Really I Love You - Chapter 16

380 58 10
                                    

Di mulut sebuah sela antar gedung, diterangi cahaya remang-remang dari lampu jalan yang menggantung di pinggirnya, Jungkook dan Jiyong saling berhadapan. Lelaki itu, diajak Jiyong berbicara empat mata setelah pertemuan tak sengaja dengan Nana tadi.

"Waktu aku mengantarmu pulang, sesungguhnya aku melihatmu mengantarnya pulang. Kalian dari Hongdae bersama-sama naik bus dengan wajah berseri-seri. Aku bertanya, karena peduli padanya. Aku tidak mau dia salah paham kalau hanya ada yang bermain-main dengannya," ujar Jiyong.

"Maafkan aku sunbaenim! Tapi, aku tidak berniat untuk bermain-main. Aku dan Nana Noona hanya berteman, kami bertemu karena ada hal yang harus dibahas," jawab Jungkook mencoba tetap tenang. "Dan kepada IU Noona, aku tidak pernah bermain-main. Juiseonghamnida," lanjutnya sembari membungkukkan badan.

Jiyong melipat mulutnya. "Apa kau mau bersaing denganku?" tanyanya lagi.

Jungkook langsung menaikkan wajahnya.  "Aku..."

"Kau harus melakukannya jika memang kau serius. Jangan khawatir! Aku sangat profesional, aku tidak pernah bermain curang. Kita bersaing sehat saja!" Jiyong menepuk pundak Jungkook sembari tersenyum simpul.

"Sunbaenim, aku ..."

"Tidak apa-apa! Aku tidak masalah, makanya, mari kita bersaing sehat! Aku tahu kau menyukainya sejak lama kan? Jangan khawatir, kita serahkan saja semua padanya. Setuju?"

Bibir Jungkook terasa kelu, napasnya pun tersendat untuk merespons ucapan Jiyong tersebut. "Ne... Sunbaenim!" ujarnya kemudian. "Aku juga akan melakukan hal yang sama," lanjutnya terpatah-patah.

"Bagus! Oh ya, dan selagi kau teman baik Nana. Jangan biarkan dia mengejarku, aku sudah menolaknya bahkan di pertemuan keluarga!" katanya.

"Oh? Ne!" jawab Jungkook pelan.

Tak lama keduanya keluar dari sela-sela bangunan itu. Taeyang dan Nana yang menunggu tak jauh dari sana, langsung bereaksi cepat ketika mereka muncul. Jiyong memberi sinyal kepada Taeyang agar segera pergi bersamanya. Melihat Jiyong yang langsung pergi, Nana dan Jungkook membungkukkan badannya.

"Jungkook-ah, apa yang dia katakan?" tanya Nana kemudian setelah Jiyong dan Taeyang dirasa sudah cukup jauh.

"Noona, kau bilang kalau kau ada di pihakku kan?" Jungkook balik bertanya.

"Ne? Ne~" jawab Nana dengan nada yang berubah.

"Kau setuju kalau aku dengan IU Noona?"

"Oh? Yaa.. Dibandingkan IU harus dengan Mingyu, aku lebih menyetujuinya denganmu," Nana sedikit bingung.

"Kalau aku dan Jiyong Sunbaenim, kau lebih menyetujuinya dengan siapa?"

"Ne?" Nana diam sejenak. Untuk menjawab pertanyaan Jungkook kali ini, entah mengapa ia membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama dari sebelumnya.

"Aku juga kan?" Jungkook menjawab pertanyaannya sendiri.

"Ah, itu ... Tentu saja, Jungkook-ah! Aku akan selalu ada di pihakmu kok!" Nana menepuk pundaknya seraya tersenyum.

***

IU terkejut dengan kedatangan Mingyu ke rumahnya. Lelaki itu sedang berdiri di depan pagar sambil menatap nanar ke arah rumahnya saat ia datang dari pasar.

"Omo... Mingyu-ah, mengapa kau ada di sini?" tanya IU.

"Ah, Noona! Annyeonghaseyo! Annyeonghaseyo!" Mingyu menyapa IU dan ibunya bergantian.

Ibunya melirik IU seolah mempertanyakan siapakah bocah lelaki yang ada dihadapannya itu.

"Ah, dia temanku, Eomma!" kata IU kemudian.

"Oh, geurae? Ya sudah, ajak saja dia masuk," ujar ibunya sembari membuka pagar dan masuk meninggalkan IU yang masih menenteng sebagian belanjaannya.

