Dua Belas

13.6K 1.3K 19
                                    

In dreams, I meet you in warm conversation..

(Taylor Swift_Sad Beautiful Tragic)

•°•

"Hai." Sapa Bryna ketika melihat Tama sudah berada di ruangan meeting pagi itu.

"Hai." Tama menjawab pendek, mengamati Bryna dengan seksama.

Gadis itu sudah terlihat jauh lebih baik dari terakhir kali ia melihatnya dini hari tadi. Ia mengenakan kemeja ivory lengan pendek dan celana khaki yang membuatnya terlihat menawan.

Tapi bahkan dengan makeup tipis yang ia gunakan masih tidak dapat meyembunyikan lingkaran hitam dibawah matanya.

Beberapa anggota tim yang sudah datang menyapanya, bertanya tentang kabar bu Rara, dan Bryna mengatakan pada semua yang hadir tentang kondisi ibunya yang berangsur membaik.

Bryna tersenyum, ia terlihat senang tentang perkembangan ibunya, tapi Tama bisa melihat bahwa gadis itu tidak terlihat lega. Seakan ada sesuatu yang masih mengganjal, mengusik pikirannya, dan Tama ingin tahu itu apa.

"Apakah ini proyek besar?” Didengarnya Bryna bertanya.

Dan entah kenapa Tama yang mengambil kesempatan untuk menjawabnya.

“Ya. Dan keuntungan yang akan kita dapatkan  bisa untuk menutup pinjaman bu Rara."

"Benarkah?"

Tama mengangguk.
"Ini adalah proyek berkesinambungan. Tapi aku merasa agak aneh saja sebenarnya.”

“Benarkah, kenapa?”

"Aku hanya merasa bahwa proyek ini memang sengaja dibuat untukmu."

"Yang benar saja, apa maksud kamu?"

“Mereka tidak memerlukan renovasi ini. Hotel elit itu baru dibangun beberapa tahun terakhir, kondisinya juga masih bagus. Dan mereka bahkan membayar lunas semua biayanya di awal.”

“Benarkah?”

Entah Bryna sadar atau tidak, ia terus menerus mengulang pertanyaan menyebalkan yang sama. Dan itu membuat telinga Tama terganggu.

“Ya." Katanya, menahan geram.
"Jadi aku mendapat kesan bahwa ada seseorang yang mengetahui masalahmu dan berniat untuk membantu.”

Bryna menatapnya bingung. “Siapa?”

“Artajaya hotel and residence.”

Bryna hanya mengedip-ngedipkan  matanya dengan polos.

"Familiar dengan nama itu?"

Ia menggeleng.
“Aku tidak ingat punya kenalan yang berhubungan dengannya, aku bahkan belum pernah mendengar nama itu sebelumnya. Dimana lokasinya?”

“Malang.”

“Malang? Apakah kita harus membawa seluruh team kesana?”

“Nggak juga. Kita bisa mencari sub kontraktor untuk disana.”

“Oh.” Dia mengangguk mengerti, lalu diam.

"Kurasa kita harus membagi tim. Sebagian dari kita harus tetap terlibat disana juga. Design interior, dekorator, pengawas lapangan, dan lainnya."

Bryna mengangguk.
"Ya, baiklah."

“Jadi, kita deal dengan ini?”

“Bagaimana menurutmu?"

Mengabaikan beberapa pasang mata yang menatap keduanya sembunyi-sembunyi dengan mimik antusias, Tama menatap Bryna langsung. Bicara padanya tanpa melepas pandangannya.

"Kita bisa melakukannya. Ini seperti uang mudah untuk pekerjaan yang mudah, sebenarnya.”

Well, ok then. Thank’s Tam.” Katanya tulus. Tapi ia tidak tersenyum atau terdengar antusias sama sekali.

Tama tidak yakin apa yang menyebabkan mood Bryna sudah begitu buruk pagi ini. Yang ia yakini, ia sudah sangat menahan dirinya untuk tidak menarik Bryna dalam pelukannya dan menciumnya lagi.

