Tiga puluh Tiga (End)

34.3K 1.8K 225
                                    

It's the sunrise And those brown eyes..
Yes, You're the one that I desire.. When we wake up And then we make love, It makes me feel so nice..
You're my water when I'm stuck in the desert,
You're the Tylenol I take when my head hurts,
You're the sunshine on my life..
I just wanna see how beautiful you are..
You know that I see it, I know you're a star..
Where you go I follow, No matter how far..
If life is a movie, Then you're the best part..
You're the best part..
Oh, Best part..
If you love me won't you say something?
If you love me won't you?

(Daniel Caesar & H.E.R. - Best Part)

•°•

Bryna menghela nafas panjang-panjang saat hendak menyeret kopernya keluar kamar.
Meski sekarang ia lega setelah mengetahui semuanya, tetap saja, hatinya terasa berat untuk meninggalkan tempat yang selama 29 tahun ini ia sebut sebagai rumah.

Entah kenapa, justru pada saat-saat seperti ini, setiap sudut rumahnya seakan meneriakkan semua kenangan tentang Ayah. Tentang masa-masa indah yang pernah ia lewati tanpa sekalipun tahu bahwa keberadaannya hanya sebagai pengingat luka bagi ibunya.
Masa-masa dimana ia adalah anak kesayangan pemilik rumah, bukan anak yang kehadirannya bahkan tidak diharapkan oleh penghuni rumah yang lain.

Menghela nafas panjang sekali lagi, Bryna menguatkan kakinya untuk bergerak keluar kamar. Ia baru saja melewati ambang pintu saat langkahnya harus terhenti setelah mendapati Tama sedang bersandar diluar kamarnya, menatapnya dengan tatapan tajamnya yang biasa.

Tanpa mengatakan sepatah katapun, Tama menarik koper besar itu dari tangan Bryna dan membawanya menuruni tangga. Dan mengikuti Tama, Bryna mengekor di belakangnya tanpa mengucap satu katapun juga.

Dan disana, di tempat yang sama setelah hampir setengah jam yang lalu ia tinggalkan, ada Ibunya. Masih duduk di arm chair yang sama. Hanya saja, sekarang ibunya sedang memejamkan mata sambil mengurut pelipisnya lembut.

"Maaf, Bry." Ucap ibu begitu menyadari keberadaan Bryna, berdiri dari tempat duduknya, tapi tidak mendekat. Ibu hanya berdiri sambil memeluk dirinya sendiri, seolah sedang melindungi dirinya sendiri, entah dari apapun itu. "Keangkuhan ibu mungkin sudah menyakiti kamu."

Memang.

Kali ini, Bryna tidak berusaha untuk membantah atau mensugesti dirinya untuk membenarkan kelakuan ibunya. Ia ingin, sekali saja, ibunya mengakui kesalahannya. Paling tidak, mungkin itu bisa sedikit meringankan luka Bryna. Siapa tahu?

"Tapi, sekali lagi. Tolong mengerti ini, Bry. Ibu tidak membenci kamu. Sungguh. Ibu hanya tidak bisa menerima kamu. Ibu harap kamu mengerti dan mau memaafkan ibu." Lanjutnya lirih.

Bryna mengerti sepenuhnya. Tapi lagi-lagi, hatinya masih juga merasakan nyeri karena penolakan itu. Manusiawi kan?

"Bryna, mengerti." Jawabnya terbata. Ia sedang tidak ingin terdengar sok kuat sekarang.

"Kamu tidak harus pergi Bry, ini rumah kamu." Ibunya berkata.

Bryna menggeleng.
Mana mungkin ia bisa menyebut ini rumah saat ibunya bahkan tidak nyaman dengan keberadaannya sendiri.

"Kamu dan keluarga kamu yang sudah menebus rumah ini. Jadi ibu rasa, ada baiknya kalau ibu dan Brenda saja yang pergi." Kata ibu lagi.

Nothing Last Forever (Hate-Love) ✔Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu