisse," koreksi Xervie, "tapi mereka tidak diperbolehkan menjabat sebagai anggota kerajaan. Beda lagi dengan manusia yang berjenis kelamin perempuan menjadi vampir. Itu beda masalah, kita para vampir meninggkatkan populasi vampir dengan membangkitkan mereka menjadi seorang vampir. Kalau Raja mau mendapatkan seorang perempuan yang dijadikan Ratu, seorang Raja haruslah mencarinya sendiri."

"Oh... dan itu terserah? Tidak harus vampir berdarah murni?" Tanya Lisse.

"Kalau itu... para Raja harus mencari seorang vampir perempuan yang memang asli seorang vampir. Bukan manusia yang menjadi vampir," ujar Xervie pelan. "Memang kenapa kau bertanya seperti itu?"

Lisse terdiam bungkam, lalu saat Xervie menjadi Raja nanti. Xervie tak akan menikahinya, semuanya hanya akam menjadi sebuah mimpi belaka. Tidak ada yang bisa dilakukan untuk Lisse menjadi istri Xervie nantinya.

"T-tidak apa-apa... aku hanya penasaran saja soal itu," ujar Lisse pelan. Lalu diam memilih memejamkan matanya dan membiarkan pikirannya di bawa ke dalam mimpi yang entah indah atau tidak. Hari masih pagi, mungkin sekitar pukul setengah sembilan pagi.

Xervie masih membuka mata dan hanya menatap Lisse yang tertidur pulas. Dia mengulum senyumnya lalu merenung.

"Kalau begitu aku tak bisa memilih Lisse untuk jadi istriku? Mengapa menjadi rumit seperti ini?" Xervie bergumam lalu mengeratkan pelukannya pada guling hidupnya, Lisse.

☀️

To Be Continued

Immortal (SEASON 1 TAMAT + SEASON 2 DIBERHENTIKAN)Where stories live. Discover now