•°•

Bryna memijit sisi kepalanya yang terasa begitu berat.
Ia baru saja keluar dari ruang rapat, dan bertolak belakang dengan apa yang dikatakannya pada Nicko tadi pagi, ternyata tuduhan yang disampaikan Nicko tadi masih mengganggunya.

Ia harus mengakui juga, bahwa orang-orang dikantor mengamati interaksinya dengan tama dengan rasa penasaran yang begitu terlihat.
Benarkah gossip seputar hubungannya dan Tama sudah menyebar?

Tapi, bukankah tidak ada yang mendasari ide itu?
Semuanya murni gossip yang tidak bertanggungjawab sama sekali.
Lagipula, tidak ada yang aneh dengannya atau Tama. Mereka bekerja dengan profesional sejauh ini.
Jadi, apa yang orang-orang itu harapkan?

Ah, menyebalkan.
Mungkin mandi dibawah guyuran shower, memakai lulur aromatherapy, dan tidur siang akan membantunya mengurangi nyeri di kepalanya.

Baru saja Bryna membayangkan betapa nyamannya semua itu, pintu ruangannya terbuka, dan Tama - seperti biasanya- masuk tanpa permisi.

“Kamu bisa urusin kantor kan?” Tanyanya. Tidak duduk dihadapan Bryna, melainkan hanya berdiri jauh disana.

“Kenapa?”

"Aku harus ke Malang. Mereka minta pengerjaan proyeknya dimulai secepat mungkin. Dan aku akan berada disana untuk mempersiapkan semuanya.”

Bryna tidak segera merespon. Dan ia berpikir bahwa keterlambatan otaknya ada hubungannya dengan kondisinya yang begitu mendambakan kenyamanan tidur siang.

Dan ia yakin bahwa keterkejutannya sama sekali tidak ada hubungannya pada fakta bahwa ia tidak akan melihat Tama beberapa hari kedepan.

“Kapan kamu berangkat?” Tanyanya dengan suara yang entah kenapa jadi agak serak.

Tama memandang Mata Bryna. Yang walaupun tidak dalam jarak dekat, Bryna merasa mata itu menatapnya dengan tajam.

“Siang ini. 13:20.”

“Apa? Bukannya itu hanya beberapa jam lagi?”

Tama tersenyum.

“Penerbangannya 2.5 jam lagi, ya. Kalau perjalanannya lancar, aku akan sampai disana sekitar jam 3. Belum terlalu sore dan aku bisa mulai mengurus persiapan pengerjaan secepatnya.” Tama berhenti, menatap Bryna dengan pandangan penasaran. “Tapi kenapa kamu begitu peduli?”

Bryna menggeleng.
“Bukankah kamu bilang aku harus mengurusi kantor? Tentu saja aku peduli tentang jadwal mendadak kamu.”

Tama menatapnya sangsi. Great!

“Kamu bisa menghubungi Mela, untuk menanyakan semua yang ingin kamu ketahui. Aku akan mengupdate semua beritanya secepat aku bisa.”

“Menghubungi asisten kamu? Kenapa tidak menghubungimu langsung saja?” Bryna sudah akan menanyakan hal itu, tapi ia mengganti kalimatnya.

“Ok. Semoga sukses.” Ucapnya datar.

"Oke." Tama berbalik, meninggalkan ruangan Bryna begitu saja tanpa mengatakan apa-apa lagi.

Bryna menghidupkan laptopnya. Berusaha tidak peduli saat Tama tidak mengatakan lebih banyak hal lain lagi.

Lagipula, apa yang dia harapkan dari Tama? Bahwa laki-laki itu akan menjelaskan segalanya dengan lembut, memberikan kata-kata perpisahan yang manis? Pelukan selamat tinggal yang hangat? Mimpi.

•°•

Makasih buat semua yang sudah menyempatkan diri untuk membaca sampai bab ini..

Regrads, ulphafa.

Nothing Last Forever (Hate-Love) ✔Where stories live. Discover now