Enam

15.6K 1.5K 17
                                    

Feels like I'm all falling down in string.
Talk me down.
Shaking, by shaking I chance but when..

(Zara Larsson_
Living inside a Dream)

•°•

Bryna tidak tahu berapa lama ia diam dan linglung di kursinya sampai ia berhasil membuka pintunya dengan tangannya yang lemah.

“Mbak baik-baik aja? Ada yang terluka? Butuh bantuan medis?”

“Pagarnya rusak parah nih.”

“Kasi tau pemilik butiknya.”

“Mbak kok nggak hati-hati sih?”

“Ngantuk kali.”

“Baru belajar nyetir kayaknya.”

“Mas-mas yang itu katanya kenal sama ni orang. Tanyain sono!”

“Perlu panggil polisi nggak nih?”

Dan entah kalimat apa lagi yang di dengar Bryna. Ia masih belum juga bereaksi.

Lalu ia merasa tangan yang kuat menyentuh lengannya dan menariknya keluar dari mobil.
Ia menurut tanpa benar-benar menyadari apa yang dilakukannya.

“Kamu terluka?”

Saat mendengar suara itu, barulah Bryna sadar bahwa pemilik tangan yang kuat itu adalah Tama. Laki-laki itu sedang menunduk menatapnya dengan rasa ingin tahu.

Bryna menggeleng lemah. Beberapa detik berlalu, lalu Tama mendekat dan membawa Bryna kedalam pelukannya.

Bryna menurut, rasanya terlalu lega untuk membantahnya sekarang. Kecelakaan itu terlalu mengejutkan dan membuatnya ketakutan. Dan kehadiran Tama yang tampak kuat dan dominan terasa menenangkan baginya.

Nafasnya pendek-pendek dan berat. Dan dia mencengkeram bagian depan kemeja Tama tanpa sadar. Bryna bergidik memikirkan betapa nyarisnya ia kehilangan nyawa karena kecelakaan tadi.

Tapi saat kengeriannya perlahan memudar, rasa malunya datang. Dia menarik nafas panjang dan berkata dengan nada yang tidak stabil.

“Kamu bisa pergi sekarang. Aku baik-baik aja.”

Tama berhenti memeluknya, tapi dia tidak melepas pegangannya pada tangan Bryna. Lalu menggiring Bryna untuk berjalan menuju mobil Tama.

“Kamu mendengarku?”

“Ya.”

“Kalau begitu tidak perlu bersikap baik. Aku baik-baik..”

“Aku tidak bersikap baik.” Tama menatapnya dengan kesal, seolah Bryna sudah menyakiti perasaannya.

“Tidakkah kamu sadar? Kamu terlalu gemetar untuk bisa berdiri sendiri.”

Itu benar. Bryna memang gemetar sampai ke sumsumnya.

Setidaknya untuk saat ini, dia akan mengakui itu pada Tama. Jadi dia membiarkan Tama menjadi pegangannya.

Tama membuka pintu mobilnya, lalu mendudukkan Bryna ke kursi penumpang.

“Tunggu disini sebentar.” Tama menatapnya. “Kamu benar-benar baik-baik saja?”

Melupakan harga diri dan egonya, dia menggeleng.

“Aku ketakutan.” Jawabnya dengan suara yang retak.

Sungguh memalukan untuk mengakui pada Tama bahwa ada air mata yang menggenang di pelupuk matanya.
Tapi Bryna tidak bisa menahannya. Dia menangis.

Nothing Last Forever (Hate-Love) ✔Where stories live. Discover now