BAB #1 (Xervie)

1.9K 95 0
                                    

Xervie (Pov)

Aku terdiam di depan jendela dengan pikiran yang mengarah hanya pada dirinya yang jauh dariku. Aku hanya terus berpikir apakah ini terlalu bodoh atau terlalu santai untukku yang terlalu sering teringat dengannya.

Harapanku adalah bisa bertemu dengannya, dengannya yang mungkin saja dikurung. Hatiku terlalu terpaut dengannya, hatiku hanya bisa untuknya.

Aku berbalik saat mendengar kembali panggilan dari Edward. Aku mendengus kesal lalu menghela napas. Mengacak-acak rambut perakku, lalu mengusap wajahku. Aku berjalan ke arah lemari lalu mengambil jubahku.

Hari ini adalah rapat para penguasa. Itu terlalu melelahkan, membuatku terlalu cepat bosan. Walau begitu aku tidak bisa menolak itu semua, hatiku terlalu beku untuk saat ini. Sejak dia pergi dengan wujud Roxzya, aku menjadi sosok yang aneh. Sungguh aku begitu sadar soal itu, sebab itu semua pasti aku menjadi orang bodoh.

Aku mendengus kembali saat suara Edward terdengar keras dari luar kamar. Aku segera keluar dengan menampilkan wajah datar dan dingin. Mataku menatap mata Edward yang segera tersentak. Ia mendengus malas.

"Maaf-maaf, kau terlalu--"

"Berisik," desisku, "lain kali jangan membuatku kesal."

Edward menghela napas. "Kalau begitu lebih cepatlah sedikit. Kau jangan membuatku kesal."

Aku terkekeh pelan merasakan hawa panas aneh menjalar di darahnya. Aku melukai salah satu jemariku lalu membuat sebuah pisau di sana. Segera aku mengarahkan pisau itu ke leher Edward.

"Mau bertaruh?"

Wajahnya menegang dengan wajah terkejut pula. "Bertaruh apa maksudmu?"

"Banyak hal," desisku, "termasuk dia dan Izumi. Bagaimana?"

"Aku tidak mau mempertaruhkan kekasihku," desisnya kesal. "Jangan melibatkan keluarga Glomerus."

Aku terkekeh seketika. Aku menghadapnya lalu mulai menggerakan pisau itu ke lehernya dan membuat luka di sana. Edward membelalak, aku bahkan juga tidak menyangka bahwa aku-melukai-kakakku-sendiri.

"Xervie--"

"Apa?"

"Kau--"

"Arghhh! Aku tidak mau lagi berususan tentang ini! Tentang Lisse ataupun yang lainnya! Aku terlalu gila saat ini!"

Aku segera berbalik dan menghilang lalu pintu kamarku tertutup rapat. Aku kira aku akan mendengar teriakan keras dari Edward, nyatanya tidak. Tidak, mungkin, untuk saat ini.

"Hah... menyebalkan!"

Aku terdiam di atas ranjang lalu mendeisah, mengingat momen-momen antara Lisse dan--astaga! Aku bisa gila kalau sepertin ini!

Aku berpikir jika saja itu semua hanyalah ilusi, jika saja aku bisa. Tetapi itu tidak akan pernah tidak jadi hal nyata, hal itu akan menjadi hal yang memang nyata.

Aku dan dia pernah berciuman, dalam dekapanku aku dan dia saling memiliki. Dia jauh lebih menderita dariku, mungkin. Sejak ayah dan ibuku mati di dalam pertarungan terahkir penghancuran Bumi yang membuat Bumi yang kami pijak ini menjadi planet lain.

Tapi aku senang dengan kematian mereka, kematian yang selama ini aku nanti-nantikan, yang selama ini aku inginkan. Padahal mereka yang melahirkan, sayangnya otakku berpikir bahwa aku memang membenci mereka.

Aku mengangkat tubuhku dari ranjang menatap ke arah jam dinding yang menampilkan bahwa sekarang sudah pukul setengah lima sore. Sudah menunjukkan bahwa aku harus pergi ke rapat. Sayangnya aku sudah tidak mau lagi ke sana.

Aku segera keluar dari jendela kamar lalu menuntupnya. Aku menyipitkan mata lalu berteleportasi dengan seenaknya dan masuk ke dalam hutan yang bisa terlihat dari jendela kamarku.

