Extra Part

23.7K 1.5K 139
                                    

Sedikit cerita tambahan.

Spesial untuk teman-teman semua yang udah baca, suka dan nungguin kisah Tama dan Bryna selanjutnya.

Terimakasih untuk semua dukungannya. Jujur kaget dan nggak nyangka banget akan dapat respon sebaik ini.

Kalian luar biasaaa. 😘

Terimakasih dan selamat membaca..

***

Ini gila. Benar-benar gila. Seumur hidup belum pernah Tama merasa segugup dan secemas ini di waktu yang sama.

Ia bahkan sempat mempraktekkan ilmu pernafasan untuk menenangkan diri yang ia dapat dari kelas yoga bersama Bryna beberapa waktu yang lalu.

Tapi jangankan berkurang, kecemasannya bahkan sudah berkumpul di tenggorokan dan terasa mencekiknya.

"Well, aku baru tahu kalau definisi 'melindungi' versi kamu itu seperti ini."

Di hadapan Tama, Sean sedang mondar-mandir sambil terus-menerus menyebutkan kekurangan Tama.

"Bryna mungkin percaya kalau kamu sudah berubah. Tapi aku tahu lebih baik, kamu masih orang brengsek yang sama, Tama."

Barangkali satu pukulan keras bisa membungkam mulut sialan Sean dan menghentikan laki-laki itu melontarkan sindiran kepadanya. Rasanya pasti menyenangkan kalau Tama bisa melepaskan sedikit saja emosi yang sejak tadi dia tahan. Berkelahi mungkin bisa meringankan pikirannya yang kacau dan perasaannya yang tak karuan sekarang ini.

Tapi Bryna pasti akan memusuhinya kalau ia sampai nekat menyerang kakak -sialan- kesayangannya itu.

"Sejak awal aku tidak percaya kalau kamu bisa menjaga Bryna dengan baik. Dan apa yang aku takutkan benar-benar terjadi. Kamu tetap bajingan yang membuatnya kesakitan seperti sekarang."

Tama menggertakkan giginya dengan geram, mencoba meredam emosi yang siap meledak di ubun-ubunnya.

Sejak awal semua orang juga sudah tahu kalau ia dan Sean tidak pernah bersikap baik satu sama lain. Hanya karena Bryna saja mereka menahan diri untuk tidak langsung berkelahi tiap kali bertemu.

Sean menyebalkan, itu kenyataan. Merasa dirinya paling mampu menjaga Bryna dengan baik dan menganggap bahwa Tama tak ubahnya seperti debu yang menempel erat di sepatunya.

Tapi Tama tidak mau memusingkannya. Sejak dulu ia memang tidak berniat mengemis restu dari Sean. Terserah saja kalau laki-laki yang sekarang sedang berkacak pinggang itu tidak menyukainya. Ia tidak peduli.

Bryna mencintainya. Dan itu sudah cukup bagi Tama.

"Bagaimana bisa, laki-laki yang mengaku mencintai Bryna bisa setidak bertanggungjawab seperti ini, huh?"

Tama menatap Sean dengan tatapan tajam. Ia sudah berdiri hendak menghajar Sean saat pintu ruangan Bryna menjeblak terbuka dan dokter yang merawat Bryna keluar dari sana.

"Bryna nggak apa-apa kan, Dokter?" Tama menyerbu sang Dokter begitu tatapan mereka bertemu.

Siang tadi, Tama benar-benar panik saat pengurus rumah tangga mereka mengabarinya kalau Bryna terpeleset dari kamar mandi. Rasanya ia ingin memecat semua orang yang bekerja dirumah itu karena membiarkan lantai kamar mandi mereka licin.

"Tenang saja pak, semua baik-baik saja." Dokter cantik berhijab itu memberi Tama senyuman menenangkan. Tapi bahkan Tama belum bisa mengambil nafas lega saat Dokter itu melanjutkan lagi, "Tapi kami harus melakukan operasi sekarang. Bu Bryna harus mengeluarkan bayinya lebih cepat dari jadwal yang seharusnya.

Dan begitu saja, semua kepanikan, ketakutan dan kegelisahan Tama langsung meningkat dua kali lipat dari apa yang ia rasakan beberapa menit yang lalu.

***

"Ya ampun, gantengnya." Bryna tersenyum mendengar nada tulus dari bibir Brenda.

Ia tahu kalau hubungan keluarga mereka tidak akan sedekat yang ia harapkan, tapi ia benar-benar bersyukur bisa tetap berhubungan baik dengan Ibunya dan Brenda setelah semuanya.

"Wajahnya belum kelihatan mirip siapa sih, tapi matanya jelas mata Tama." Lanjut Brenda bersemangat.

Ya, Bryna setuju. Anak laki-laki mereka memang mewarisi mata Tama. Tajam sekaligus membuatnya jatuh hati tiap melihatnya.

"Tapi Bry, kamu baru nikah tujuh bulan kan? Untuk bayi yang lahirnya prematur, bayi kamu termasuk gede banget ya."

Oke, Bryna lupa bahwa Brenda tetaplah Brenda. Sebaik apapun dia sekarang, sifat alaminya yang suka nyinyir itu ternyata masih ada disana.

Bryna dan Tama berpandangan, tapi belum mengeluarkan suara.

"Tunggu, tunggu. Apa?" Sean mendekat seperti orang yang baru kehilangan barang kesayangannya. Dia menatap Bryna dan Tama bergantian dengan ekspresi murka yang tidak berusaha ia sembunyikan.

Tama terlihat tenang sementara Bryna hanya nyengir salah tingkah.

"Bisa kalian jelaskan?" Kejarnya lagi.

"Sean.." Bryna baru mulai membuka suara. Ia sendiri bingung bagaimana harus memberi tahu kakaknya itu.

Yah, anaknya memang dilahirkan sebelum jadwal seharusnya, tapi dia sama sekali tidak prematur. Bryna melahirkan seminggu sebelum perkiraan dokter. Wajar saja kalau bayinya sebesar sekarang.

Tapi bahkan sebelum Bryna menemukan kalimat tepat yang menjawab semua pertanyaan Sean tanpa menimbulkan badai kemarahan, Tama sudah menyelanya lebih dulu.

"Percobaan pertama kami waktu itu langsung berhasil. Sudah jelas sekali kan?" Sahut Tama dengan nada kemenangan yang begitu kentara.

Brenda melongo ditempat sementara Sean menatap Tama seakan ia adalah predator yang siap mencabik-cabik mangsanya.

Bryna menghela nafas panjang sambil menggeleng-geleng pelan.

Rasanya, ia akan memerlukan tenaga luar biasa untuk mengurus ketiga bayinya. Anak mereka yang baru lahir, juga Sean dan Tama yang masih bersikap seperti anak-anak setiap kali bertemu.

Baiklah, ia akan menghadapi mereka nanti. Untuk sekarang ini, Bryna rasa, ia hanya perlu tidur.

***

Hola semuanya.

Pertama-tama, aku ingin mengucapkan terimakasih untuk respon baik yang kudapat dari cerita ini.

Jujur, aku nggak pernah membayangkan akan dapat feedback seluar biasa ini. Rasanya speechless, bangga, terharu dan nggak bisa menyampaikan hal lain kecuali terimakasih.

Kedua, sorry banget kalau cerita tambahannya cuma sedikit dan kaku.
(Ternyata, lama nggak nulis terus nulis lagi tuh rasanya kaya ketemu mantan gebetan setelah sekian lama nggak komunikasi. Canggung. Banget. 😅)

Sekali lagi, terimakasih banyak.. 😘

Regrads, Ulphafa.

Nothing Last Forever (Hate-Love) ✔Where stories live. Discover now