IU melihat ke arah Mingyu. "Ya sudah, ayo kita masuk!" ajaknya kemudian.

"Ah, tidak usah Noona! Kalau kita ke taman dekat sini saja, apa kau mau?"

"Oh? Hmm... Baiklah. Tunggu sebentar ya, aku simpan belanjaan dulu."

"Ne," Mingyu mengiyakan.

Tidak sampai lima menit, IU kembali lagi ke hadapannya dan mengabulkan permintaannya untuk pergi ke taman. Perasaan Mingyu sebenarnya sedikit tak karuan dan tak tenang. Jantungnya berdegup kencang lebih cepat ketika matanya beradu dengan IU. Ia tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya.

Setibanya di taman, keduanya langsung memilih duduk di sebuah ayunan yang kosong. Malam baru saja datang, taman itu hanya diterangi cahaya lampu yang berdiri di sudut-sudutnya. Suasana yang sepi membuat perasaan Mingyu semakin canggung berada di dekat IU.

"Adakah yang bisa kubantu, Mingyu-ah?" tanya IU membuka percakapan.

"Hmm... Aku akan langsung saja. Kau pasti sudah tahu kan kalau Nana Noona waktu itu akan dijodohkan?"

"Ne!"

"Ternyata pria yang akan diperkenalkan padanya adalah Jiyong Sunbaenim. Tapi aku terkejut karena ternyata Jiyong mengatakan bahwa dia sudah punya kekasih dan itu adalah kau," ujar Mingyu.

IU mengangguk. "Ne, aku sebenarnya berjanji akan menemaninya datang ke pertemuan itu. Tapi karena aku sibuk mempersiapkan konser, aku gagal menemaninya. Maka dia mengatakan hal itu," katanya.

"Arasseo! Tapi, apakah itu benar, Noona?"

"Ne?"

"Kau adalah kekasih Jiyong Sunbaenim, apa itu benar?"

"Tentu saja tidak! Itu karena Jiyong Oppa tidak mau dijodohkan saja. Kenapa?"

Mingyu diam sejenak. Akhirnya ia menemukan jawaban yang selama ini dinantinya. Bahkan jawaban itu membuat hatinya lega.

"Hmm... Syukurlah! Noona, maaf kalau aku terlalu berani, tapi mendengar apa yang dikatakan Jiyong Subaenim waktu itu, aku merasa harus segera melakukan sesuatu," katanya.

IU diam. Sepertinya ia bisa menebak kemana arah pembicaraan Mingyu. Bagaimanapun, ia sudah diberitahu informasi pembukaannya dari Jungkook sehingga setidaknya ia tidak terlalu penasaran.

"Noona, aku menyukaimu!" lanjut Mingyu. "Aku sudah lama menyukaimu. Walaupun aku harus bersaing dengan sahabatku sendiri, tapi aku siap bersaing mendapatkanmu. Walaupun aku tahu sahabatku sudah selangkah lebih maju dengan mendapat perhatian darimu, tapi aku tetap ingin berusaha. IU Noona, aku menyukaimu," ulangnya lagi sembari menatap IU.

IU balas menatapnya dan tersenyum. "Terima kasih, Mingyu-ah!" katanya.

Mingyu sedikit bingung dengan jawaban IU yang tak ada kelanjutannya itu. Apa maksud gadis itu mengucapkan terima kasih setelah ia mengungkapkan perasaannya?

"Terima kasih, sudah menyukaiku. Aku senang bisa mendengar pengakuan atas perasaanmu walaupun tak pernah berpikir akan mendengarnya. Tapi Mingyu-ah, selama ini aku tidak pernah sedikit pun berpikir tentangmu. Apalagi berpikir kita menjalin hubungan. Jadi dengan sangat menyesal, aku tidak bisa menerima rasa sukamu itu. Mianhae," IU merasa menyesal.

Giliran Mingyu yang diam dan lantas tersenyum simpul. "Baiklah Noona, aku tidak apa-apa. Setidaknya, aku lega sudah mengungkapkannya padamu. Tapi, apakah aku harus marah jika akhirnya kau memilih sahabatku? Sepertinya aku tidak akan masalah jika kau benar bersama Jiyong Sunbaenim setelah menolakku."

"Ne?"

***


Sepiring kepiting bumbu dan dua mangkuk nasi telah dihabiskan Jiyong sendirian. Sementara Taeyang hanya melihatnya dengan bibir menyungging tak habis pikir.