Setibanya di hutan aku segera berjalan santai sambil merapatkan jubahku. Udara terasa dingin saat ini, itu pasti sebab cuaca di saat ini hanyalah cuaca ilusi yang dibuat oleh seseorang dari balik layar. Aku tahu siapa orangnya, tetapi aku tidak kuat untuk menahan rasa kesal dan rinduku.

Sesampainya aku tengah-tengah hutan yang begitu lebat. Aku menatap ke arah salah satu pohon lalu mendengus. Merapikan rambutku lalu segera naik ke atas salah satu pohon dan hendak menutup mata saat suara ribut-ribut tak jauh dari aku sedang bersantai saat ini terdengar agak keras.

Suaranya seperti beberapa orang sedang bertengkar hebat. Aku menyipitkan mata kesal lalu segera berteleportasi dan berada di atas salah satu pohon yang tak jauh dari mereka.

Mereka semua menggunakan jubah kerajaan bewarna merah terang dengan lambang keluarga Glomerus. Tapi bukan berarti mereka dari keluarga Glomerus. Segera aku menajamkan pendengaran dan berusaha mencuri dengar suara mereka.

"Aku tak mau tahu kita harus menggulingkan semua Raja serta Pangeran dan para Putri dari setiap Kerajaan." Seorang dengan kepala agak botak berkata begitu tajam. "Kita harus bisa menjadi seorang penguasa di sini, dengan Tuan RG yang memberi kita kekuatan. Kita pasti bisa mengalahkan mereka."

Aku yang ada di atas saat ini hanya diam saja dan masih menatap datar. Aku merasa bahwa ini sebuah rahasia yang pasti harus aku dengar.

"Tapi bukan berarti kita harus membunuh para Raja, Pangeran ataupun Putri. Sebab ada beberapa dari mereka yang bisa kita manfaatkan. Termasuk darah Keluarga Sakamoto, mereka memiliki regenerasi yang bisa kita gunakan."

"Kalau kita sudah mengurung mereka, kita tinggal mengambil darah mereka." Seorang dengan rambut berpotongan cepak berkata datar.

Aku menghela napas dan memutuskan untuk segera menyingkir, bukan berarti aku takut ketahuan. Hanya saja aku sedang malas untuk bertarung, mungkin memang seharusnya begitu.

Aku berjalan saat tiba-tiba sebuah ledakan yang begitu memekakan telinga terdengar tak jauh dariku. Aku langsung berteleportasi dan berusaha mencapai ledakan itu saat tubuhku langsung terpental akibat sebuah ledakan yang tidak tahu jauh dariku.

Aku berdecak berusaha berdiri dengan kaki terluka dan tanganku yang agak sakit. Aku menatap ke arah ledakan, di sana ada beberapa mayat dengan--apa itu? Sebuah sisa-sisa bom aneh di dalam tubuh.

"Mereka meledak?"

Aku langsung berdiri dan berjalan ke arah bom kecil itu. Segera aku mengambilnya dan menghancurkannya tepat di depanku. Aku kembali berteleportasi dan muncul tepat di tengah-tengah rapat yang masih damai-damai saja.

Mereka melotot ke arahku, dari semua keluarga mereka menatapku dengan pandangan 'kau ini tadi lagi apa?'.

"Ada ledakan, dasar brengsek." Aku berkata kesal.

"Ledakan apa maksudmu?" Edward berdiri menatapku tajam. Aku mendengus saking kesalnya.

"Ledakan yang diakibatkan oleh bom dari tubuh para warga," desis Xervie, "kalian ini tidak mendengar--jangan-jangan, sialan!"

Aku segera berteleportasi dan membuka pintu lalu mendapati banyak pasukan kerajaan jatuh tak sadarkan diri. Aku menggeram lalu segera menghancurkan sinyal gelombang pematian suara. Aku mendengus, pasti ada yang berbuat masalah ini.

Aku segera berbalik dan mendapati banyak orang yang sekarang saling memerintah. Mereka mendengar ledakan itu.

Aku mendengus lalu berkata dengan nada dingin dan berhasil membuat mereka terbungkam. Bahkan Vorze, Edward, Frick, dan Marian membelalak.

"Mau aku jadikan daging kalian? Bahkan mengurus hal seperti ini saja tidak bisa," aku berkata dingin, "kalau begitu mau memberontak kepada Glomerus bagaimana caranya?"

•Immortal #2•

Immortal (SEASON 1 TAMAT + SEASON 2 DIBERHENTIKAN)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant