Dua Puluh Dua

13.3K 1.3K 15
                                    

Jakarta ramai, hatiku sepi.
Jangan kau tanya mengapa sedih.
Aku tak tahu, aku tak tahu..
Apa arti resah ini?
Entah apa yang ku mau,
Penuh tanya dalam diri.
Jakarta ramai..

(Maudy Ayunda_Jakarta Ramai)

•°•

Sudah hampir satu jam Tama duduk di mobilnya, menunggu kabar dari Mela kalau-kalau Bryna meninggalkan kantor lebih awal hari ini.

Sebenarnya dia bisa saja langsung masuk dan menemui Bryna. Tapi dia tidak yakin tidak akan ada keributan diantara mereka. Dia tidak ingin semua orang di kantor mendengar percakapan mereka atau apa yang sedang mereka perdebatkan.

Jadi dia memilih menunggu di parkiran, berharap Bryna akan jadi orang pertama atau yang terakhir keluar. Lalu ia akan mencegatnya, memaksanya mendengarkan apa yang dia katakan tanpa menimbulkan kegaduhan lain.

Tapi menunggu sambil merokok tanpa henti membuat tenggorokannya kering dan membuat kejengkelannya bertambah.

Dengan tidak sabar, ia melemparkan rokok yang baru saja ia sulut keluar jendelanya yang sejak tadi ia biarkan terbuka.
Dan ketika Tama melakukan itu, dilihatnya sebuah Lamborghini Gallardo kuning melesat memasuki parkiran.

Tidak banyak orang yang bisa membelinya dan mengendarainya di sekitar sini. Jadi Tama bertanya-tanya, siapa yang mengemudikannya.

Tama mengamatinya.
Laki-laki.
Dia keluar dari mobil seperti bintang iklan, dan melangkah memasuki gedung.

Tinggi, memakai kemeja putih, blazer navy, sneaker keren warna putih dan jeans hitam.
Tubuhnya tidak kekar, tapi benar-benar kelihatan fit dan tegap. Orang  yang baru melihatnya sekalipun pasti tahu bahwa dia rajin olahraga di gym.
Rambutnya yang berwarna coklat maroon terpotong rapi dan berkilau dibawah sinar matahari.

Dia berjalan dengan percaya diri. Sepertinya tahu pasti bahwa setiap orang yang melihatnya pasti akan memperhatikannya. Dia tampan, Tama harus mengakui itu.

Saat melihatnya, entah kenapa laki-laki itu mengingatkan Tama pada Bryna. Dan tiba-tiba Tama merasa perutnya mengencang.

Tama menarik ponsel dari dashboard mobilnya, memanggil nomor Mela dengan tidak sabar.
Hanya nada sambung, tidak ada jawaban.

Tama mengulanginya, 3x. Tapi detik kemudian membatalkan panggilan terakhirnya.
Dia sudah tidak perlu menunggu kabar dari Mela lagi. Bryna sudah keluar dari gedung.

Dan kecurigaan terburuk Tama sudah dikonfirmasi saat melihat pria tadi berjalan keluar bersama Bryna. Bukan hanya berjalan, laki-laki itu bahkan merangkul bahu Bryna dengan sebelah tangannya saat mereka berjalan.

Tama bisa melihat mereka bertukar kata, dan tawa kecil yang tulus dan gembira keluar dari bibir Bryna. Dia tidak berhenti tersenyum. Dan bahkan dari jarak ini, Tama bisa tahu bahwa Bryna menatap dewa berwajah tampan itu dengan berseri-seri.

Tama hampir mematahkan kuncinya saat ia menyalakan mobil. Marah pada dirinya sendiri karena repot-repot terbang dari Malang kesini hanya untuk menemui Bryna. Dan lihat apa yang didapatinya sekarang.

Tama membuat suara sebising mungkin saat memutar mobilnya dan melaju ugal-ugalan di jalan.
Dia ingin mendapatkan perhatian Bryna. Tama ingin Bryna melihat betapa dia sangat tidak menyukai kebersamaannya dengan laki-laki kaya-raya dengan pakaian yang bagus dan wajah tampan itu.

Tapi ketika akhirnya Tama melirik kaca spionnya sekali lagi, dia menyadari bahwa Bryna bahkan tidak melihatnya, apalagi memperhatikan. Dia masih begitu asyik dengan kekasihnya.

Nothing Last Forever (Hate-Love) ✔Where stories live. Discover now