"Aigo! Kau bahkan tidak menyisakan kepitingnya untukku. Aku hanya kau beri cumi-cumi dan kerang, itupun nasiku hanya satu mangkuk," protes Taeyang.

"Kau mampu menghabiskannya jika nasinya dua mangkuk? Pesan saja kalau begitu," kata Jiyong.

"Tidak perlu! Lauknya saja sudah habis," Taeyang tampak malas. "Lagipula, setelah kau berbicara empat mata dengan anak itu apa yang akan kau lakukan? Sebesar apapun usahamu kalau IU tidak menyukaimu, kau tidak akan bisa mendapatkannya," lanjutnya.

Jiyong mendesis. Ia membetulkan posisi duduknya. "Siapa bilang dia tidak menyukaiku? Dia menyukaiku juga, makanya dia kebingungan," katanya.

"Kau jangan kepedean, bukan berarti dia memberimu ide lagu bertema cinta segitiga, dia sendiri yang mengalaminya."

Kali ini giliran bibir Jiyong menyungging. Ia lantas mengeluarkan ponselnya dan tanpa pikir panjang langsung menghubungi IU. "Aku akan menelefonnya, kau harus dengar sendiri bagaimana sebenarnya perasaan dia," katanya sambil menempelkan ponselnya di telinga sebelah kiri.

"Yeoboseyo! Ya, IU-ah, kau dimana? Kau benar tidak bisa datang ya?" tanyanya kemudian.

"Ne, Oppa. Mianhae! Aku ada di rumah dan tidak bisa datang," jawabnya di seberang sana.

"Ok! Gwaenchana! Tapi, kau harus katakan sejujurnya selagi Taeyang ada disampingku," lanjut Jiyong.

"Mwo?"

"Jawab jujur ya! Sebentar!" Jiyong menurunkan ponselnya dan menekan tombol loudspeaker serta menaruhnya di depan Taeyang. "IU-ah, ide cinta segitiga yang kau berikan waktu itu, berdasarkan pengalamanmu kan?" Jiyong melirik Taeyang.

"Ne," jawab IU langsung.

Jiyong tersenyum kepada Taeyang, sedangkan Taeyang hanya menyunggingkan bibirnya saja sedari tadi. "Lalu, apa salah satunya kau menyukaiku?"

Taeyang membelalakan mata mendengar pertanyaan Jiyong itu.

"Mwo? Ya, apa maksudmu, Oppa?" IU terdengar kebingungan.

"Ya, IU-ssi! Kau tidak perlu jawab itu, aku tidak perlu mendengarnya," sela Taeyang kemudian.

"Ya, kenapa? Kau perlu mendengarnya agar kau mendukungku," balas Jiyong.

"Untuk apa? Ini tidak penting bagiku," Taeyang tak peduli. "IU-ssi, lebih baik kau tutup saja telefonnya. Jiyong sedang mabuk, cepat tutup!" seru Taeyang kemudian.

"Ne?" IU terdengar masih kebingungan.

"Ya, apa maksudmu? Tunggu-tunggu IU-ah! Aku tidak mabuk! Jangan tutup telefonnya!" Jiyong tak kalah berseru.

Namun akhirnya telefon benar-benar terputus. IU menutup telefon itu tanpa persetujuan Jiyong.

"Ya, mengapa kau tutup?! Aiissshhh... Kau ini kenapa sih?" protesnya kemudian pada Taeyang.

"Sudah, ayo kita pulang! Kau harus istirahat!" Taeyang bangkit dari duduknya dan meninggalkan Jiyong yang masih protes keras terhadapnya.

***

Mingyu berjalan lesu sepulangnya menemui IU. Ia tahu hal ini akan terjadi, bahkan IU tak berbasa-basi saat menyampaikan respons atas ungkapan perasaannya itu.

"Ya, darimana saja kau?" sergah Nana ketika adiknya itu tiba di ruang tengah rumahnya.

Mingyu melihat Nana dengan sudut matanya. Kakaknya itu tengah tiduran di sofa sembari memindah-mindahkan channel tv dan mengunyah kacang dari toples. Namun ia sama sekali tak menjawab pertanyaan Nana dan lebih memilih menjajaki tangga menuju ke kamarnya.

"Ya! Aku sedang bertanya padamu!" teriaknya.

Tak diindahkan, Nana langsung bangkit dan menarik Mingyu hingga lelaki itu tak jadi menaiki tangga meski sudah satubanak tangga dinaikinya.

"Apa sih?" Mingyu tiba-tiba balas berteriak dan mengagetkan Nana.

