Tiga Puluh Satu

15.7K 1.3K 35
                                    

Kecil kita tak tahu apa-apa,
Wajar bila terlalu cepat marah,
Kecil kita tak tahu apa-apa,
Yang terburuk kelak bisa jadi yang terbaik.
Yang terburuk kelak bisa jadi yang terbaik..

(Tulus_Gajah)

•°•

Bryna membanting pintu mobil Sean dengan keras begitu ia menginjakkan kakinya di halaman rumah.

Sepanjang perjalanan tadi, Sean mendiamkannya. Dan Bryna bahkan tidak berusaha memadamkan hawa panas dan bermusuhan yang menguar jelas diantara mereka.

Ia tahu Sean kecewa, tapi memusuhinya tidak akan menyelesaikan masalah kan?

"Wait!"

Bryna berhenti sebelum berjalan terlalu jauh dari mobil Sean.

"Jangan kamu pikir aku tidak tahu apa yang terjadi antara kamu dan Tama, Bry. Kamu mungkin mencoba menutupinya, tapi aku masih bisa tahu, sayangnya."

"Apa yang menurutmu terjadi diantara kami, Sean?"

Sean mendengus kesal.

"Aku masih tidak habis pikir, apakah dia memaksamu melakukannya?"

"Apa yang membuatmu berpikir begitu?"

"Karena setahuku, kamu cerdas Bry, berprinsip, dan tidak murahan." Sean tidak menaikkan nada bicaranya. Tapi kalimat yang diucapkannya begitu dingin dan menusuk.

Murahan.
Begitukah semua orang memandangnya sekarang? Apakah itu juga yang dipikirkan Tama tentangnya?
Murahan.

"Jadi apa yang sebenarnya ada dalam otak bebalmu itu, Bry? Huh? Lari ke pelukan laki-laki seperti Tama dan apa? Menyerahkan dirimu begitu saja?"

"Laki-laki seperti apa menurutmu dia, Sean?" Sahut Bryna, yang entah kenapa, sejak tadi lebih suka membalas pertanyaan Sean dengan pertanyaan lain, bukan jawaban.

"Laki-laki brengsek."

"Katakan, Sean. Bagaimana kriteria brengsek menurut penilaianmu?"

"Semua yang ada pada Tama berlabel 'brengsek'. Kurasa kamu juga tahu itu."

"Yang mana, Sean? Meniduri perempuan tanpa ikatan? Suka memerintah dan sok berkuasa? Sering mengeluarkan makian dan kata-kata kasar? Kamu juga termasuk dalam kriteria brengsek kalau begitu."

Bryna tahu dia sudah keterlaluan.
Dia tidak ingin menyakiti Sean sebenarnya, hanya saja, dia ingin Sean mengerti.

"Dengar Sean.." Bryna mendekat, meletakkan tangan di dada laki-laki itu dan melembutkan suaranya. "Aku tahu Tama bukan jenis laki-laki yang tidak memiliki masalah dalam hidupnya, Sean. Dia kasar, playboy kelas atas dan semua hal buruk lain. Tapi, dia juga punya hal baik dalam dirinya. Aku tidak bermaksud membelanya, sungguh." Bryna menambahkan buru-buru saat Sean membuka mulut hendak menyela.

"Aku hanya ingin kamu melihat dia secara obyektif, bukan hanya karena mendengar cerita jahat tentangnya dan kebetulan aku terjerat di dalamnya. Oke dia brengsek, aku tahu. Dan aku harus mengakui bahwa aku memang sudah tidak perawan karenanya.."

Ekspresi wajah Sean membatu seketika. Tapi matanya menyorotkan sesuatu yang menyakiti Bryna lebih dalam, kekecewaan.

"Dia bersalah, tapi aku juga tidak sepenuhnya benar, Sean. Kami melakukan semuanya secara sadar, tanpa paksaan. Dan bohong kalau kami tidak menikmatinya."

"Intinya, Sean, kami memang sama-sama bersalah. Tapi kamu tidak perlu khawatir berlebihan dan repot-repot meminta kami untuk saling menjauh, atau apapun istilahnya. Kami memang hanya akan sampai disitu, Sean. Ini bukan sesuatu yang melibatkan perasaan atau, emosi, atau.." Bryna merasa tenggorokannya mendadak tersumbat.

Nothing Last Forever (Hate-Love) ✔Where stories live. Discover now