"Ya! Kau kenapa?" Nana bertanya dengan suara melemah.

"Kau yang kenapa? Teriak-teriak dan menarikku," balas Mingyu tak suka. "Aku sedang tidak mau diganggu!" ia bersiap menaiki anak tangga lagi.

"Kau jadi menembak IU?"

Langkah Mingyu terhenti. Tak sampai tiga detik, ia kembali melanjutkan langkahnya.

"Sudah atau belum?"

Mingyu tak menggubris pertanyaan Nana dan terus meniti anak tangga hingga tiba di pelataran lantai dua.

"Ya! Apa kau bersikap begini karena ditolak olehnya?" Nana kembali berteriak dan tak gentar menginterograsi Mingyu.

"Jangan berteriak kalau sudah tahu jawabannya! Diamlah!" balas Mingyu kemudian yang hanya terdengar suaranya.

Nana terkejut dengan jawaban Mingyu itu. "Oh? Mwoya? Apa itu artinya dia sudah menembak IU dan ditolak? OMO! Yaah, IU kau berani menolak adikku ya rupanya?" Nana berkacak pinggang. "Tapi, sebenarnya itu yang kuinginkan! Ah, aku harus menghibur Mingyu supaya dia tidak sedih. Saatnya aku turun tangan," gumamnya kemudian.

Nana mengambil ponselnya yang tergeletak di sofa. Ia lantas berjalan ke arah dapur sambil mencari nomor Jungkook. Ia akan menghubungi lelaki itu.

"Ya, Jungkook-ah! Sepertinya, Mingyu sudah menyatakan perasaannya pada IU, tapi dia ditolak," lapor Nana dengan suara setengah berbisik beberapa saat setelah Jungkook mengangkat telefonnya.

"Mwo? Mengapa kau mengatakan itu padaku?" Jungkook malah kebingungan dengan laporan Nana itu.

"Bukan begitu, maksudku kau harus membantuku menghiburnya dan tentu saja, kau punya kesempatan yang lebih besar sekarang," katanya.

"Bagaimana aku bisa menghiburnya? Kau ini ada-ada saja, yang ada dia semakin marah padaku. Ah sudahlah, Noona! Menghiburnya adalah tugasmu," klik, Jungkook langsung memutus telefonnya.

Nana terkejut dengan sikap Jungkook itu. "Haish, anak ini benar-benar sudah berani padaku! Euurrgghh..." Nana gemas dan mengomeli ponselnya seolah mewakili Jungkook.

"Jadi kau bilang kepada Jungkook kalau aku ditolak IU Noona? Kau melapor padanya?" tiba-tiba saja suara Mingyu mengagetkannya.

Nana terkesiap. Matanya membelalak, ia sangat ingin menghilang dengan kekuatan jin botol dari hadapan adiknya itu. Bahkan untuk membalikkan badan saja seperti ada batu yang menghalanginya untuk bergerak.

"Noona, kau ada di sisi Jungkook? Kau mendukungnya daripada adikmu sendiri?" Mingyu perlahan-lahan berjalan mendekati Nana yang sama sekali belum berubah posisi.

Matanya lantas beradu dengan mata kakaknya yang bergetar menyimpan ketakutan. "Aku tahu kau mengidolakannya, tapi haruskah kau lakukan itu?" lanjutnya.

"Aniya, Mingyu-ah, bukan begitu..." Nana mencoba membela diri, tapi secepat kilat Mingyu memotongnya.

"Dia sudah akrab denganmu ya, rupanya? Kenapa kau tidak pacari saja dia seperti keinginanmu sebelumnya?"

"Mingyu-ah, aku bisa menjelaskannya! Ini tidak seperti yang kau kira. Aku memang datang menemuinya setelah kau memberitahu bahwa kau telah memukulnya. Itu semata-mata karena aku ingin mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi di antara kalian? Aku tidak ingin kalian bermusuhan. Aku menelefonnya barusan bukan untuk melapor bahwa kau telah ditolak IU, tapi aku ingin meminta sarannya untuk menghiburmu. Aku yakin sebagai sahabat dia tahu cara menghiburmu dan aku ..."

"Noona, lebih baik kau tidak perlu ikut campur. Aku dan Jungkook bisa menyelesaikan masalah ini sendiri," potongnya lagi.

Nana menyipitkan matanya. "Baik! Kalau begitu, berbaikanlah dengannya!" ujar Nana kemudian dan langsung meninggalkan Mingyu begitu saja.


To be continued …

Really I Love YouWhere stories live. Discover now